Makmurnya Kesultanan Palembang di Masa Silam

Palembang pada masa lalu menghasilkan beragam komoditas ekspor.

ANTARA/Feny Selly
Pengunjung berjalan di kompleks Masjid Sultan Mahmud Badaruddin I Jaya Wikromo atau Masjid Agung Palembang, Sumsel.
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Farida dalam artikelnya, "Perekonomian Kesultanan Palembang" menjelaskan pembagian wilayah kerajaan ini. Kesultanan Palembang terdiri atas kawasan dataran tinggi, dataran rendah, dan Pulau Bangka-Belitung.

Baca Juga


Daerah ini kaya akan hasil perikanan, baik dari Sungai Musi maupun selat dan laut di sekitarnya. Sebagian besar penduduk Palembang bermata pencaharian sebagai nelayan.Mereka menangkap ikan dan udang yang lantas dikeringkan untuk menjadi terasi.Hasil akhirnya dijual ke berbagai negeri, termasuk Jawa.

Selain sektor perikanan, Kesultanan Palembang juga mengandalkan pertanian, perkebunan, pengumpulan hasil hutan, dan pertambangan. Beberapa produk hasil bumi yang diperda gangkan di Palembang, yakni katun, gambir, nila, tembakau, sirih, kopi, gula, pinang, dan rami.

Perdagangan buah-buahan juga dapat di jumpai di bandar Sungai Musi, di antaranya menjual durian, pisang, mangga, cempedak, jeruk, duku, delima, dan bidara.Hutan belantara di Sumatra Selatan menghasilkan barang-barang yang bernilai tinggi di pasaran, yakni rotan, getah, damar, kayu laka, gading gajah, dan gambir.

Lada dan timah menjadi primadona untuk diekspor dari Palembang ke mancanegara. Sejak awal abad ke-15, permintaan akan lada meningkat pesat, terutama dari Benua Eropa. Ketika masih terikat kontrak dengan Kompeni Belanda, sultan-sultan Palembang sampai mewajibkan rakyatnya menanam lada di daerah Rawas, Bangka, dan Belitung.

Oleh karena ketatnya kontrak tersebut, penguasa lokal diam-diam menjual lada keberbagai pihak selain Belanda, seperti Inggris, Prancis, Amerika Serikat, Cina, dan negeri- negeri lokal. Adapun timah juga menjadi komoditas andalan Kesultanan Palembang.

Pada 1709, timah mulai ditemukan di Bangka dan Belitung.Ekspor timah mulai dilakukan sejak saat itu, khususnya ke Cina.Pada 1722, Belanda membuat kontrak baru yang berkaitan dengan perdagangan timah. Selain timah, Belitung juga dikenal sebagai produsen baja, emas, dan sulfur.

Selain dunia perdagangan, orang-orang Palembang berkecimpung di kerajinan dan pertukangan. Mereka antara lain berprofesi sebagai pandai besi, pengolah emas, perak, permata, dan gading, serta pembuat perhiasan.

Emas dicampurkannya dengan tembaga sehingga menghasilkan swasa.Dari bahan itulah mereka membuat pelbagai hiasan yang indah, seperti pada peti kayu, sarung keris, atau kotak tembakau. Hasil-hasil kerajinan ini juga diekspor ke mancanegara, misalnya Siam. Nilainya dapat mencapai 500 hingga 1.000 ringgit Spanyol per tahun.

Farida mengungkapkan, kaum perempuan Palembang pada umumnya membuat bahan pakaian sendiri. Selain itu, mereka juga membuat sarung, penutup kepala, dan jenis-jenis sandang lainnya dengan bahan katun Eropa atau semikatun yang dihiasi dengan pelbagai motif. Hasil kerajinan mereka berkualitas tinggi, baik dari soal pewarnaan maupun daya tahannya.

Di antara para pengrajin Palembang, yang termasyhur adalah tukang tenun baju dan kopiah Arab yang di buat dengan benang emas, pelet, serta bordir. Misalnya, tenun jenis trawangnan dan katun putih sulam kait. Palembang juga menjadi lokasi pemintalan benang yang penting di Sumatra.

Farida melanjutkan, pihak sultan Palembang mengandalkan perniagaan dan pajak seba gai pemasukan negara. Mereka menjalankan sistem tibangdan tukong. Yang pertama itu berarti penukaran wajib barang-barang yang dihasilkan dari daerah pedalaman dengan barang-barang impor.

Yang kedua tersebut adalah penukaran barang-barang dari pedalaman dengan uang. Tibangdan tukongbiasanya meliputi komoditas baju Jawa, kain Bengala, kapak, besi, dan garam. Pelaksanaan tukong menyebabkan peredaran uang di Kesultanan Palembang cukup merata.

Menurut Farida, uang yang beredar di sana umumnya adalah dolar Spanyol dan mata uang resmi Kesultanan Palembang, yakni pitis.Ada pun barang yang dilarang diperdagang kan melalui dua sistem tersebut, yakni lada, kopi, lilin, gading gajah, katun, tembakau, gambir, dan beras.

Demikianlah, Palembang menjadi salah satu negeri yang berperan strategis di Pulau Sumatra dalam kancah perdagangan, baik di lingkup Nusantara maupun konteks global-maritim internasional.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler