Persepi Nilai Survei Poltracking yang Unggulkan RIDO 51,6 Persen tidak Sesuai SOP
Poltracking Indonesia tidak dapat menunjukkan data asli 2.000 sampel survei.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) menjatuhkan sanksi kepada salah satu anggota mereka, Poltracking Indonesia, Senin (4/11/2024). Sanksi itu diberikan imbas hasil survei terkait Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta yang dirilis Poltracking pada 24 Oktober 2024.
Diketahui, dalam beberapa waktu terakhir, Dewan Etik Persepi melakukan penyelidikan terhadap prosedur pelaksanaan survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Poltracking Indonesia. Pasalnya, dua lembaga anggota Persepi itu telah merilis tingkat elektabilitas tiga pasangan calon (paslon) di Pilgub DKI Jakarta yang hasilnya berbeda signifikan secara statistik. Padahal, waktu pengumpulan data dua lembaga itu relatif sama, yaitu 10-17 Oktober (untuk LSI) dan 10-16 Oktober (untuk Poltracking).
Dalam keterangannya, Persepi menyebutkan bahwa proses pemeriksaan terhadap kedua lembaga itu dilakukan secara tatap muka pada 28-29 Oktober. Setalah itu, kedua lembaga tersebut diminta untuk menyampaikan keterangan tambahan secara tertulis yang dikirimkan pada 31 Oktober 2024.
"Dewan Etik meminta kembali keterangan lanjutan dari Poltracking Indonesia pada Ahad, 2 November 2024 pukul 19.00 WIB, karena dipandang keterangan tatap muka dan tertulis yang telah disampaikan belum cukup memenuhi standar pemeriksaan," tulis Dewan Etik Persepi melalui keterangannya, Senin.
Sementara itu, Dewan Etik Persepi tidak meminta keterangan tambahan dari LSI lantaran keterangan dan bahan yang telah dikirimkan ke sudah memenuhi standar penyelidikan survei. LSI dinilai telah melakukan survei sesuai dengan SOP.
Di sisi lain, pelaksanaan survei terkait Pilgub DKI Jakarta yang dilakukan Poltracking Indonesia tidak bisa dipastikan telah dilaksanakan sesuai dengan SOP. Pasalnya, Dewan Etik tidak menemukan kepastian data yang menjadi dasar penilaian dari dua dataset yang telah dikirimkan Poltracking.
"Dewan Etik tidak bisa memverifikasi kesahihan implementasi metodologi survei opini publik Poltracking Indonesia karena adanya perbedaan dari dua dataset (raw data) yang telah dikirimkan," tulis Dewan Etik Persepi.
Adapun kronologi pemeriksaan terhadap Poltracking adalah sebagai berikut:
1. Dalam pemeriksaan pertama tanggal 29 Oktober 2024, Poltracking Indonesia tidak dapat menunjukkan data asli 2.000 sampel seperti yang disampaikan dalam laporan survei yang telah dirilis ke publik untuk bisa diaudit kebenarannya oleh Dewan Etik. Poltracking menyampaikan bahwa data asli sudah dihapus dari server karena keterbatasan penyimpanan data (storage) yang disewa dari vendor.
2. Dalam penyampaian keterangan tertulis pada 31 Oktober 2024, Poltracking Indonesia juga tidak melampirkan raw data asli 2.000 sample seperti yang dimintakan dalam dalam pemeriksaan pertama.
3. Dalam pemeriksaan kedua tanggal 2 November 2024, Dewan Etik kembali menanyakan tentang dataset asli yang digunakan dalam rilis survei, namun Poltracking Indonesia juga belum bisa menjelaskan dan menunjukkan data asli raw data 2.000 sample karena beralasan data tersebut telah dihapus dari server.
4. Pada tanggal 3 November 2024 sekira pukul 10.50 WIB, Dewan Etik menerima raw data yang menurut Poltracking Indonesia telah berhasil dipulihkan dari server dengan bantuan tim IT dan mitra vendor.
5. Dewan Etik lalu membandingkan kedua data tersebut dan ditemukan banyaknya perbedaan antara data awal yang diterima sebelum pemeriksaan dan data terakhir yang diterima pada 3 November 2024.
6. Adanya dua dataset yang berbeda membuat Dewan Etik tidak memiliki cukup bukti untuk memutuskan apakah pelaksanaan survei Poltracking Indonesia telah memenuhi SOP survei atau belum.
Dewan Etik menyatakan Poltracking juga tidak berhasil menjelaskan ketidaksesuaian antara jumlah sampel valid sebesar 1.652 data sampel yang ditunjukkan saat pemeriksaan dengan 2.000 data sampel seperti yang telah dirilis ke publik dalam pemeriksaan. Poltracking juga tidak memberikan penjelasan yang memadai membuat Dewan Etik tidak bisa menilai kesahihan data.
"Terhadap hal-hal di atas, Dewan Etik memberikan sanksi kepada Poltracking Indonesia untuk ke depan tidak diperbolehkan mempublikasikan hasil survei tanpa terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dan pemeriksaan data oleh Dewan Etik. Kecuali bila Poltracking Indonesia tidak lagi menjadi anggota Persepi," tulis Dewan Etik Persepi.
Keputusan itu dibuat dan ditandatangani oleh ketua dan anggota Dewan Etik Persepi, yaitu Prof Asep Saefuddin (Ketua), Prof Hamdi Muluk (Anggota), dan Prof Saiful Mujani (Anggota).
Diketahui, hasil survei Poltracking Indonesia menunjukkan bahwa pasangan Ridwan Kamil (RK)-Suswono (Rido) memperoleh elektabilitas elektabilitas 51,6 persen. Sementara itu, Pramono Anung-Rano Karno memiliki elektabilitas 36,4 persen. Sedangkan Dharma Pongrekun-Kun Wardana hanya memiliki elektabilitas 3,9 persen.
Sementara LSI merilis hasil survei bahwa elektabilitas pasangan RK-Suswono kalah dari Pramono-Rano. Hasil survei LSI menunjukkan Pramono-Rano memiliki elektabilitas 41,6 persen dan RK-Suswono 37,4 persen. Sedangkan Dharma-Kun hanya memiliki elektabilitas 6,6 persen.
Poltracking Indonesia menyatakan keberatan terhadap sanksi yang dijatuhkan oleh Dewan Etik Persepi. Poltracking menilai Persepi tak adil dalam menjelaskan tentang perbedaan hasil survei dengan LSI.
"Dewan Etik Persepi tidak adil dalam menjelaskan tentang perbedaan hasil antara LSI dan Poltracking," ujar Direktur Poltracking Indonesia Masduri Amrawi dalam keterangannya, Selasa (5/11/2024).
Menurut Masduri, pada poin 1, Persepi hanya menjelaskan pemeriksaan metode dan implementasi dari LSI dapat dianalisis dengan baik, tetapi tidak dijelaskan bagaimana dan mengapa metode dan implementasinya dapat dianalisis dengan baik. Lebih jauh lagi hasil analisis tersebut juga tidak disampaikan ke publik.
"Bagi kami ini penting juga untuk disampaikan ke publik, tetapi Dewan Etik Persepi tidak melakukan ini," ujarnya.
Salah satu pembahasan yang muncul pada saat pertemuan dewan etik pertama, adalah cerita tentang LSI melakukan penggantian beberapa PSU, sekitar 60 PSU (50 persen) PSU Survei LSI di Pilkada Jakarta. "Kami berpandangan ini penting juga disampaikan kepada publik, karena penggantian PSU memiliki konsekuensi terhadap kualitas data."
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa sejak awal Poltracking menyerahkan 2.000 data yang diolah pada survei Pilkada Jakarta. Lalu Dewan Etik, meminta raw data dari dashboard. Poltracking lantas mengirimkannya pada tanggal 3 November 2024.
"Tidak ada perbedaan antara dua data tersebut," kata Masduri.
Menurut Masduri, Dewan Etik Persepi merasa tidak bisa memverifikasi data Poltracking. Padahal jelas, ia dan rekan-rekan sudah menyerahkan seluruh data yang diminta dan memberikan penjelasan secara detail.
"Raw data sudah dikirimkan. Hanya dewan etik meminta raw data dari dashboard supaya dapat dibandingkan dengan data yang sudah dikirimkan sejak awal. Itu sudah kami serahkan semua," kataya.
"Kami hanya diminta kalau ada tambahan keterangan dikirim dan kami sudah mengirimkan pada tanggal 31 Oktober 2024. Tidak ada permintaan secara spesifik mengenai lampiran raw data dari dashboard," ujarnya menjelaskan.
Masduri mengungkapkan, sejak awal ia sudah menjelaskan bahwa survei Poltracking sepenuhnya menggunakan aplikasi, bukan lagi survei manual menggunakan kuesioner kertas. Sehingga, tidak bisa disamakan dengan LSI yang membandingkan kuesioner cetak dan raw datanya, yang kemudian jadi tolak ukur penyelidikan yang dilakukan oleh dewan etik.
"Poltracking benar mengirimkan data pada 3 November 2024, data tersebut tidak ada bedanya dengan data awal yang dikirim," ujarnya.
Karena itu, Poltracking tidak memahami apa yang dimaksudkan banyaknya perbedaan antara data awal dan data terakhir. Menurut Masduri, Poltracking tidak mendapatkan penjelasan apapun tentang hal ini.
"Kami memenuhi apa yang diminta oleh Dewan Etik mengenai raw data dari dashboard. Tidak ada perbedaan antara dua data tersebut," lanjut Masduri.
Masduri melanjutkan, Poltracking sudah mengolah 2.000 data, tetapi data invalid tidak memiliki nilai dalam akumulasi hasil. Hal tersebut sudah dijelaskan di depan Dewan Etik pada dua kali pertemuan dan dalam keterangan tertulis.
"Bagi kami keputusan dewan etik tidak adil, karena tidak proporsional dan akuntabel dalam proses pemeriksaan terhadap Poltracking dan LSI."
Poltracking, Masduri menegaskan, sudah melaksanakan semua Standar Operasional Prosedur (SOP) survei guna menjaga kualitas data.