Mengejutkan! Bule Israel Ini Masuki Pantai Bali: Saya akan Tinggal di Sini
Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Seorang turis perempuan yang muncul di akun Instagram baliquicktalk mengaku jika dia berasal dari Israel. Turis muda tersebut memperkenalkan dirinya dengan nama Talia. Di tepian pantai Bali, dia mengaku mengunjungi Bali untuk berselancar dan mencari cinta.
Lebih lanjut, Talia mendapatkan pertanyaan oleh konten kreator mengenai apa yang sedang terjadi.Talia mengatakan, dia tidak tidak mendukung perang. Dia bahkan mengemukakan pendapatnya tentang peperangan yang tengah terjadi. Talia mengungkapkan, “Ini tidak bagus,”ujar dia sambil menambahkan, “Perang tak pernah bagus. Tidak pernah,”kata dia.
Dia mengaku sedih akan peperangan yang terjadi. “Ini bukan tentang kemenangan. Semua orang kalah,”tutur dia.
Talia mengungkapkan, Bali begitu bagus. Banyak yang berselancar dengan ombak di pantai. Talia mengakui jika di Bali, dia mendapatkan rasa aman dan kebahagiaan. Keluarganya pun memintanya untuk lebih lama berada di Bali.
Dia mengungkapkan, Israel sudah tidak bagus. “Tidak ada ombak, dan orang-orang, gila sekarang,”ujar dia. "Setiap hari orang mati. Setiap hari. Jadi saya akan tinggal disini,"tambah dia.
Sebagai catatan, Indonesia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Meski demikian, warga Israel yang berkewarganegaraan ganda biasanya menggunakan paspor negara kedua untuk mengajukan permohonan visa agar bisa masuk ke Indonesia. Cara lainnya, warga Israel yang hendak ke Indonesia mengajukan permohonan ke negara terdekat dengan Indonesia yang memiliki hubungan diplomatik.
Dilansir dari Middle East Monitor, jumlah warga Israel yang meninggalkan negara itu secara permanen melonjak 285 persen setelah 7 Oktober, menurut data yang dipublikasikan di Times of Israel. Laporan dari Channel 12 News, berdasarkan data dari Biro Statistik Pusat (CBS), menunjukkan peningkatan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada Oktober 2023 dibandingkan dengan periode yang sama pada 2022.
Laporan terbaru tentang eksodus warga Israel mengonfirmasi data yang dipublikasikan dua bulan setelah serangan 7 Oktober, menunjukkan bahwa hampir setengah juta orang meninggalkan Israel. Laporan itu juga menunjukkan penurunan signifikan dalam jumlah imigran Yahudi yang tiba di Israel.
Survei kedua di antara warga Israel yang tinggal di luar negeri yang dilakukan pada bulan Maret oleh Universitas Ibrani atas inisiatif Organisasi Zionis Dunia mengungkapkan bahwa 80 persen mengatakan bahwa mereka tidak berniat untuk kembali ke Israel.
Data dari CBS menunjukkan, banyak warga Israel yang memiliki pilihan untuk memiliki rumah kedua di luar negeri memilih untuk pindah selama masa konflik yang meningkat, mencari keamanan dan stabilitas di tempat lain. Tren ini sangat kontras dengan klaim yang dibuat oleh para pendukung Zionisme yang berpendapat bahwa Israel adalah tempat perlindungan utama bagi orang Yahudi di seluruh dunia.
Sebaliknya, data menunjukkan bahwa justru keberadaan Israel dan kebijakannya yang memaksa orang Yahudi untuk mencari perlindungan di tempat lain, yang menyoroti paradoks dalam narasi Zionis.
Terjadi pula peningkatan jumlah orang Israel yang pindah ke luar negeri pada bulan-bulan sebelum perang, di tengah protes massa terhadap rencana perombakan peradilan pemerintah. Eksodus dilaporkan naik 51 persen pada bulan Juni-September 2023 dibandingkan dengan tahun 2022.
Meskipun terjadi lonjakan awal dalam jumlah orang yang meninggalkan negara itu, tren tersebut dikatakan telah berbalik pada bulan-bulan berikutnya. Antara bulan November 2023 dan Maret 2024, sebanyak 30.000 orang Israel meninggalkan negara itu secara permanen, yang menandai penurunan sebesar 14 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Selain itu, terjadi penurunan 21 persen dalam jumlah warga Israel yang kembali dari luar negeri selama periode ini, dengan 8.898 orang kembali antara Oktober 2023 dan Maret 2024 dibandingkan dengan 11.231 orang pada tahun sebelumnya.
Channel 12 menunjukkan bahwa data CBS menghitung jumlah warga Israel yang meninggalkan negara tersebut, tidak kembali selama sepuluh bulan berikutnya, dan membangun kehidupan mereka di luar negeri. CBS juga mencatat bahwa keputusan untuk beremigrasi itu rumit dan tidak selalu terkait dengan satu peristiwa, karena keputusan tersebut biasanya melibatkan perencanaan selama beberapa bulan.