Mengenal Doom Spending, Fenomena Belanja Berlebihan Ketika Stres dan Cemas

Doom spending mungkin memberikan kebahagiaan sementara.

Republika/Mardiah
Seorang wanita berbelanja berlabihan atau doom spending (ilustrasi). Doom spending merupakan perilaku konsumsi berlebihan yang dipicu kecemasan atau stres berlebihan mengenai masa depan.
Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam era modern yang penuh tantangan, baik dari segi ekonomi, kesehatan, maupun sosial, sebuah fenomena belanja berlebihan yang dikenal dengan istilah doom spending semakin marak terjadi. Fenomena ini merupakan perilaku konsumsi berlebihan yang dipicu oleh kecemasan, ketidakpastian, atau stres yang berlebihan mengenai masa depan.

Baca Juga


Masyarakat cenderung mencari pelarian melalui pembelanjaan, dengan harapan meraih kebahagiaan instan atau setidaknya mengalihkan perhatian dari permasalahan yang ada. Apa dampak doom spending?

Dampak Doom Spending

Dampak dari doom spending tidak dapat dipandang sebelah mata. Secara finansial, perilaku ini dapat mengakibatkan kebangkrutan individu atau keluarga, khususnya jika belanja dilakukan dengan memanfaatkan kredit atau utang. Pengeluaran yang tidak terkontrol berpotensi menimbulkan tumpukan utang yang sulit untuk dilunasi, menambah beban psikologis bagi individu.

Selain itu, dari segi psikologis, meskipun pada awalnya belanja berlebihan mungkin memberikan kebahagiaan sementara, hal ini pada akhirnya dapat menimbulkan rasa penyesalan dan kecemasan yang lebih besar ketika menyadari konsekuensi finansial yang harus ditanggung. Siklus ini dapat berlanjut tanpa disadari, memperparah kondisi mental dan emosional individu.

Pada tingkat makro, apabila doom spending terjadi secara masif, hal ini bisa memicu ketidakstabilan ekonomi. Meski dalam jangka pendek konsumsi masyarakat meningkat, namun dalam jangka panjang dampak buruk dari utang dan kebangkrutan bisa menahan laju pertumbuhan ekonomi.

Cara Mengatasi Doom Spending

Mengatasi fenomena doom spending memerlukan pendekatan holistik yang mencakup aspek finansial, psikologis, dan sosial. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat dilakukan:

1. Kesadaran diri dan edukasi keuangan

Langkah pertama adalah meningkatkan kesadaran diri akan perilaku belanja dan dampaknya. Mengedukasi diri mengenai manajemen keuangan dasar dapat membantu individu memahami pentingnya anggaran dan menabung.

2. Pengelolaan stres dan emosi

Mengidentifikasi pemicu emosional yang membuat individu terjerumus ke dalam perilaku doom spending adalah langkah penting. Teknik pengelolaan stres seperti meditasi, terapi psikologis, atau hobi yang menyalurkan energi positif dapat menjadi alternatif untuk mengalihkan kecemasan.

3. Pengendalian diri dan rencana belanja

Membuat rencana belanja dan berkomitmen terhadap anggaran yang telah ditetapkan membantu mencegah pengeluaran impulsif. Disiplin dalam mengikuti rencana ini adalah kunci keberhasilan.

4. Dukungan sosial

Memiliki lingkungan sosial yang mendukung dan memahami bisa memberikan motivasi kuat untuk mengatasi perilaku tersebut. Diskusi terbuka mengenai masalah finansial bersama keluarga atau teman bisa menjadi langkah positif menuju perubahan.

5. Memanfaatkan teknologi

Penggunaan aplikasi keuangan yang dapat melacak pengeluaran dan memberikan peringatan saat mendekati batas anggaran bisa menjadi alat bantu yang efektif.

Fenomena doom spending adalah cerminan dari tantangan emosional dan finansial di era modern. Dengan strategi yang tepat dan kesadaran untuk memperbaiki perilaku konsumtif, dampak negatif dari doom spending bisa dikendalikan, memberikan ruang bagi kehidupan yang lebih stabil dan berkelanjutan.

*Artikel ini dibuat oleh AI dan telah diverifikasi tim Redaksi

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler