Indef: Penguatan Industri Halal Bisa Jadi Solusi atasi Middle Income Trap
Ada tiga strategi utama agar sebuah negara dapat keluar dari middle income trap.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penasehat Center for Sharia Economic Development (CSED) Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Hakam Naja mengatakan ekonomi syariah dapat menjadi motor utama dalam perekonomian nasional. Hakam menyampaikan ekonomi syariah memiliki potensi ekonomi sangat besar yang belum dioptimalkan Indonesia.
"Dua miliar penduduk Muslim dunia diproyeksikan mengeluarkan konsumsi (untuk ekonomi syariah) hingga tiga triliun dolar AS. Ini tiga kali lipat PDB Indonesia yang sebesar satu triliun dolar AS," ujar Hakam dalam diskusi publik Indef bertajuk 'Penguatan Ekosistem Halal yntuk Masa Depan Ekonomi dan Keuangan Syariah' di Jakarta, Jumat (4/10/2024).
Berdasarkan data State of Global Islamic Economy pada 2023-2024, produsen terbesar industri makanan dan minuman halal justru negara-negara yang mayoritas penduduknya non-Muslim, seperti Brasil, India, Rusia, Amerika Serikat, dan China. Hakam menyebut Indonesia masih sebatas menjadi konsumen dalam ekonomi syariah global.
"Kita selama ini agak lalai dan tidak sadar mengambil peran itu, sementara negara-negara di luar OKI (organisasi kerja sama Islam) justru menjadi produsen terbesar industri halal dunia," ucap Hakam.
Hakam menyampaikan industri halal punya potensi besar dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan mengeluarkan Indonesia dari middle income trap atau perangkap negara berpendapatan menengah. Hakam menyampaikan Bank Dunia memberikan tiga strategi utama bagi negara untuk keluar dari perangka tersebut yakni melalui peningkatan investasi, penciptaan nilai tambah, dan inovasi.
"Inovasi ini penting. Pemerintah bisa mensinergikannya dengan inovasi pada enam sektor utama di industri halal yakni bidang keuangan, makanan dan minuman, pariwisata, fashion, media dan hiburan, obat dan kosmetik," lanjut Hakam.
Kendati begitu, Hakam menilai Indonesia tidak bisa sendirian dalam meningkatkan penetrasi produk halal ke kancah global. Hakam menilai Indonesia perlu membangun ekosistem syariah dengan Malaysia, Brunei, maupun negara-negara anggota OKI.
"Dari enam sektor ini ini perlu kolaborasi dan memetakan yang menjadi kekuatan masing-masing negara. Saya melihat Indonesia bisa fokus pada empat sektor saja yakni keuangan, makanan dan minuman, pariwisata, serta dan fashion," sambung Hakam.
Hakam menyampaikan penguatan industri fashion halal juga dapat menggeliatkan industri tekstil yang tengah anjlok dalam beberapa tahun terakhir. Melalui fashion halal, lanjut Hamka, Indonesia bisa kembali membangkitkan industri tekstil dan juga mendorong pertumbuhan sektor ekonomi kreatif.
Hakam mengatakan Indonesia mengalami deindustrialisasi sejak 2022 yang mana kontribusi sektor manufaktur menurun dari 32 persen pada 2022 menjadi 19 persen pada 2024. Hal ini merupakan peringatan terjadinya penurunan sektor manufaktur terhadap PDB.
"Ini mesti dibangkitkan bagaimana situasi krisis ini bisa menjadi peluang. Penguatan industri halal juga bisa membantu pemerintahan Prabowo dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi delapan persen ke depan," kata Hakam.