Ketegangan Geopolitik di Timur Tengah Jadi Faktor Pelemahan Rupiah pada Oktober
Pada Oktober, nilai tukar rupiah melemah sebesar 2,82 persen dari bulan sebelumnya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyampaikan laporan mengenai perkembangan nilai tukar rupiah yang mengalami pelemahan pada berjalannya bulan Oktober 2024. Menurut KSSK, pelemahan rupiah terjadi lantaran terdampak ketegangan geopolitik di Timur Tengah.
“Perkembangan terkini pada Oktober 2024 (hingga 15 Oktober 2024), menunjukkan nilai tukar rupiah melemah sebesar 2,82 persen ptp dari bulan sebelumnya. Pelemahan nilai tukar tersebut terutama dipengaruhi oleh peningkatan ketidakpastian global akibat eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah,” kata Menteri Keuangan yang juga Ketua KSSK Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK, Jumat (18/10/2024).
Adapun dibandingkan dengan level akhir Desember 2023, nilai tukar rupiah terdepresiasi sebesar 1,17 persen (year to date/ ytd). Namun, angka tersebut, kata Sri Mulyani lebih baik dibandingkan dengan pelemahan Peso Filipina, Dollar Taiwan, dan Won Korea.
Pada akhir perdagangan Jumat (18/10/2024), rupiah tercatat berada di level Rpb15.481 per dolar AS. Menurut catatan KSSK, nilai tukar rupiah pada akhir September 2024 berada di level Rp 15.140 per dolar AS atau menguat 2,08 persen mtm dibandingkan dengan posisi akhir Agustus 2024.
Penguatan rupiah ini tercatat lebih tinggi dibandingkan apresiasi mata uang regional seperti Won Korea, Peso Filipina, dan Rupee India yang menguat masing-masing sebesar 2,02 persen, 0,17 persen dan 0,10 persen.
Kinerja rupiah yang cenderung baik ditopang oleh komitmen BI dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, imbal hasil aset keuangan domestik yang menarik, serta fundamental ekonomi Indonesia yang kuat, sehingga aliran masuk modal asing berlanjut. Sri Mulyani pun optimistis bahwa Mata Uang Garuda akan menguat ke depannya, meski pada keberjalanan bulan ini mengalami depresiasi.
“Ke depan, nilai tukar rupiah diprakirakan terus menguat sejalan dengan menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi, dan tetap baiknya prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ujarnya.
Ia menyebut, seluruh instrumen moneter akan terus dioptimalkan, termasuk penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valuta Asing Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valuta Asing Bank Indoensia (SUVBI). Itu untuk memperkuat efektivitas kebijakan dalam menarik aliran masuk modal asing dan mendukung penguatan nilai tukar rupiah.