Ekonom Ungkap Kebijakan Pemerintah Bikin Daya Beli Melemah hingga Terjadi Deflasi
Kebijakan pemerintah menaikkan harga Pertalite pada 2022 dinilai menggerus daya beli.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyoroti deflasi lima bulan berturut-turut. Huda menilai kondisi deflasi berbeda dengan deflasi pada masa sebelumnya.
"Saya mencatat, kondisi deflasi saat ini memang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor domestik," ujar Huda saat dihubungi Republika di Jakarta, Kamis (3/10/2024).
Sedangkan pada 2008-2009, lanjut Huda, deflasi dalam beberapa bulan berturut-turut terjadi akibat faktor krisis global menyebabkan deflasi terjadi beberapa bulan berturut-turut. Sementara pada masa pandemi Covid-19 juga akibat adanya faktor kejadian luar biasa yang menyebabkan permintaan melemah.
"Saat ini, faktor deflasi banyak disebabkan oleh pelemahan daya beli yang disebabkan kebijakan pemerintah yang kurang tepat," ucap Huda.
Huda melihat kondisi harga komoditas saat ini masih relatif baik meskipun terjadi penurunan. Huda menilai dampak pandemi juga sudah kian mengikis dengan kembali dibukanya perdagangan global.
Huda menilai kebijakan pemerintah menjadi penyebab utama di balik menurunnya daya beli yang berdampak pada deflasi beruntun. Huda menyampaikan kebijakan pemerintahan yang menaikkan harga Pertalite pada 2022 terbukti menggerus daya beli.
"Selain itu, kondisi pelemahan daya beli kelas menengah juga disebabkan faktor pelemahan industri dan investasi yang seret," lanjut Huda.
Pemerintah, menurut Huda, harus pintar membuat kebijakan yang cenderung mempunyai dampak negatif terhadap konsumsi rumah tangga. Huda menyebut pemerintah harus lebih cermat dalam menelurkan kebijakan yang memiliki implikasi dalam menggenjot konsumsi masyarakat.
"Rencana kenaikan tarif PPN tahun depan bisa dibatalkan. Pembatasan Pertalite harus dilakukan secara matang dengan melihat unsur keadilan bagi penerima subsidi," kata Huda.