TikTok Dilaporkan Tahu Dampak Buruk Aplikasinya Bagi Mental Remaja

Lebih dari 12 negara bagian AS dikabarkan menggugat TikTok.

AP Photo/Kiichiro Sato
Logo TikTok (ilustrasi). Para eksekutif dan karyawan TikTok dilaporkan sangat menyadari bahwa fitur-fitur di aplikasinya mendorong penggunaan kompulsif, serta dampak negatif terhadap kesehatan mental.
Rep: Gumanti Awaliyah Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Para eksekutif dan karyawan TikTok dilaporkan sangat menyadari bahwa fitur-fitur di aplikasinya mendorong penggunaan yang kompulsif, serta dampak negatif terhadap kesehatan mental. Hal ini merujuk dokumen dari gugatan yang diajukan oleh Kantor Kejaksaan Agung Kentucky, sebagaimana dipublikasikan oleh Kentucky Public Radio.

Baca Juga


Lebih dari 12 negara bagian AS dikabarkan menggugat TikTok baru-baru ini, menuduh platform tersebut secara keliru mengeklaim bahwa aplikasi ini aman untuk remaja. Jaksa Agung Kentucky, Russell Coleman, menegaskan bahwa TikTok secara khusus dirancang sebagai mesin kecanduan, yang menargetkan anak-anak yang masih dalam proses mengembangkan pengendalian diri yang tepat.

Berdasarkan dokumen yang didapat Kentucky Public Radio, TikTok telah melakukan penelitian internal yang menemukan bahwa penggunaan kompulsif berkorelasi dengan sejumlah dampak kesehatan mental. Seperti penurunan kemampuan analitis, pembentukan memori, pemikiran kontekstual, kedalaman percakapan, empati, dan peningkatan kecemasan.

“Para eksekutif TikTok juga mengetahui bahwa penggunaan kompulsif dapat mengganggu tidur, tanggung jawab pekerjaan dan sekolah, dan bahkan hubungan dengan orang-orang terdekat,” demikian menurut laporan tersebut, dilansir Engadget, Senin (14/10/2024).

Mereka juga dilaporkan mengetahui bahwa alat manajemen waktu di TikTok hampir tidak efektif mencegah penggunaan secara berlebih. Meskipun alat ini menetapkan batas default untuk penggunaan aplikasi hingga 60 menit sehari, para remaja masih menghabiskan 107 menit di aplikasi bahkan ketika alat ini diaktifkan.

Kontrol screen time...lanjutkan membaca>>

 

 

Berdasarkan dokumen internal TikTok, mereka juga mengetahui bahwa alat manajemen waktu ini tidak akan efektif. Salah satu dokumen menyatakan remaja tidak memiliki fungsi eksekutif untuk mengontrol screen time mereka, sementara orang dewasa muda memilikinya.

Selain itu, TikTok dilaporkan mengetahui bahwa keberadaan filter bubble dan memahami bagaimana hal tersebut berpotensi berbahaya. Menurut dokumen tersebut, para karyawan melakukan studi internal, di mana mereka mendapati diri mereka terjebak dalam filter bubble negatif setelah mengikuti akun-akun tertentu, seperti akun-akun yang berfokus pada konten yang menyakitkan (painhub) dan menyedihkan (sadnotes).

“Perusahaan juga menyadari adanya konten dan akun yang mempromosikan thinspiration, yang dikaitkan dengan pola makan yang tidak teratur karena cara kerja algoritme TikTok, para periset internal mereka menemukan bahwa pengguna ditempatkan dalam ‘filter bubble’ setelah 30 menit penggunaan dalam terus menerus,” ungkap laporan Kentucky.

Juru bicara TikTok, Alex Haurek, membela perusahaannya dan mengatakan kepada organisasi tersebut bahwa pengaduan Kejaksaan Tinggi Kentucky memilih kutipan yang menyesatkan dan mengambil dokumen lama di luar konteks untuk menyalahartikan komitmen perusahaan terhadap keselamatan masyarakat. “TikTok memiliki pengamanan yang kuat, termasuk secara proaktif menghapus pengguna yang dicurigai di bawah umur. Perusahaan juga telah secara sukarela meluncurkan fitur-fitur keamanan seperti batas waktu layar default, family pairing, dan privasi secara default untuk anak di bawah umur 16 tahun,” kata Haurek.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler