Preman yang Jadi Aktor Pungli di Pasar Tumpah Jalan Merdeka Kota Bogor Diringkus
Pedagang diancam dibacok jika tak menyerahkan uang setoran pungli setiap harinya.
REPUBLIKA.CO.ID, KOTA BOGOR -- Polresta Bogor Kota, Polda Jawa Barat, berhasil membekuk pria berinisial J (28 tahun), yang merupakan aktor utama aksi premanisme dan pungutan liar (pungli) yang selama ini terjadi di pasar Tumpah Jalan Merdeka, Kelurahan Ciwaringin. Kapolresta Bogor Kota Kombes Pol Bismo Teguh Prakoso dalam konferensi pers di Kota Bogor, Senin, mengungkapkan pelaku telah melakukan kegiatannya sejak 2020 bersama komplotannya.
Bismo menyebutkan, ada sekitar 100 pedagang yang setiap hari dimintai uang kutipan untuk lampu sebesar Rp5 ribu dan uang keamanan sebesar Rp10 ribu. Pungli itu dilakukan J pada malam hari, ba’da Subuh, hingga pagi hari.
“Peran J ini aktor sentral dari pelaku premanisme yang ada di pasar tumpah Jalan Merdeka. Dia menerima uang dari pelaku lain dan menghadang apabila ada warga atau pedagang yang menolak,” ujar Bismo, Senin (7/10/2024).
Bismo mengatakan, saat penangkapan polisi menggeledah pelaku, dan mendapati sebilah senjata tajam berupa golok dan selongsong peluru. Kedua alat ini digunakan oleh pelaku dalam aksi premanisme.
“Andaikan tidak memberikan sejumlah uang, maka ditakut-takuti, diteror akan dibacok dan lain sebagainya,” ucapnya.
Sebelum melakukan aksi pungli, kata Bismo, pada 2020 pelaku awalnya memiliki misi untuk membantu pedagang. Namun dalam perjalanannya, pelaku malah melakukan penyimpangan dengan meminta sejumlah uang yang memberatkan para pedagang.
Di samping itu, kata dia, pelaku juga merupakan residivis kasus narkoba pada 2023 atas kepemilikan sabu-sabu, dengan ancaman hukuman penjara di Lapas Paledang selama delapan bulan. Saat ditangkap aparat Polresta Bogor Kota pada Ahad (6/10/2024) malam, dari hasil tes urine, pelaku dinyatakan positif metamfetamin atau sabu-sabu.
“Tentunya kita melakukan penangkapan segera. Kita menangkap beserta barang buktinya, dan dilakukan penahanan. Kita jerat pelaku dengan Pasal 2 ayat (1) UU RI nomor 12 tahun 1952, dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara,” kata Bismo.