Desakan Penangguhan Israel dari Keanggotaan PBB Menguat
Penangguhan dari PBB pernah diterapkan pada rezim apartheid Afrika Selatan.
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK – Desakan agar Israel ditangguhkan dari keanggotaan di PBB karena pelanggaran berulangnya atas Piagam PBB bermunculan. Desakan itu menguat terkait tindakan terkini Israel melarang operasional badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA).
Pelapor khusus PBB mendesak penangguhan keanggotaan Israel di PBB dengan alasan pelanggaran berulang terhadap hukum internasional dan pendudukan wilayah Palestina. “Saya yakin bahwa impunitas yang diberikan kepada Israel telah memungkinkan Israel menjadi pelanggaran berantai terhadap hukum internasional,” kata Francesca Albanese, pelapor khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia di wilayah Palestina, pada konferensi pers dilansir Aljazirah.
Albanese mengatakan dia merekomendasikan Majelis Umum untuk mempertimbangkan penangguhan kredensial Israel sebagai anggota PBB sampai Israel berhenti melanggar hukum internasional dan menarik pendudukan yang “jelas-jelas melanggar hukum”. “Israel, dalam upaya mewujudkan Israel Raya, berupaya mengurangi secara fisik dan spiritual… kehadiran identitas Palestina di wilayah Palestina yang diduduki.”
Sementara, Liga Arab mengumumkan akan mengadakan sidang darurat pada Kamis untuk membahas keputusan Israel yang memblokir badan PBB untuk pengungsi Palestina yang beroperasi di wilayah pendudukan Israel. Dalam sebuah pernyataan, Liga mengatakan sidang tersebut, yang dipimpin oleh Yaman dan diminta oleh Yordania, akan mempertemukan perwakilan tetap di kantor pusatnya di Kairo untuk membentuk tanggapan terpadu terhadap larangan tersebut.
Menteri Luar Negeri Norwegia Espen Barth Eide mengatakan kepada Aljazirah bahwa larangan Israel terhadap UNRWA adalah “keputusan yang sangat dramatis.” “UNRWA adalah tulang punggung semua upaya kemanusiaan di Gaza dan Tepi Barat, selain negara-negara tetangga,” katanya. “Organisasi kemanusiaan lainnya, baik organisasi sukarela maupun organisasi PBB lainnya, dengan sangat jelas mengatakan bahwa mereka tidak dapat beroperasi jika UNRWA tidak ada.
“Norwegia tidak hanya mengecam tindakan ini, kami juga menegaskan bahwa pandangan kami adalah bahwa keputusan ini tidak sah menurut hukum internasional. Tidak ada seorangpun yang kebal terhadap hukum yang juga berlaku di Israel. Ia mengatakan banyak negara telah mengkritik dan mengutuk keputusan pelarangan UNRWA, namun Norwegia telah mengambil langkah lebih jauh dan kini mengajukan rancangan resolusi ke Majelis Umum PBB.
Mereka akan meminta Mahkamah Internasional untuk mengevaluasi apakah Israel mempunyai hak untuk melarang UNRWA, atau apakah mereka melanggar kewajibannya sebagai kekuatan pendudukan. “Argumen kami adalah meskipun pendudukan Palestina adalah ilegal, yang kami tahu itu ilegal, ada kewajiban tertentu yang Anda pegang selama Anda menjadi penjajah. Itu berarti Israel harus menyediakan … layanan kemanusiaan penting dan jenis bantuan hidup lainnya bagi penduduk Palestina.”
Pemimpin UNRWA Philippe Lazzarini menegaskan bahwa tindakan Israel melarang operasi lembaga itu di wilayah Palestina yang diduduki sudah keterlaluan. PBB harus mengambil sikap terkait aksi Israel tersebut.
Pada Rabu (30/10/2024), Lazzarini telah menulis surat kepada presiden Majelis Umum PBB menyerukan “intervensi yang tegas” untuk membantu UNRWA melaksanakan mandatnya di wilayah pendudukan Palestina.
Undang-undang Knesset yang melarang pejabat Israel melakukan kontak dengan UNRWA dan melarang operasi badan tersebut di wilayah yang dikuasai Israel berisiko runtuhnya operasi UNRWA di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki, sehingga menimbulkan “konsekuensi yang mengerikan bagi perdamaian dan keamanan internasional,” tulisnya.
“Saat ini, bahkan ketika kita melihat wajah-wajah anak-anak di Gaza, yang beberapa di antaranya kita tahu akan meninggal besok, tatanan internasional yang berdasarkan aturan sedang runtuh karena terulangnya kengerian yang berujung pada berdirinya PBB, dan pada saat yang sama pelanggaran komitmen untuk mencegah terulangnya kembali,” katanya.
“Serangan terhadap UNRWA merupakan bagian integral dari disintegrasi ini,” tulisnya. “Dalam kondisi yang tidak dapat dipertahankan seperti ini, saya meminta dukungan negara-negara anggota, sesuai dengan gawatnya situasi dan risiko, untuk memastikan kemampuan Badan tersebut untuk sepenuhnya melaksanakan mandat yang diberikan oleh Majelis Umum,” tambahnya.
Riyad Mansour, utusan Palestina untuk PBB, menuntut agar Dewan Keamanan bertindak untuk melindungi warga sipil yang menderita serangan Israel selama lebih dari setahun.
“Israel telah melewati setiap garis merah, melanggar setiap aturan, menentang setiap larangan. Sampai kapan ini dibiarkan? Kapan kalian akan bertindak? Kalian adalah Dewan Keamanan. Kalian harus menjangkau setiap orang yang menderita di antara warga Palestina. Itu adalah tugas kalian!” kata utusan itu pada pertemuan dewan pada Selasa.
Selain 43.000 orang syahid di Gaza, ia mencatat 100.000 warga Palestina menjadi cacat akibat serangan Israel, banyak di antaranya diamputasi dan cacat permanen lainnya. Dua juta warga Palestina mengungsi dan “orang-orang menanggung penderitaan yang tak terperi”, kata Mansour.
“Dengan mengakhiri impunitas dan memastikan akuntabilitas, dengan mengakhiri ketidakadilan yang mengerikan ini, seharusnya tindakan kalian sesuai dengan kata-kata. Hentikan genosida ini atau diam selamanya,” katanya.
Undang-undang pelarangan UNRWA oleh Israel secara efektif melarang badan beroperasi di wilayah Israel, Gaza, Tepi Barat yang diduduki, dan Yerusalem Timur. Larangan tersebut berarti pencabutan hak istimewa dan kekebalan yang dinikmati oleh organisasi-organisasi PBB berdasarkan Piagam PBB. Keputusan ini akan mulai berlaku dalam waktu 90 hari setelah pemungutan suara.
Preseden penangguhan...
Undang-undang pertama mengatakan bahwa UNRWA tidak diperbolehkan untuk "menjalankan lembaga apa pun, memberikan layanan apa pun, atau melakukan aktivitas apa pun, baik secara langsung atau tidak langsung", di Israel. Undang-undang kedua melarang pejabat dan lembaga pemerintah Israel melakukan kontak dengan Unrwa.
Hal ini akan mempengaruhi hak istimewa dan kekebalan yang menjadi hak Unrwa berdasarkan hukum internasional. Menteri luar negeri Kanada, Australia, Perancis, Jerman, Jepang, Republik Korea dan Inggris pada Senin menyatakan bahwa undang-undang tersebut dapat melemahkan status perlindungan tersebut.
Perlindungan tersebut tertuang dalam Piagam PBB dan Konvensi Umum tentang Hak Istimewa dan Kekebalan Perserikatan Bangsa-Bangsa. “Organisasi akan mendapatkan di wilayah masing-masing Anggotanya hak-hak istimewa dan kekebalan yang diperlukan untuk memenuhi tujuannya,” bunyi piagam tersebut.
Eirik Bjorge, profesor hukum di Universitas Bristol, mengatakan pada Middle East Monitor bahwa undang-undang Israel yang baru jelas merupakan pelanggaran terhadap Piagam PBB serta konvensi, yang menetapkan bahwa properti dan aset PBB tidak dapat diganggu gugat.
Menurut konvensi tersebut, “di mana pun berada dan oleh siapa pun yang dimiliki”, aset dan properti PBB “akan kebal dari penggeledahan, pengambilalihan, penyitaan, pengambilalihan, dan segala bentuk campur tangan lainnya, baik melalui tindakan eksekutif, administratif, yudikatif, atau legislatif”.
Menurut Bjorge, tidak dapat diganggu gugatnya lokasi PBB adalah mutlak menurut hukum internasional. Tidak ada argumen keamanan atau militer yang dapat membenarkan tindakan Israel.
Namun, ada satu preseden bersejarah mengenai penangguhan dari Majelis Umum. Pada tanggal 12 November 1974, Majelis Umum memutuskan untuk menangguhkan partisipasi Afrika Selatan dalam pekerjaannya karena adanya penolakan internasional terhadap kebijakan apartheidnya.
Pemungutan suara tersebut disahkan meskipun ada tentangan dari AS, Inggris, dan pemerintah negara barat lainnya. Namun hal ini tidak menyebabkan dikeluarkannya Afrika Selatan dari negara anggota PBB.
Sebuah resolusi yang merekomendasikan pengusiran Afrika Selatan dari PBB diveto oleh anggota Dewan Keamanan AS, Inggris dan Perancis pada tanggal 30 Oktober 1974. Afrika Selatan diterima kembali menjadi anggota Majelis Umum PBB pada1994 setelah transisi menuju demokrasi.