Waktu Sunnah yang Utama untuk Hubungan Suami Istri, Benarkah Malam Jumat?

Sunnah hubungan intim malam Jumat pada dasarnya ada rujukan dalilnya

www.freepik.com
Ilustrasi hubungan suami istri. Sunnah hubungan intim malam Jumat pada dasarnya ada rujukan dalilnya
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Istilah malam jumat (maljum) jamak dipahami sebagai waktu afhdaliyah (utama) untuk menunaikan hajat biologis suami istri. Benarkah demikian?

Sebenarnya, jika merujuk sejumlah hadits dan penjelasan ulama, yang demikian ada dasarnya. Dalam tradisi Islam, pengertian malam Jumat, berarti sudah memasuki hari Jumat merujuk pada sistem penanggalan qamariyah.

Namun memang, yang perlu diperhatikan justru, kemudian, jangan sampai sunnah tersebut justru malah meruntuhkan kewajiban, semisal terlewat dari melaksanakan sholat subuh. Berikut ini sejumlah dalil tentang keutamaan berhubungan intim suami istri pada hari Jumat.

Pertama

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "من اغتسل يوم الجمعة غسل الجنابة ثم راح في الساعة الأولى فكأنما قرَّب بَدَنة، ومن راح في الساعة الثانية فكأنما قرَّب بقرة، ومن راح في الساعة الثالثة فكأنما قرَّب كبشًا أقرن، ومن راح في الساعة الرابعة فكأنما قرَّب دجاجة، ومن راح في الساعة الخامسة فكأنما قرَّب بيضة، فإذا خرج الإمام حضرت الملائكة يستمعون الذكر"

Dari Abu Hurairah RA, di berkata, “Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang mandi seperti mandi junub pada hari Jumat, kemudian pada waktu pertama ia berangkat Jumat, maka seakan ia berkurban unta badanah. Dan barangsiapa berangkat Jumat pada waktu kedua, seakan berkurban sapi. Dan barangsiapa berangkat Jumat pada waktu ketiga, seakan berkurban kambing yang bertanduk. Dan barangsiapa berangkat Jumat pada waktu keempat, seakan berkurban ayam. Dan barangsiapa berangkat Jumat pada waktu kelima, seakan berkurban telur. Saat imam keluar berkhutbah, malaikat hadir seraya mendengarkan khutbahnya.” (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Ibnu Hajar menjelaskan dalam Al-Fath al-Bari Fi Syarh Shahih al-Bukhari, salah satu pendapat menyatakan dalam hadits ini isyarat kepada berhubungan intim pada hari Jumat agar dia mandi dari junub. 

Baca Juga



Terdapat tiga hikmah di dalamnya yaitu,  agar jiwanya tenang dalam melaksanakan shalat, dan agar padangan matanya terjaga pada hari itu. Selain itu juga, hadits ini mengisyaratkan agar istri mandi pula pada hari tersebut.

Ini masuk pada redaksi hadits من غسل اغتسل yang oleh sebagian ulama hadits menggunakan kalimat غسل dengan tasydid, yang berarti memandikan. Pendapat ini disampaikan Ibnu Quddamah dari Imam Ahmad, dan sebagian tabiin.

Imam al-Qurthubi berkata: “Ini adalah riwayat yang paling tepat, maka tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa riwayat ini tidak sahih.

Dalil kedua

عن أوس بن أوس الثقفي قال: "رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: "من غسل واغتسل يوم الجمعة، وبكَّر وابتكر، ومشى ولم يركب، فدنا من الإمام فاستمع ولم يلغ، كان له بكل خطوة عمل سنة أجر صيامها وقيامها

Dari Aus bin Aus al-Tsaqafi, dia berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang memandikan (badan istrinya) dan dia (sendiri) mandi pada hari Jumat, memulainya lebih awal, berjalan kaki dan tidak berkendaraan, mendekati imam, mendengarkan dan tidak tersesat, maka setiap langkahnya mendapatkan pahala seperti pahala puasa dan menghidupkan malamnya selama satu tahun.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya no 16172 dan 16961, Ibnu Abi Syaibah, 2/93.) Ibnu Majah (1087), Ibnu Abi Asim dalam “Al-Ahad dan Al-Muthani” (1573), At-Thabarani dalam “Al-Kabir” (585), Abu Dawud (345) - melalui beliau Al-Baihaqi dalam “Sunnah” 3/229, dan dalam “Khashaish al-Zaman” (270), Al-Baghawi dalam “Syarh Al-Sunnah” (1065) - Ibnu Habban (2781) dan Al-Hakim 1/282 dari jalur yang terkait dengan Abdullah bin Al-Mubarak, dengan sanad ini.

BACA JUGA: Jika Benar-benar Berdiri, Ini Negara 'Islam' Pertama yang Halalkan Alkohol dan Bela Israel

Abu Nu'aim dalam Ma'rifat as-Shahabah (974) dari jalur Muhammad bin Mush'ab dari al-Auza'i dengan lafaz ini dan disahihkan Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, al-Hakim, dan dihukum hasan oleh al-Tirmidzi, al-Baghawi, al-Nawawi (al-Majmu' karya al-Nawawi 4-542), al-Iraqi (Nail al-Awthar 1-277), dan al-Zabidi (Ithaf al-Sadat al-Muttaqin 3-241), semuanya dari Muhammad bin Mus'ab, dengan sanad ini.

Al-Aqili mengomentari redaksi hadits ini, “Hadits ini diriwayatkan dari Nabi SAW dengan jalur lain lebih dari satu, diriwayatkan oleh Aus bin Aus al-Tsaqafi dan yang lainnya dengan sanad yang sahih.”(ad-Dhu'afa al-Kabir karya al-Aqili, 2-211).

As-Sakhawi berkata...

Al-Sakhawi berkata, “Saya tidak mengetahui hadits yang lebih banyak pahalanya dan lebih sedikit praktiknya daripada hadits, 'Barangsiapa yang lebih awal dan lebih awal lagi, memandikan dan mandi untuk diri sendiri, mendekat ke imam dan mendengarkan, maka setiap langkahnya ada kafaratnya selama satu tahun. Syekh kami- Ibnu Hajar - mendengar hadits ini dari Syekhnya - Al-Iraqi - dan dia juga menceritakannya kepada kami beberapa kali." (Fath Al-Mughits karya Al-Sakhawi, 3-189).

Dalil Ketiga, banyak diriwayatkan dari tabiin. Ibnu Rajab al-Hanbali dalam Fath al-Bari karya Ibnu Rajab juz 8 halaman 90:

“Diriwayatkan oleh Ahmad, dan dia meriwayatkannya dari banyak tabiin, di antaranya: Hilal bin Yusaf, Abdurrahman bin al-Aswad dan lainnya. Diriwayatkan dari Abdul Rahman bin al-Aswad bahwa ia berkata, “Mereka suka menggauli istri pada hari Jumat, karena mereka diperintahkan untuk mandi dan memandikan (istri).” Ini adalah pendapat sekelompok ulama Syafi', dan mereka juga membawa hadits dari Aws bin Aws dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Barangsiapa yang mandi pada hari Jumat dan memandikan...”

Mereka berpendapat barangsiapa yang mandi untuk dirinya sendiri dan memandikan istri atau budaknya. Jadi, hadits ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang memiliki kewajiban mandi janabah, lalu ia mandi pada hari Jumat, maka sunnah mandi Jumat sudah terpenuhi.

Baik dia berniat mandi sunnah pada hari Jumat atau tidak. Akan tetapi, jika dia berniat mandi keduanya,  dia mendapatkan penghapusan janabah dan sunnah mandi Jumat tanpa ada perselisihan di antara para ulama, hal ini diriwayatkan dari Ibnu Umar dan diikuti oleh jumhur ulama.”

Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Masnaf no. 5055 dan Abdul Razzaq dalam Al-Masnaf no. 5468 meriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa dia pernah mandi janabah dan Jumat dalam satu kali basuhan.

BACA JUGA: Jika Benar-benar Berdiri, Ini Negara 'Islam' Pertama yang Halalkan Alkohol dan Bela Israel

Perkataan para ahli tafsir hadis:

Dalam Tanwir al-Hawalik, Imam as-Suyuthi menjelaskan, “Pendapat ini didukung, yaitu pendapat tentang sunnah jima hari Jumat, adalah hadits:

أيعجز أحدكم أن يجامع أهله في كل جمعة، فإن له أجرين اثنين: أجر غسله وأجر غسل امرأته

“Apakah seorang di antara kalian tidak bisa berhubungan intim dengan istrinya pada hari Jumat, sesungguhnya dia akan mendapatkan dua pahala (yaitu) pahala karena memandikan dirinya sendiri dan pahala karena memandikan istrinya." Al-Baihaqi meriwayatkannya Sya'b Al-Iman dari hadits Abu Hurairah RA."

Imam as-Suyuthi

Imam as-Suyuthi,  merujuk kepada apa yang diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam kitab Sya'b al-Iman jilid 3 halaman 1133.

أبي عتبة ثنا بقية ثنا يزيد بن سنان عن بكير بن فيروز عن أبي هريرة قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "أيعجز أحدكم أن يجامع أهله في كل جمعة، فإن له أجرين اثنين: أجر غسله، وأجر غسل امرأته"،

Dari Abu Utbah, dari Baqiyah, dari Yazid bin Sinan, dari Bakir bin Firuz, dari Abu Hurairah, dia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, “Tidakkah salah seorang dari kalian tidak bisa berhubungan intim dengan istrinyaya pada hari Jumat, padahal sesungguhnya dia akan mendapatkan dua pahala yaitu pahala memandikannya dan pahala memandikan istrinya.”

Kemudian al-Baihaqi berkata, “Dalam riwayat ada beberapa pandangan, jika memang benar maka inilah makna yang dinukilkan dalam riwayat tersebut dan juga, jika dia melakukannya, maka itu lebih bagus untuk pandangan matanya saat hendak pergi sholat Jumat. Pada masa awal, para Muslimah menghadiri sholat Jumat. Wallahu a'lam."
(Sya'b al-Iman 6/250). 

Dalam sanad nya terdapat Abu Utbah, yaitu Ahmad  Ahmad bin al-Faraj al-Hijazi yang dianggap lemah oleh  Muhammad bin Auf al-Ta'i, dia berkata, "Ibnu 'Adi tidak dapat dirujuk dan dia biasa-biasa saja." Ibnu Abi Hatim berkata, “Dia adalah orang yang jujur.” (Mizan al-I'tidal (1-272).

Al-Suyuti berkata dalam kitabnya Nur al-Lama'ah fi Khashaish al-Jum'ah: “Keistimewaan yang kedua puluh empat: Hubungan seksual memiliki dua pahala.”

Al-Baihaqi meriwayatkan dalam kitab Sya'b al-Iman dengan sanad yang lemah dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah SAW bersabda:

أيعجز أحدكم أن يجامع أهله في كل جمعة، فإن له أجرين اثنين: أجر غسله، وأجر غسل امرأته

“Apakah salah seorang di antara kalian tidak dapat melakukan jima dengan istrinya pada hari Jumat, padahal sesungguhnya dia akan mendapatkan dua pahala yaitu pahala memandikannya dan pahala memandikan istrinya.”

Sa'id bin Manshur meriwayatkan dalam kitab Sunnahnya dari jalur Makhul, bahwa ia ditanya tentang seseorang yang mandi janabah pada hari Jumat, “Barangsiapa yang melakukan hal ini, maka ia mendapatkan dua pahala."

Infografis Adab Pernikahan dalam Islam - (Republika)

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler