Menjaga Memori Bangsa Melalui Warisan Audiovisual Indonesia

Rekaman film, televisi, radio, dan digital saksi bisu perkembangan zaman.

Dok Pribadi
Fajar Syuderajat, Penulis Skenario; Dosen TV dan Film; Fikom Unpad
Red: Karta Raharja Ucu

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fajar Syuderajat, Penulis Skenario; Dosen TV dan Film; Fikom Unpad
 
Tanggal 27 Oktober diperingati sebagai “Hari Warisan Audiovisual Sedunia” atau World Day for Audiovisual Heritage, sebuah inisiatif yang digagas oleh UNESCO untuk meningkatkan kesadaran dunia akan pentingnya pelestarian media audiovisual. Di balik film-film klasik, rekaman suara, dan dokumentasi video yang kita nikmati, tersimpan sejarah dan budaya bangsa yang menjadi identitas pembuatnya. Tanpa upaya serius untuk melestarikan, kita bisa kehilangan sebagian besar dari narasi bangsa yang terekam dalam medium ini.


Warisan audiovisual memiliki peran yang tidak bisa diabaikan. Rekaman film, program televisi, siaran radio, hingga rekaman digital menjadi saksi bisu perkembangan zaman. Ia memiliki nilai sejarah tetapi juga merupakan jendela yang memaparkan perkembangan sosial, politik, dan budaya suatu bangsa.

Potret Indonesia yang terekam dalam format audiovisual, dihadapkan pada tantangan besar untuk menjaga warisan tersebut agar tetap lestari. Meski telah ada langkah-langkah dari pemerintah dan beberapa lembaga, kesadaran terhadap pentingnya menjaga warisan audiovisual masih jauh dari memadai.

Lembaga seperti Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan Sinematek Indonesia telah berupaya menjaga dan merestorasi beberapa karya audiovisual. Sebagai lembaga arsip film pertama di Asia Tenggara, Sinematek menyimpan ratusan film Indonesia yang menjadi saksi perkembangan perfilman nasional. Meski demikian, keterbatasan dana dan teknologi menjadi penghambat utama dalam menjaga koleksi arsip mereka secara lengkap.

Sebagian besar film yang diproduksi di Indonesia pada era 1950-an hingga 1980-an berada dalam kondisi yang rentan rusak, bahkan beberapa telah hilang. Film seperti “Lewat Djam Malam” (1954), misalnya, baru dapat direstorasi dengan bantuan World Cinema Foundation setelah lebih dari setengah abad dalam kondisi yang buruk. Hal ini menunjukkan betapa krusialnya restorasi dan pelestarian arsip untuk memastikan bahwa karya-karya ini bisa dinikmati generasi mendatang.

Mirisnya Kondisi Film Pertama Indonesia

Salah satu contoh nyata adalah film pertama Indonesia, “Loetoeng Kasaroeng”, yang diproduksi di Bandung pada 1926. Film ini adalah tonggak sejarah dalam perfilman Indonesia dan menjadi bukti awal perkembangan industri film di Tanah Air.

Namun, nasib film ini sangat menyedihkan. Arsip film *Loetoeng Kasaroeng* sudah tidak diketahui keberadaannya, dan salinan fisiknya hilang ditelan zaman. Kondisi ini memperlihatkan betapa lemahnya sistem pelestarian arsip film di Indonesia pada masa itu, dan dampaknya masih dirasakan hingga hari ini.

Kehilangan “Loetoeng Kasaroeng” tidak hanya berarti hilangnya rekaman film secara fisik, tetapi juga hilangnya bagian penting dari tonggak sejarah seni dan budaya Indonesia. Film ini bukan sekadar hiburan, melainkan cerminan dari tradisi dan kisah rakyat yang menjadi bagian dari identitas bangsa. Ketidakpedulian pada pelestarian karya ini menandai salah satu kelemahan serius dalam menjaga aset budaya bangsa.

Tantangan dan Potensi

Tantangan pelestarian warisan audiovisual di Indonesia sangat kompleks. Salah satu hambatan terbesar adalah “kurangnya dana”. Proses restorasi dan digitalisasi arsip audiovisual membutuhkan biaya besar, terutama untuk peralatan teknis yang canggih dan tenaga ahli yang berpengalaman.

Selain itu, penyimpanan fisik untuk arsip-arsip ini juga menjadi masalah serius. Arsip audiovisual, terutama film-film lama, memerlukan penyimpanan di lingkungan dengan pengaturan suhu dan kelembaban yang ketat untuk mencegah kerusakan. Sayangnya, fasilitas seperti ini belum banyak tersedia di Indonesia.

Selain masalah infrastruktur, “kesadaran masyarakat dan pemerintah” tentang pentingnya pelestarian warisan audiovisual juga masih rendah. Banyak yang belum menyadari bahwa arsip audiovisual memiliki nilai yang setara dengan dokumen-dokumen tertulis seperti naskah kuno atau arsip sejarah lainnya.

Rekaman siaran televisi tentang Proklamasi Kemerdekaan, film dokumenter perjuangan bangsa, atau rekaman kesenian tradisional adalah sumber sejarah yang sangat berharga. Namun, jika tidak dirawat dengan baik, semua ini bisa hilang.

Teknologi yang cepat berubah juga menjadi tantangan tersendiri. Banyak arsip audiovisual yang disimpan dalam format lama, seperti kaset video Betamax, VHS, atau film seluloid, sudah tidak kompatibel dengan teknologi pemutaran yang ada saat ini. Tanpa segera melakukan digitalisasi, kita akan kehilangan akses terhadap banyak karya yang tersimpan dalam format-format tersebut.

Digitalisasi arsip audiovisual adalah salah satu cara efektif untuk menyelamatkan warisan ini. Dengan semakin canggihnya teknologi, arsip-arsip lama yang berbentuk analog dapat diubah menjadi format digital yang lebih tahan lama dan mudah diakses. Sayangnya, upaya ini masih terhambat oleh keterbatasan infrastruktur, keterampilan teknis, serta pendanaan.

Warisan audiovisual, termasuk film, rekaman suara, dan program televisi, tidak hanya penting sebagai dokumentasi sejarah, tetapi juga sebagai bagian dari identitas budaya nasional. Arsip ini mencerminkan perkembangan sosial, politik, dan budaya yang terjadi di Indonesia. Film-film klasik seperti “Tiga Dara” (1956) dan “Badai Pasti Berlalu” (1977) bukan hanya karya seni, tetapi juga cermin dari zaman yang berbeda.

Selain itu, warisan audiovisual juga berfungsi sebagai media edukasi dan inspirasi bagi generasi muda. Film dan rekaman lama bisa menjadi alat pembelajaran yang efektif untuk memahami sejarah dan budaya bangsa. Misalnya, siswa bisa melihat langsung peristiwa bersejarah melalui rekaman dokumenter atau memahami perubahan sosial melalui film-film dari berbagai era.

Lebih jauh lagi, pelestarian warisan audiovisual bisa mendukung ekonomi kreatif. Arsip audiovisual yang telah didigitalkan bisa dijadikan bahan untuk pembuatan karya baru, seperti remake film, pertunjukan teater, atau bahkan konten kreatif di media sosial. Dengan begitu, warisan ini tidak hanya dilestarikan tetapi juga diberdayakan untuk menciptakan nilai ekonomi baru.

Membangun Kesadaran: Langkah-Langkah Konkret

Untuk mengatasi masalah ini, kesadaran publik dan pemerintah harus ditingkatkan. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah meluncurkan kampanye nasional untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya pelestarian arsip audiovisual. Kampanye ini bisa dilakukan melalui media sosial, televisi, radio, hingga penyelenggaraan acara-acara publik seperti pameran dan diskusi yang menyoroti pentingnya pelestarian arsip.

Selain itu, digitalisasi arsip secara masif harus menjadi prioritas. Pemerintah melalui Arsip Nasional atau Sinematek Indonesia bisa mengalokasikan dana khusus untuk proyek digitalisasi ini. Digitalisasi adalah cara paling efektif untuk menyelamatkan arsip audiovisual dari kerusakan permanen dan memastikan bahwa rekaman-rekaman berharga ini bisa diakses oleh generasi mendatang.

Penguatan infrastruktur penyimpanan juga sangat penting. Pemerintah perlu membangun fasilitas penyimpanan arsip yang memenuhi standar internasional. Fasilitas ini harus mampu menjaga suhu dan kelembaban yang stabil, serta dilengkapi dengan teknologi yang memadai untuk menyimpan dan mengolah arsip audiovisual.

Kolaborasi dengan lembaga nasional maupun internasional seperti UNESCO dan World Cinema Project juga bisa menjadi solusi dalam menghadapi tantangan pelestarian ini. Kerjasama seperti ini perlu terus ditingkatkan, baik dalam hal restorasi maupun pelatihan bagi tenaga ahli di Indonesia. Dalam konteks nasional bisa diusahakan melakukan penggalangan dana atau crowd funding untuk menambah gairah restorasi digital yang memakan biaya tinggi.

Tak kalah pentingnya juga yaitu, inklusi dalam pendidikan. Pentingnya pelestarian warisan audiovisual harus diajarkan di sekolah-sekolah dan universitas. Dengan memasukkan materi pelestarian budaya dalam kurikulum, generasi muda akan lebih memahami pentingnya menjaga warisan sejarah yang tak ternilai ini.

Belajar dari Perpustakaan Leiden

Perbandingan antara kondisi arsip audiovisual di Indonesia dengan Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda, menunjukkan perbedaan yang mencolok dalam hal pelestarian. Perpustakaan Leiden memiliki sistem pengarsipan yang sangat terorganisir dan lengkap, bahkan menyimpan banyak arsip terkait sejarah Indonesia.

Ironisnya, banyak arsip penting tentang Indonesia justru lebih terawat di Belanda dibandingkan di negeri sendiri. Perpustakaan Leiden menjadi contoh betapa pentingnya pengelolaan arsip yang baik. Koleksi yang tersimpan di Leiden mencakup dokumen sejarah, rekaman audio, hingga filmfilm lama yang sebagian besar berkaitan dengan masa kolonial.

Sistem yang mereka miliki tidak hanya fokus pada penyimpanan, tetapi juga aksesibilitas. Arsip yang sudah didigitalkan bisa diakses oleh siapa saja melalui platform online, sesuatu yang masih jarang dilakukan di Indonesia.

Penutup: Investasi Masa Depan
Pemerintah perlu mengadakan peraturan yang spesifik tentang warisan budaya audiovisual. Sementara ini, baru ada Permen 106 Tahun 2013 tentang Warisan Budaya Takbenda Indonesia. Pada Bab II, Pasal 3, disebutkan kategori Warisan Budaya Takbenda Indonesia terdiri atas: a. tradisi dan ekspresi lisan; b. seni pertunjukan; c. adat-istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan-perayaan; d. pengetahuan dan kebiasaan perilaku mengenai alam dan semesta; dan/atau e. keterampilan dan kemahiran kerajinan tradisional.  

Mengutip dari buku “Cinema and Society: Nowdays Reflection of Audio Visual Hegemony,” (2020). Kitri Kulhari menyatakan,” Cinema is a reflection of society and, in most cases, has the ability to be a mirror and not just show the problems but also give solutions and help them reach a large number of people through faces and voices that matter.”

Pelestarian warisan audiovisual di Indonesia adalah investasi penting untuk masa depan. Dengan menjaga rekaman sejarah, kita tidak hanya melindungi bagian penting dari identitas budaya kita, tetapi juga memberi inspirasi, vitamin resiliensi dan pembelajaran bagi generasi mendatang.

Sudah saatnya pemerintah dan masyarakat luas lebih serius dalam upaya pelestarian ini, agar memori bangsa yang terekam dalam suara dan gambar tetap hidup dan bermanfaat di masa depan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler