Dijatuhkan Sanksi Soal Survei Pilgub Jakarta, Poltracking: Dewan Etik Persepi tidak Adil!
Poltracking mengaku sudah menyerahkan semua data yang diminta Dewan Etik.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Poltracking Indonesia menyatakan keberatan terhadap sanksi yang dijatuhkan oleh Dewan Etik Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi). Sanksi itu diketahui diberikan imbas hasil survei terkait Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta yang dirilis Poltracking pada 24 Oktober 2024.
"Dewan Etik Persepi tidak adil dalam menjelaskan tentang perbedaan hasil antara LSI dan Poltracking," ujar Direktur Poltracking Indonesia Masduri Amrawi dalam keterangannya, Selasa (5/11/2024).
Diketahui, dalam beberapa waktu terakhir, Dewan Etik Persepi melakukan penyelidikan terhadap prosedur pelaksanaan survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Poltracking Indonesia.
Pasalnya, dua lembaga anggota Persepi itu telah merilis tingkat elektabilitas tiga pasangan calon (paslon) di Pilgub DKI Jakarta yang hasilnya berbeda signifikan secara statistik. Padahal, waktu pengumpulan data dua lembaga itu relatif sama, yaitu 10-17 Oktober (untuk LSI) dan 10-16 Oktober (untuk Poltracking).
Menurut Masduri, pada poin 1, Persepi hanya menjelaskan pemeriksaan metode dan implementasi dari LSI dapat dianalisis dengan baik. Tapi tidak dijelaskan bagaimana dan mengapa metode dan implementasinya dapat dianalisis dengan baik. Lebih jauh lagi hasil analisis tersebut juga tidak disampaikan ke publik. "Bagi kami ini penting juga untuk disampaikan ke publik, tetapi dewan etik Persepi tidak melakukan ini," ujarnya.
Salah satu pembahasan yang muncul pada saat pertemuan dewan etik pertama, adalah cerita tentang LSI melakukan penggantian beberapa PSU, sekitar 60 PSU (50%) PSU Survei LSI di Pilkada Jakarta. "Kami berpandangan ini penting juga disampaikan kepada publik, karena penggantian PSU memiliki konsekuensi terhadap kualitas data."
Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa sejak awal Poltracking menyerahkan 2000 data yang diolah pada survei Pilkada Jakarta. Lalu dewan etik, meminta raw data dari dashboard. Poltracking lantas mengirimkannya pada tanggal 3 November 2024. "Tidak ada perbedaan antara dua data tersebut."
Menurut Masduri, Dewan etik merasa tidak bisa memverifikasi data Poltracking. Padahal jelas, ia dan rekan-rekan sudah menyerahkan seluruh data yang diminta dan memberikan penjelasan secara detail. "Raw data sudah dikirimkan. Hanya dewan etik meminta raw data dari dashboard supaya dapat dibandingkan dengan data yang sudah dikirimkan sejak awal. Itu sudah kami serahkan semua," kataya.
"Kami hanya diminta kalau ada tambahan keterangan dikirim dan kami sudah mengirimkan pada tanggal 31 Oktober 2024. Tidak ada permintaan secara spesifik mengenai lampiran raw data dari dashboard," ujarnya menjelaskan.
Masduri mengungkapkan, sejak awal ia sudah menjelaskan bahwa survei Poltracking sepenuhnya menggunakan aplikasi, bukan lagi survei manual menggunakan kuesioner kertas. Sehingga tidak bisa disamakan dengan LSI yang membandingkan kuesioner cetak dan raw datanya, yang kemudian jadi tolak ukur penyelidikan yang dilakukan oleh dewan etik.
"Poltracking benar mengirimkan data pada 3 November 2024, data tersebut tidak ada bedanya dengan data awal yang dikirim."
Karena itu,Poltracking tidak memahami apa yang dimaksudkan banyaknya perbedaan antara data awal dan data terakhir. Poltracking tidak mendapatkan penjelasan apapun tentang
hal ini.
"Kami memenuhi apa yang diminta oleh dewan etik mengenai raw data dari dashboard. Tidak ada perbedaan antara dua data tersebut."
Masduri melanjutkan,Poltracking sudah mengolah 2000 data, tetapi data invalid tidak memiliki nilai dalam akumulasi hasil. Hal tersebut sudah dijelaskan di depan dewan etik pada dua kali pertemuan dan dalam keterangan tertulis.
"Bagi kami keputusan dewan etik tidak adil, karena tidak proporsional dan akuntabel dalam proses pemeriksaan terhadap Poltracking dan LSI."
Poltracking, kata ia, sudah melaksanakan semua Standar Operasional Prosedur (SOP) survei guna menjaga
kualitas data. Hal tersebut sudah dipaparkan dan dijelaskan kepada dewan etik.
Seperti diketahui dalam survei Pilkada Jakarta terakhir, Poltracking menyebut pasangan Ridwan Kamil-Suswono mempunyai elektabilitas di atas 50 persen. Ada potensi Ridwan Kamil-Suswono menang satu putaran. Sementara Survei LIS, Pramono-Rano memiliki elektabilitas 41,6 persen. Sementara RK-Suswono hanya 37,4 persen. Sedangkan Dharma Pongrekun-Kun Wardana hanya memiliki elektabilitas 6,6 persen.
Penjelasan dewan Etik
Sementara itu dalam keterangannya, Persepi menyebutkan bahwa proses pemeriksaan terhadap kedua lembaga itu dilakukan secara tatap muka pada 28-29 Oktober. Setalah itu, kedua lembaga tersebut diminta untuk menyampaikan keterangan tambahan secara tertulis yang dikirimkan pada 31 Oktober 2024.
"Dewan Etik meminta kembali keterangan lanjutan dari Poltracking Indonesia pada Ahad, 2 November 2024 pukul 19.00 WIB, karena dipandang keterangan tatap muka dan tertulis yang telah disampaikan belum cukup memenuhi standar pemeriksaan," tulis Dewan Etik Persepi melalui keterangannya, Senin.
Dewan Etik Persepi tidak meminta keterangan tambahan dari LSI lantatan keterangan dan bahan yang telah dikirimkan ke sudah memenuhi standar penyelidikan survei. LSI dinilai telah melakukan survei sesuai dengan SOP.
Di sisi lain, pelaksanaan survei terkait Pilgub DKI Jakarta yang dilakukan Poltracking Indonesia tidak bisa dipastikan telah dilaksanakan sesuai dengan SOP. Pasalnya, Dewan Etik tidak menemukan kepastian data yang menjadi dasar penilaian dari dua dataset yang telah dikirimkan Poltracking.
"Dewan Etik tidak bisa memverifikasi kesahihan implementasi metodologi survei opini publik Poltracking Indonesia karena adanya perbedaan dari dua dataset (raw data) yang telah dikirimkan," tulis Dewan Etik Persepi.