Peneliti BRIN Ungkap Potensi Masjid Sebagai Agen Pengelolaan Lingkungan
Ada tiga pilar utama dalam penerapan masjid ramah lingkungan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Riset Agama dan Kepercayaan Badan Riset dan Inovasi Lingkungan (BRIN) Prof Kustini mengungkapkan potensi masjid sebagai agen pengelolaan lingkungan dalam mewujudkan lingkungan yang lebih hijau.
"Selain berfungsi sebagai tempat ibadah, masjid juga berfungsi sebagai pusat kegiatan sosial dan keagamaan. Namun satu peran penting yang masih kurang dimanfaatkan adalah potensi masjid sebagai agen pengelolaan lingkungan," katanya dalam diskusi yang diikuti secara daring di Jakarta, Selasa (15/10/2024).
Kustini menilai masjid merupakan identitas sosial utama dalam masyarakat Indonesia khususnya sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim, sehingga berbagai upaya sosial bisa dilakukan dengan mengawali di masjid, tak terkecuali di bidang lingkungan.
Data Kementerian Agama (Kemenag) RI mengungkapkan terdapat sekitar 660.290 masjid/mushala di Indonesia pada 2023, di mana jumlah tersebut merupakan masjid/mushala yang mendaftarkan dirinya di Sistem Informasi Masjid (Simas) Kemenag. "Sedangkan Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla memprakirakan kini terdapat sekitar 800.000 masjid/mushala di Indonesia," tambahnya.
Di samping itu, Kustini menyebutkan Kemenag juga mendorong upaya tersebut melalui peraturan soal masjid ramah yang diungkapkan melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kemenag RI Nomor 463 Tahun 2024 tentang Petunjuk Pelaksanaan Masjid Ramah, dimana salah satunya mengatur soal masjid ramah lingkungan.
Oleh karena itu, untuk mendorong implementasi masjid ramah lingkungan, ia mengungkapkan tiga pilar utama dalam penerapan masjid ramah lingkungan. Pertama, yaitu idarah atau manajemen, yang diwujudkan dengan implementasi fikih lingkungan, seperti adanya program pengurangan dan pengelolaan sampah, serta kebijakan hemat energi.
"Kedua, imarah atau kegiatan memakmurkan masjid. Implementasinya bisa dengan pelaksanaan acara yang tidak menghasilkan sampah, tema khotbah atau pengajian tentang ramah lingkungan, kegiatan pengelolaan sampah, penghijauan, serta program rutin sedekah sampah," ujarnya.
Ketiga, kata Kustini, yaitu riayah atau pemeliharaan masjid. Hal tersebut bisa diimplementasikan dengan penggunaan tong sampah yang memisahkan jenis-jenis sampah, penyediaan resapan air, ruang terbuka hijau, sistem keran air dan lampu otomatis, ventilasi yang cukup untuk meminimalisasi penggunaan penyejuk udara, hingga sistem daur ulang air wudu atau air hujan.
Melalui berbagai upaya tersebut, diharapkan gerakan green religion atau gerakan yang memandang alam sebagai sesuatu yang sakral dan merupakan perintah Tuhan bisa diawali dengan lingkungan masjid.
"Agama apapun mengajarkan lingkungan yang bersih dan sehat. Dalam konteks masjid, maka ini harus bisa menjadi gerakan bersama antara masyarakat, ormas, dan pemerintah untuk menciptakan masjid ramah lingkungan," tutur Kustini.