Maarten Paes: Nenek Saya Selalu Mengajari Saya Budaya Indonesia

Nenek Maarten Paes, Nel Appels-van Heyst, gembira dengan keputusan cucunya jadi WNI.

Republika/Thoudy Badai
Penjaga gawang Timnas Indonesia Maarten Paes
Red: Israr Itah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kiper timnas Indonesia Maarten Paes menceritakan bahwa neneknya berperan penting dalam mengenalkan budaya Indonesia kepadanya. Neneknya yang lahir pada 20 Maret 1940 di Pare, Kediri, Jawa Timur, banyak mengajarkannya tentang budaya Indonesia sebelum ia sah menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) pada akhir April lalu.

Baca Juga


"Hubungan dengan Indonesia datang melalui nenek saya. Dia adalah orang yang sangat spesial dalam hidup saya. Kakek dan nenek saya adalah orang tua baptis saya," jelas Maarten saat membahas asal usulnya di Indonesia dalam wawancara eksklusif dengan FIFA, dikutip Selasa (8/10/2024).

“Nenek saya selalu mengajari saya tentang budaya Indonesia. Saya tahu selama beberapa tahun saya memenuhi syarat untuk bermain di tim nasional Indonesia,” tambahnya.

Kiper 26 tahun itu lalu menceritakan kesedihannya setelah neneknya, Nel Appels-van Heyst, tak bisa melihatnya mengenakan seragam Merah Putih. Maarten bercerita bahwa neneknya meninggal pada awal tahun ini karena kondisi kesehatannya yang menurun drastis saat ia mulai dihubungi PSSI pada akhir tahun lalu.

Ketika kabar tawaran menjadi WNI datang, itu membuat neneknya tersenyum untuk terakhir kalinya. “Itu salah satu kenangan terakhir kami bersama. Pada akhirnya, itu adalah keputusan yang mudah. Dia meninggal awal tahun ini sehingga dia tidak bisa melihat debut saya,” kata kiper kelahiran Nijmegen itu.

Kini, Maarten telah memiliki dua caps bersama tim Garuda dengan penampilan mengesankan. Ia banyak melakukan penyelamatan gemilang, satu di antaranya adalah menepis tendangan penalti melawan Arab Saudi. Dua laga itu, kata Maarten, dilalui dengan tanpa adanya hambatan berarti.

Ia hanya menyebut waktu terbang dari Amerika Serikat, negara tempat ia berkarier bersama FC Dallas, dan juga perbedaan waktu menjadi hambatan adaptasinya selama ini. Namun, ia mengatakan dalam beberapa bulan ke depan semuanya akan berjalan mudah.

“Saya pikir tantangan terbesar bagi saya adalah waktu terbang dan beradaptasi dengan perbedaan waktu. Dalam dua hari, terkadang Anda harus langsung bermain. Itu tantangan besar. Tapi untungnya, saya sudah siap untuk itu," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler