Netanyahu Klaim IDF Temukan 'Senjata Canggih' Buatan Rusia di Markas Hizbullah
Israel juga mengklaim IDF temukan senjata anti-tank Rusia dan China di Lebanon.
REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kepada koran Prancis, Le Figaro, mengklaim bahwa militer Israel menemukan senjata-senjata canggih buatan Rusia saat operasi darat di markas Hizbullah di selatan Lebanon. Dalam wawancara yang dirilis pada Rabu (16/10/2024), Netanyahu menyoroti sebuah Resolusi DKK PBB pada 2006 yang menyatakan, bahwa untuk daerah selatan dekat Sungai Litani, hanya militer Lebanon yang diperbolehkan memiliki senjata.
"Namun, di area ini, Hizbullah menggali ratusan terowongan, di mana kami menemukan sejumlah senjata canggih buatan Rusia," kata Netanyahu dikutip Le Figaro dilansir Asharq Al-Awsat.
Sebelumnya, The Washington Post, mengutip pejabat Israel juga melaporkan bahwa senjata anti-tank Rusia dan China ditemukan saat penggerebekan oleh IDF di Lebanon sejak operasi darat dilancarkan pada awal bulan ini. Militer Israel tidak merespons upaya konfirmasi AFP terkait klaim Netanyahu kepada Le Figaro.
Israel mengatakan, operasi militer terhadap Hizbullah bertujuan untuk membuat kawasan perbatasan aman sehingga sekitar 60 ribu penduduk di utara Israel bisa kembali ke rumah masing-masing. Banyak warga Israel meninggalkan rumah mereka menyusul konflik Israel-Hizbullah sejak perang di Gaza pecah pada 7 Oktober tahun lalu.
"Perang saudara baru di Lebanon akan menjadi sebuah tragedi. Tentunya bukan tujuan kami memprovokasi negara lain. Israel tidak berniat mencampuri urusan dalam negeri negara lain. Tujuan kami adalah mengembalikan warga negara kami kembali di perbatasan ke rumah dan merasa aman," kata Netanyahu.
Pada Selasa (15/10/2024), Sputnik mengutip Gubernur Baalbek-Hermel melaporkan bahwa, Israel memblokade ketat Lembah Beqaa di Lebanon timur setelah menyerang konvoi kemanusiaan. "Lembah Beqaa sedang menghadapi blokade brutal – hal ini menjadi jelas setelah serangan terhadap konvoi yang membawa bantuan kemanusiaan," kata Khodr.
Israel tampaknya berupaya menghambat pengiriman bantuan kemanusiaan kepada penduduk di wilayah tersebut, tambah gubernur. "Kebanyakan bisnis di Beqaa sudah tutup, dan banyak orang telah pergi ke bagian lain Lebanon atau Suriah karena pengeboman ... Di salah satu pompa bensin, orang-orang diberi bahan bakar dan disarankan untuk menimbun makanan serta kebutuhan pokok sebagai persiapan untuk musim dingin," ujar Khodr.
Gubernur juga menyatakan khawatir bahwa semua akses jalan menuju Baalbek akan segera terputus. Lembah Beqaa di Lebanon timur, seperti halnya Lebanon selatan, telah menjadi sasaran pengeboman besar-besaran Israel sejak 23 September, dengan banyak desa hancur hingga 80 persen.
Sejak 1 Oktober, Israel melancarkan operasi darat melawan gerakan Hizbullah di Lebanon selatan sambil terus melakukan serangan udara. Meski mengalami kekalahan, Hizbullah terus melawan pasukan Israel di darat dan meluncurkan roket ke seberang perbatasan.
Menurut Kementerian Kesehatan Lebanon, korban tewas di Lebanon akibat serangan Israel telah melebihi 2.300 orang sejak eskalasi ini terjadi. Israel mengatakan bahwa tujuan utamanya adalah menciptakan kondisi bagi kembalinya 60 ribu penduduk Israel yang melarikan diri dari penembakan di wilayah utara negara itu.