Miliano Jonathans Bilang Anak “Jalan Pemuda” di Depok, Bagaimana Sejarahnya?

Jalan Pemuda adalah lokasi akar Belanda Depok, leluhur Miliano Jonathans.

Republika/Edwin Dwi Putranto
Gereja Imanuel di Jalan Pemuda, Depok Lama, lokasi pembaptisan Belanda Depok.
Red: Fitriyan Zamzami

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Unggahan pemain sayap Vitesse Arnhem, Miliano Jonathans soal asalnya dari Jalan Pemuda di Depok Lama, Depok, Jawa Barat, menggemparkan jagat maya Tanah Air. Lokasi itu ternyata punya sejarah panjang.

Baca Juga


Menurut wartawan Republika Alwi Shahab (semoga Allah merahmatinya), dalam tulisannya pada 2012, usia Kota Depok bukan muda lagi. Ia bisa ditelusuri sejak meninggalnya tuan tanah Cornelis Chastelein pada 28 Juni 1714, alias sudah lebih  tiga abad. Cornelis Chastelein adalah anggota Dewan Hindia Belanda. Dia meninggal di gedung yang kini menjadi Rumah Sakit Harapan di Jalan Pemuda, Depok Lama. Di sini pula, dia dimakamkan.

Chastelein adalah putra Anthonie Chastelein, warga Prancis yang juga seorang Huguenot, julukan untuk pengikut Yohanes Calvin yang bersama Martin Luther membangkang terhadap gereja Roma Katolik. Karena di Prancis para Huguenot dikejar dan dibantai, Anthonie Chastelein melarikan diri ke Belanda.

Pada usia 17 tahun, Anthonie memerintahkan Cornelis ke Hindia Belanda dengan pesan menyampaikan ajaran Protestan. Di Batavia, berkat ketekunannya Cornelis menjadi anggota Heeren XVII, jabatan cukup tinggi di VOC. Seperti juga pejabat tinggi VOC lainnya, dia membeli banyak tanah di sekitar Batavia.

Di samping memiliki kekayaan dan tanah bejibun di Lenteng Agung hingga Depok, ia juga memiliki tanah di sekitar Istana Merdeka dan Masjid Istiqlal sekarang ini. Dia ter masuk orang pertama yang mengembangkan perkebunan kopi di Weltevreden (sekitar Gambir dan Lapangan Banteng).

Postingan instagram Miliano Jonathans soal asalnya dari Jalan Pemuda, Depok. - (instagram)

Di Depok, Cornelis membeli tanah dari Lucas Meur (residen Cirebon) pada 18 Mei 1696. Di Serengseng, dia juga membangun tempat peristirahatan yang kini tidak diketahui lagi jejaknya. Seperti juga para tuan tanah ketika itu, dia menyewakan sebagian tanahnya dan sebagian lagi dijadikan tanah pertanian.

Untuk menggarap lahannya yang luas itu, dia mendatangkan para budak belian dari Bali dengan membeli mereka dari raja Bali untuk membuka pertanian. Di samping dari Bali, Chastelein juga mendatangkan budak dari Timor dan Sulawesi. Jumlah budak yang didatangkan dari ketiga daerah tersebut sekitar 200 orang.

Sebagai penganut Protestan yang saleh dan puritan, dia merasa terpanggil untuk mengembangkan agama tersebut. Pada 1696-1713, lebih dari 120 orang dari sekitar 150 budak yang diajari etika agama Kristen Protestan mau menerima sakramen pembaptisan.

Pembaptisan dilakukan di Gereja Imanuel di Jalan Pemuda, Depok Lama. Gereja ini didirikan Chastelein pada 1700. Kemudian, dia mengelompokkan ke-120 budak yang telah dibebaskan menjadi 12 kelompok. 

Masing-masing kelompok diberi fam alias marga. Diantaranya Jonathans, Laurens, Bacas, Loen, Sudira, Isakh, Samuel, Leander, Joseph, Tholense, Jacob, dan Zadokh. Bisa dilihat, Miliano merupakan keturunan dari fam Jonathans.

Surat Wasiat Chastelein - (Republika/Edwin Dwi Putranto)

Tanah yang dibeli Chastelein di Depok, Mampang, dan Karanganyar dihadiahkan kepada para budaknya ini. Jumlah yang dibebaskan berkisar 150 orang, namun mereka diharuskan memeluk agama Kristen Protestan. Tidak hanya mendapatkan tanah, para budak yang telah dibebaskan ini mendapatkan 300 ekor sapi, seperangkat gamelan, serta berbagi senjata untuk membela diri. Tanah menjadi milik bersama dan tidak seorang pun berhak menjual bagiannya kecuali kepada orang Depok yang lain.

Keputusan untuk membebaskan para budaknya itu diabadikan dalam sebuah testamen. Mereka disebut kaum mardijkers. Istilah ini berasal bahasa Sanskerta: mahardika yang artinya bebas merdeka. Pada 28 Juni 1714, Chastelein meninggal dunia. Tanggal tersebut kemudian dijadikan sebagai patokan terbentuknya Jemaat Kristen Pribumi.

Untuk menghargai jasa-jasanya, Ketua Majelis Gereja Imanuel C De Graaf membuat batu peringatan bagi Chastelein yang dianggap sebagai de Stichter van Depok. Sekarang batu peringatan tersebut dapat dilihat di Gereja Imanuel, Jalan Pemuda, Depok Lama.

Penduduk keturunan 112 marga yang telah dikristenkan kerap disebut ‘Belanda Depok’. Padahal, mereka mengaku tidak senang kalau dilabeli sebutan yang masih membekas hingga sekarang ini. “Kami tersinggung dengan sebutan itu, karena kami warga negara Indonesia asli,” pernyataan seorang diantaranya kepada Republika. Tapi, mereka tidak merasa tersinggung bila disebut keturunan budak.

Salah satu foto anggota marga Jonathans. - (Dok Republika)

Jika di Batavia dipimpin seorang gubernur jenderal maka sepeninggal Chastelein para ‘ahli waris’ menata sistem pemerintahan di Depok dalam bentuk pemerintahan yang dinamakan gemeente bestuur Depok. Pemerintahan sipil ini terbentuk pada 1872 dan diketuai seorang presiden yang dipilih tiga tahun sekali.

Presiden pertama pemerintahan itu adalah seorang Jonathans, yakni MF Gerit Jonathans yang menjabat pada 1913. Demikian juga presiden terakhir, datang dari marga Jonathans, yakni Johannes Matheis Jonathans yang berakhir masa jabatannya pada 1954.

Menengok sejarah itu, pantas bahwa Miliano Jonathans mengeklaim sebagai anak Jalan Pemuda. Karena di jalan tersebutlah pusat sejarah Belanda Depok, komunitas yang merupakan leluhurnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler