Skor PISA RI Jeblok Semasa Rezim Nadiem Makarim, Apa yang Harus Dibenahi Prof Mu'ti?

Skor PISA Indonesia 2022 masih jauh di bawah rata-rata global.

ANTARA/Astrid Faidlatul Habibah
Tangkapan layar Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim dalam Raker bersama Komisi X DPR RI di Jakarta, Selasa (21/5/2024).
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti mengaku akan diamanahi jabatan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) dalam Kabinet Pemerintahan Prabowo Subianto. Menyambut rezim pendidikan baru, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengungkap sejumlah kelemahan yang seharusnya dibenahi Mu’ti.

Baca Juga


Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo merujuk skor Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia yang jeblok selama di bawah kepemimpinan Nadiem Makarim. PISA merupakan tes di tingkat dunia yang dipakai guna menilai dan mengevaluasi kemampuan siswa berusia 15 tahun dalam membaca, matematika, dan sains. 

Tercatat, data skor PISA Indonesia pada 2022 ternyata masih di bawah rata-rata global yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). 

Adapun rata-rata skor matematika siswa Indonesia bernilai 366 poin, padahal rata-rata OECD adalah 472 poin. Terkait kemampuan membaca, skor rata-rata siswa Indonesia adalah 359 poin, lalu rata-rata OECD adalah 476 poin. Mengenai kemampuan sains, skor siswa Indonesia rata-rata 383 poin, tertinggal dengan rata-rata OECD sebesar 485 poin. 

"Ketika anak Indonesia di bawah kementerian saat ini atau di bawah Menteri Pak Nadiem mengalami penurunan skor PISA. Ini tentu saja akan berpengaruh ke depan," ujar Heru saat diwawancara Republika pada Kamis (17/10/2024).

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menerbitkan Permendikbudristek Nomor 46 tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP). - (Kemendikbud)

Karena itu, Heru menilai konsep Merdeka Belajar yang digagas Menteri Pendidikan Nadiem Makarim layak dievaluasi. Dia menilai ada kelemahan Merdeka Belajar yang patut jadi perhatian meski ada kelebihannya tersendiri. Salah satunya kebijakan tersebut memudahkan guru. 

"Pendidikan di Indonesia pada saat era Mas Nadiem ini bisa dikatakan penggunaan platform Merdeka Belajar itu memudahkan banyak guru dengan digitalisasi," kata Heru. 

 

Di sisi lain, Heru menyayangkan Merdeka Belajar malah mengurangi kemampuan siswa dalam berpikir dan bersikap. "Kelemahannya (merdeka belajar) untuk menumbuhkan keterampilan berpikir dan bersikap bagi peserta didik itu mengalami penurunan," ujar Heru.

Heru pun mengapresiasi Presiden terpilih Prabowo Subianto yang sudah memanggil Sekretaris PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti dalam bagian kabinet. Mu'ti berpeluang menjabat sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen). 

Heru menilai Abdul Mu'ti telah banyak mengetahui tentang kelemahan sistem pendidikan di Indonesia. Mu'ti pernah menjadi anggota Ketua Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah 2011-2017 dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) 2019-2023. Sehingga FSGI berharap Abdul Mu'ti dapat membuat kebijakan yang tepat sasaran bagi kemajuan pendidikan Tanah Air. 

"Beliau itu tentu memahami tentang kelemahan-kelemahan di dunia pendidikan. Identifikasi kelemahan pendidikan itu di mana, beliau paham. Identifikasi mengenai kualitas guru, identifikasi mengenai kelemahan anggaran, kelemahan administrasi pendidikan, beliau paham," ucap Heru.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Muti meninggalkan di Padepokan Garuda Yaksa, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (16/10/2024).  - (Republika/Prayogi)

Saat rapat bersama komisi X DPR di komplek parlemen senayan, Jakarta, pada Januari 2023 lalu, Mendikbudristek Nadiem Makarim pernah menyoroti skor PISA Indonesia yang terbilang kecil. Dia menjelaskan, sangat kecil kemungkinan angka PISA Indonesia meningkat untuk saat ini.

 

Menurut Nadiem, Indonesia baru saja melewati Pandemi Covid-19 selama tiga tahun. "Dengan 3 tahun kita learning lost, tidak mungkin, sangat kemungkinan kecil bahwa angka PISA kita akan menjadi lebih baik di saat ini," kata dia.

Nadiem menjelaskan, usaha yang saat ini dilakukan Indonesia untuk meningkatkan angka PISA tidak bisa dalam jangka waktu dekat. Nadiem mengatakan, hasil dari transformasi pendidikan baru bisa dirasakan dalam empat hingga tujuh tahun ke depan.

Nadiem juga menyampaikan permintaan maafnya apabila mengecewakan karena tidak dapat menaikkan angka PISA Indonesia.

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler