PDIP Bertanya-tanya Mengapa Aparat Seolah Diam Saat Diskusi Refly dkk Dibubarkan Preman

Polisi telah menangkap lima orang dalam kasus pembubaran paksa diskusi di Kemang.

ANTARA FOTO/Reno Esnir
Satu dari dua tersangka kasus pembubaran paksa diskusi (kanan) berjalan usai konferensi pers yang digelar Polda Metro Jaya di Jakarta, Ahad (29/9/2024). Polda Metro Jaya telah menangkap lima orang dan telah menetapkan dua tersangka terkait kasus pembubaran paksa acara diskusi Silaturahmi Kebangsaan Diaspora Bersama Tokoh dan Aktivis Nasional yang digelar Forum Tanah Air (FTA) di Kemang, Jakarta Selatan pada Sabtu (29/9/2024).
Rep: Bambang Noroyono Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — PDI Perjuangan mengutuk aksi barbar penyerangan sekelompok preman dalam acara dan diskusi Silaturahmi kebangsaan Diaspora Bersama Tokoh dan Aktivis Nasional di Kemang, Jakarta Selatan (Jaksel), Sabtu (28/9/2024). PDI Perjuangan juga menyayangkan sikap lemah aparat keamanan dari kepolisian, yang membiarkan aksi-aksi kelompok preman tersebut, saat memaksa pembubaran diskusi gelaran Forum Tanah Air (FTA) itu.

Juru Bicara PDI Perjuangan Cyril Raoul Hakim mengatakan, forum diskusi adalah sarana para warga negara untuk menyampaikan ide dan gagasan. Dan sarana diskusi tersebut, merupakan bagian dari hak dalam menyampaikan segala pendapat, maupun kritik. Bahkan jika diskusi tersebut membahas tentang pemimpin, maupun pemerintahan.

Namun sarana tersebut, kata Chico diberangus dengan cara-cara preman yang tak mencerminkan peradaban bernegara yang maju, dan demokratis. “Kami (PDI Perjuangan) sangat menyangkan, dan mengecam keras terjadinya aksi premanisme brutal yang mencoba mematikan ide dan gagasan yang akan dibahas dalam diskusi tersebut,” begitu kata Chico melalui pesan singkat kepada Republika, Senin (30/9/2024).

Chico mengaku menyayangkan, sikap pihak keamanan dan kepolisian yang membiarkan aksi-aksi premanisme tersebut terjadi sehingga membubarkan gelaran diskusi tersebut. “Kami juga menyesalkan aparat kepolisian yang diam, dan tidak bertindak sama sekali pada saat peristiwa premanisme brutal itu terjadi,” kata Chico.

Bahkan Chico menduga, ketika pembubaran paksa diskusi tersebut dilakukan para preman, aparat keamanan berseragam kepolisian seperti membiarkan.

Baca Juga


“Kami mendorong dan mendesak agar aparat keamanan untuk melaksanakan tugas-tugasnya, dan fungsi-fungsinya sebagai penjamin keamanan bagi semua warga negara yang sedang menjalankan hak-hak konstitusionalnya.  Sehingga kejadian seperti itu, tidak kembali terulang,” ujar Chico.

Pada Sabtu (28/9/2024) gelaran diskusi yang diadakan oleh Forum tanah Air di Hotel Grand Kemang, Jaksel, dibubarkan paksa oleh para preman yang mengatasnamakan Forum Cinta Tanah Air.

Dalam acara diskusi tersebut, dihadiri oleh sejumlah tokoh politik nasional, aktivis, dan beberapa purnawirawan TNI. Seperti Refy Harun, Sunarko, Din Syamsudin, Marwan Batubara, Rizal Fadhilah, dan yang lain. Para peserta diskusi tersebut, pun dihadiri oleh kalangan pegiat perempuan, pendakwaah, pun juga ibu-ibu biasa.

Akan tetapi, acara tersebut berujung pada masuknya sekelompok preman dengan pakaian bebas dan bermasker, mengacak-acak lokasi diskusi. Dari beberapa tayangan video yang beredar di media sosial (medsos) sekelompok preman tersebut mengintimidasi para peserta diskusi, dan merobek-robek baliho, serta spanduk di podium diskusi.

Kepolisian berseragam yang berada di lokasi, tak melakukan apapun pada saat sekelompok preman itu mengacak-acak arena diskusi. Meskipun tetap menggiring paksa para preman untuk keluar ke area hotel, tetapi kepolisian tak ada melakukan penangkapan. Reaksi keras para dari banyak pihak atas kejadian tersebut, baru mendesak Polri untuk menangkap para preman itu pada Ahad (29/9/2024).

Polda Metro Jaya, menangkap lima orang, dan menetapkan dua di antaranya sebagai tersangka. Di antaranya, adalah FEK, GW, JJ, LW, dan MD.
FEK selaku koordinator kerusahan telah ditetapkan sebagai tersangka.  Begitupun dengan GW, yang merupakan pelaku lapangan pembuat kerusuhan.

Kedua tersangka itu dijerat dengan sangkaan Pasal 170 juncto Pasal 351 KUH Pidana, dan Pasal 406 KUH Pidana. Sangkaan tersebut terkait dengan penganiayaan, dan pengrusakan.

Wakapolda Metro Jaya Brigadir Jenderal (Brigjen) Djati Wiyoto mengatakan, dari keterangan lima yang ditangkap, dan dua yang sudah dijadikan tersangka, aksi premanisme pembubaran diskusi tersebut, karena alasan sepihak.

“Alasan perbuatan kelompok itu, bahwa diskusi tersebut tidak ada izin. Dan menganggap bahwa diskusi tersebut memecah belah persatuan dan kesatuan,” begitu kata Brigjen Djati.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler