KPK Panggil Dua Mantan Dirjen Bea Cukai Terkait Kasus Dugaan Korupsi

Konstruksi perkara tersebut berawal pada November 2012.

Petugas patroli laut bea dan cukai berada di atas kapal patroli jenis Fast Patrol Boat (FPB) di Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (15/4).
Red: Mas Alamil Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua mantan direktur jenderal (dirjen) Bea Cukai sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi. Kasus tersebut terkait pengadaan 16 unit kapal patroli cepat (fast patrol boat/FCB) pada Direktorat Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai pada tahun anggaran 2013—2015.

Baca Juga


"Pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4 atas nama HP dan AK," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (1/10/2024).

Menurut informasi yang dihimpun, kedua eks dirjen Bea Cukai tersebut adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai 2011—2015 Agung Kuswandono dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai 2015 Heru Pambudi. Meski demikian, KPK belum memberikan penjelasan lebih lanjut soal materi apa saja yang akan didalami dalam pemeriksaan tersebut.

Konstruksi perkara tersebut berawal pada November 2012. Saat itu Sekretaris Jenderal Ditjen Bea dan Cukai mengajukan permohonan persetujuan kontrak tahun jamak kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan untuk pengadaan 16 kapal patroli cepat, yaitu FPB 28 meter, 38 meter, dan 60 meter. Setelah pengumuman lelang, pihak PPK menandatangani kontrak untuk konsultan perencana, konsultan pengawas, dan pembangunan kapal patroli cepat dengan nilai total Rp 1,12 triliun.

Dalam pelaksanaan pengadaan, diduga telah terjadi sejumlah perbuatan melawan hukum pada pengadaan hingga pelaksanaan pekerjaan. Setelah uji coba kecepatan 16 kapal patroli cepat tersebut, tidak dapat mencapai kecepatan sesuai dengan ketentuan dan tidak memenuhi sertifikasi dual class seperti yang dipersyaratkan di kontrak.

Meskipun saat uji coba kecepatan 16 kapal tersebut tidak memenuhi syarat, pihak Ditjen Bea dan Cukai tetap menerima dan menindaklanjuti dengan pembayaran. Diduga kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dari pengadaan 16 kapal patroli cepat ini sekitar Rp 117,7 miliar.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler