AS Terus Narasikan 'Iran tak Perlu Balas Israel', Takut Diratakan Pakai Rudal Canggih?
AS mengerahkan pasukan untuk mendukung pertahanan Israel.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) terus mengulang-ulang narasi dengan memperingatkan Iran agar tidak merespons serangan Israel beberapa waktu lalu. Hal itu kembali disampaikan Pentagon (markas besar Departemen Pertahanan AS) pada Senin (4/11/2024). Lantas, benarkah narasi yang berulang tersebut bentuk ketakutan AS dan Israel terhadap serangan balasan dari Iran?
"Saya rasa, sebagai Pemerintah AS, kami sudah sangat jelas bahwa menurut kami Iran tidak perlu merespons tindakan balasan Israel," kata juru bicara Pentagon, Pat Ryder, kepada wartawan. "Kalau mereka memilih untuk melakukannya, kami, tentu saja, akan mendukung Israel dan pertahanannya," katanya menambahkan.
Ryder juga mengatakan bahwa ia tidak mau berspekulasi soal apakah Iran akan mengambil tindakan atau tidak. "Saya juga tidak akan membahas penilaian intelijen," ujarnya.
Pada Jumat (1/11/2024) malam, Pentagon mengumumkan bahwa Menteri Pertahanan Lloyd Austin telah memerintahkan pengerahan kapal perusak pertahanan rudal balistik tambahan, skuadron jet tempur, dan pesawat tanker ke Timur Tengah. Selain itu, kata Pentagon, AS mengerahkan sejumlah pesawat pengebom jarak jauh B-52 milik Angkatan Udara ke kawasan tersebut.
Pasukan AS tersebut, kata Ryder, akan mulai berdatangan dalam beberapa bulan mendatang. "Gugus Tugas Kapal Induk USS Abraham Lincoln bersiap untuk berangkat, dan beberapa sudah mulai bergerak menuju wilayah tersebut, yang ditandai dengan kedatangan pengebom B-52 akhir pekan ini," ujarnya.
AS mengerahkan pasukan ke kawasan itu untuk menjaga kemampuan perlindungan pasukan AS dan mendukung pertahanan Israel. "Kami siap mendukung pertahanan Israel dan mendorong Iran untuk tidak melancarkan serangan balasan dalam bentuk apa pun," kata Ryder.
Israel pada Oktober melancarkan serangan ke aset-aset Iran, yang dilaporkan menargetkan fasilitas produksi rudal dan sistem pertahanan udara, sebagai respons atas serangan rudal dari Teheran pada 1 Oktober.
Ketegangan di kawasan meningkat akibat serangan brutal Israel di Jalur Gaza, yang telah menewaskan lebih dari 43.400 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, menyusul serangan lintas batas oleh kelompok Hamas dari Palestina pada Oktober 2023.
Konflik kemudian meluas ke Lebanon karena Israel melancarkan serangan mematikan di seluruh negeri itu. Sedikitnya 3.000 orang dilaporkan terbunuh dan lebih dari 13.500 orang terluka dalam serangan Israel sejak tahun lalu, menurut otoritas Lebanon.
Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Al Mayadeen, Kepala Dewan Strategis Hubungan Luar Negeri Iran Kamal Kharrazi, mengartikulasikan sikap Iran terhadap ketegangan regional, menekankan kesiapan negara itu untuk menanggapi setiap eskalasi sambil mengungkapkan keinginan untuk menghindari perang lebih lanjut.
Dikutip dari Kantor Berita Mehr, Sabtu (2/11/2024), dia menyoroti kemampuan militer Iran dan potensi perubahan kebijakan nuklirnya dalam menanggapi “ancaman eksistensial” yang dirasakan, membingkai diskusi dalam konteks yang lebih luas tentang sikap geopolitik Iran dan komitmennya terhadap kedaulatan nasional.
Dalam konteks ini, Kharrazi menekankan bahwa Iran telah memamerkan kemampuan penangkalannya melalui Operasi Janji Sejati II, di mana Iran meluncurkan ratusan rudal balistik ke Israel, dan mencatat bahwa untuk saat ini, hal itu tergantung pada Zionis, jika mereka memilih untuk melanjutkan tindakan permusuhan mereka, Iran akan merespons dengan tepat.
Menanggapi pertanyaan tentang kemungkinan perubahan doktrin nuklir Iran, Kharrazi mengindikasikan bahwa perubahan semacam itu mungkin saja terjadi, terutama jika Iran menghadapi “ancaman eksistensial”.
Dia menegaskan bahwa Iran memiliki kemampuan teknis untuk memproduksi senjata nuklir dan tidak menemui hambatan yang berarti dalam hal ini. Namun, dia menekankan bahwa Fatwa yang dikeluarkan oleh Pemimpin Besar Revolusi Islam Ayatollah Seyyed Ali Khamenei menjadi satu-satunya kendala yang menghalangi Iran untuk mengembangkan persenjataan nuklir.
Pejabat Iran tersebut juga menyebutkan bahwa perubahan kebijakan akan berlaku untuk proyektil. Kharrazi mencatat bahwa kemampuan rudal Iran sudah sangat terkenal, yang telah ditunjukkan dalam berbagai operasi.
Dia menyatakan bahwa fokus saat ini adalah pada jarak tempuh rudal yang digunakan sejauh ini, di mana mereka [Iran] telah mempertimbangkan kekhawatiran negara-negara Barat.
Namun, Kharrazi menyatakan bahwa jika negara-negara Barat tidak mengakui kekhawatiran Iran, terutama mengenai kedaulatan dan integritas teritorialnya, Iran akan mengabaikan kekhawatiran negara-negara Barat. Oleh karena itu, ada kemungkinan Iran akan mengembangkan dan memperluas jangkauan rudalnya.
Kharrazi berbicara tentang perang yang “tidak seimbang” di wilayah tersebut, mengatakan kepada Al Mayadeen bahwa perang tersebut “dipimpin oleh Israel, yang melakukan pembersihan etnis dan pemusnahan orang-orang,” dan memerangi mereka yang mempertahankan hidup, eksistensi, dan tanah mereka.
Dia menyatakan harapannya bahwa perang akan segera berakhir, dan menegaskan bahwa Israel terlibat dalam “pembersihan etnis yang mengerikan” sementara secara keliru meyakini bahwa mereka telah mencapai kemenangan.
Kharrazi menekankan bahwa tindakan semacam itu tidak dapat dianggap sebagai kemenangan yang sebenarnya, melainkan sebagai pelanggaran besar terhadap hak asasi manusia.