Kritisi Perkara Mardani Maming, Akademisi: Ada Kekhilafan dan Kesalahan Hakim

Sejumlah akademisi anti-korupsi gelar bedah buku terkait perkara Mardani H Maming.

Wuni Khoiriyah Azka
Centre for Leadership and Law Development Studies (CLDS) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar acara bedah buku bertajuk Mengungkap Kesalahan & Kekhilafan Hakim dalam Mengadili Perkara Mardani H. Maming di Eastparc Hotel Yogyakarta, Sabtu (5/9/2024).
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (FH UII) Dr Mahrus Ali menjadi salah satu pakar yang menyoroti pengadilan atas Mardani H Maming (MM). Menurut pengajar matakuliah ilmu hukum pidana itu, dirinya bersama dengan sejumlah akademisi telah melakukan eksaminasi. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, ia menilai, mantan Bupati Tanah Bambu, Kalimantan Selatan, tersebut tidak melanggar semua pasal yang dituduhkan jaksa.

Baca Juga


"Menurut eksaminasi kami, Mardani H Maming tidak melanggar Pasal 93 Undang-Undang Minerba karena norma pasal tersebut berlaku untuk pemegang IUP (izin usaha pertambangan), bukan bupati yang mengeluarkan surat keputusan (SK). Sehingga, MM harus dibebaskan demi hukum dan keadilan," kata Mahrus Ali dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (23/10/2024).

Sebelumnya, pada Sabtu (5/10/2024), sejumlah akademisi anti-korupsi di FH UII, Yogyakarta, menggelar acara bedah buku Mengungkap Kesalahan dan Kekhilafan Hakim Dalam Menangani Perkara Mardani H Maming. Ada 10 eksaminator yang memberikan catatan.

Mereka adalah Prof Dr Ridwan Khairandy, Dr Mudzakkir, Prof Hanafi Amrani, Prof Dr Ridwan, Dr Eva Achjani Zulfa, Dr Muhammad Arif Setiawan, Dr Nurjihad, Dr Karina Dwi Nugrahati Putri, Dr Ratna Hartanto, serta Dr Mahrus Ali.

Mereka semua merupakan para pakar hukum dengan spesialisasi keilmuan masing-masing; mulai dari ranah hukum pidana, perdata, kriminologi, hukum administrasi negara, hingga viktimologi.

Usai menyampaikan eksaminasi, semuanya bersepakat bahwa Mardani H Maming tidak bersalah. Karena itu, mereka berharap MM segera dibebaskan serta dipulihkan nama baiknya.

Menurut sejumlah pakar hukum tersebut, putusan majelis hakim tingkat pertama, banding dan kasasi dibangun dengan konstruksi hukum berdasarkan asumsi dan imajinasi saja karena tidak mempertimbangkan fakta-fakta hukum serta tidak berbasis bukti (evidence) yang tersampaikan di muka persidangan.

 

Saat membuka diskusi eksaminasi, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Keagamaan dan Alumni UII Dr Rohidin mengatakan, eksaminasi tersebut menarik. Sebab, secara ideal kesalahan seharusnya tidak terjadi pada hakim yang mestinya bijaksana.

Menurut jaksa penuntut umum (JPU) dan majelis hakim tingkat banding serta tingkat kasasi, kesalahan terdakwa adalah menandatangani dan menerbitkan SK Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011. Itu dinilai bertentangan dengan Pasal 93 ayat 1 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba).

Terkait itu, guru besar hukum administrasi negara FH UII Prof Ridwan mempertanyakan, apakah tindakan terdakwa selaku Bupati Tanah Bumbu mengalihkan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) batubara dari PT BKPL kepada PT PCN melanggar Pasal 93 ayat 1 UU Minerba. Hal lainnya, apakah peralihan IUP-OP itu harus didahului dengan permohonan yang melampirkan syarat administratif, teknis, lingkungan, dan finansial.

“Jawaban atas kedua isu hukum ini berkaitan dengan pemahaman yang utuh tentang keabsahan perizinan, Izin Usaha Pertambangan, dan Izin Usaha Pertambangan Khusus, pengalihan IUP-OP, serta syarat pengalihan IUP-OP," lanjut Prof Ridwan.

Dalam peralihan IUP, lanjut dia, semua dokumen dan persyaratan telah terpenuhi sehingga tidak melanggar mekanisme dan aturan hukum yang berlaku.

Mahrus Ali menyoroti salah satu isu hukum yang dieksaminasi, yaitu terkait suap atas diterbitkannya SK Bupati Nomor 296/2011 yang dinilai melanggar Pasal 93 UU Nomor 4 Tahun 2009.

"Norma Pasal 93 tersebut, ditujukan kepada Pemegang IUP, dan bukan pada jabatan Bupati. Sepanjang syarat dalam Pasal 93 ayat 2 dan 3 UU Nomor 4/2009 terpenuhi, maka peralihan atau pelimpahan IUP diperbolehkan atau tidak dilarang," kata Mahrus menjelaskan.

Ia menilai, perbuatan Mardani Maming dengan mengeluarkan SK Bupati Nomor 296/2011 tentang Persetujuan Pelimpahan IUP-OP dari PT BKPL kepada PT PCN tidaklah melanggar aturan.

"Dengan menimbang semua fakta persidangan, maka sudah seharusnya Mardani H Maming dibebaskan, dipulihkan nama baiknya, serta direhabilitasi," ucapnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler