Ini Kata Kemnaker Soal Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek
Rencana penerapan rokok tanpa merek diprotes banyak pihak.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) buka suara terkait rencana Kemenkes menetapkan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) sebagai aturan turunan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024. Aturan ini dinilai buruh tembakau akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK).
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemnaker Indah Anggoro Putri mengatakan akan terus melakukan diskusi dengan berbagai Kementerian dan Lembaga terhadap aturan yang akan berdampak terhadap ketenagakerjaan, termasuk kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek. "Kita pasti akan kordinasi dengan lembaga terkait," katanya di Kantor Kemnaker, Kamis (24/10/2024).
Pihaknya ikut memantau perkembangan regulasi inisiatif Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin tersebut. Dia berjanji akan merancang program-program yang bisa melindungi para pekerja serta membuat program baru untuk mengatasi pengangguran di Indonesia.
"Kalau yang terkait Kemnaker kan concern-nya pada bagaimana kita upaya menanggulangi PHK dan mencegah PHK bertambah. Dan pasti akan kita pikirkan terkait dengan PHK," imbuhnya.
Sebelumnya, serikat buruh telah menyuarakan penolakannya terhadap Rancangan Permenkes yang memuat ketentuan kemasan rokok polos tanpa merek ini. Beberapa waktu lalu, anggota Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI) dari berbagai daerah menggelar aksi unjuk rasa di Kementerian Kesehatan untuk menolak Rancangan Permenkes dan meminta Kemenkes mencabut pasal-pasal bermasalah dalam PP 28/2024.
Ketua Umum FSP RTMM-SPSI Sudarto AS menilai Rancangan Permenkes produk tembakau ini akan banyak menimbulkan permasalahan di Indonesia, seperti PHK akibat maraknya rokok ilegal. Sudarto mengatakan, jika peredaran rokok ilegal semakin parah akibat aturan ini, ujungnya akan berdampak terhadap efisiensi di industri rokok legal. Selain itu, penerimaan pajak negara dari industri hasil tembakau akan berkurang.