Ini Lima Alasan Mengapa Trump Bisa Menang Telak Melawan Harris

Kondisi ekonomi AS di era Biden ikut menjadi penyebab kekalahan Harris.

AP Photo/Alex Brandon
Donald Trump.
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kandidat Partai Republik Donald Trump berhasil menang telak atas pesaingnya dari Demokrat Kamala Harris. Lantas apa yang membuat Trump bisa unggul jauh?

Baca Juga


Seperti dilansir dari NPR, hasil pemilu menunjukkan bahwa masyarakat Amerika kurang peduli terhadap retorika Trump dan justru mendambakan perubahan.

Jajak pendapat yang dilakukan tepat sebelum Hari Pemilihan menunjukkan Harris tidak mampu mengambil peran perubahan sebagai bagian dari pemerintahan Biden. Ini menjadi alasan pertama mengapa Trump akhirnya menang. 

Alasan kedua, banyak ahli menyebut inflasi yang tidak terkendali pada pertengahan masa jabatan pemerintahan Biden sebagai kunci kejatuhan Harris. Meskipun inflasi menurun, harga-harga tetap lebih tinggi dibandingkan saat Trump masih menjabat.

Para pemilih seperti Dale Roberts di Georgia melihat Harris sebagai perpanjangan tangan Presiden Biden. “Harris mempunyai kebijakan yang sama seperti Biden. Tidak ada dua cara untuk mengatasinya,” kata mantan polisi berusia 67 tahun itu.

“Tidak peduli bagaimana dia berbohong atau mencoba keluar dari situasi ini, dia tidak bisa lepas dari situasi tersebut. Dia seharusnya mengubah kebijakan atau mencoba untuk mengubah kebijakan saat dia menjadi wakil presiden.”

Alasan ketigas, seperti yang dilakukannya pada 2016, Trump tampaknya menggalang semangat pemilih kulit putih kelas pekerja pada siklus pemilu ini, khususnya laki-laki. Jajak pendapat juga menunjukkan bahwa ia mengikis dukungan dari kelompok-kelompok utama terhadap Partai Demokrat, termasuk orang-orang Latin dan kulit hitam

“Pada akhirnya, apa yang dikatakan mengenai kemenangan Presiden Trump adalah bahwa masyarakat lebih bersedia untuk memilih sesuai dengan keuangan mereka,” kata jajak pendapat dari Partai Republik Jon McHenry.

Keempat, Trump juga terbantu oleh meningkatnya jumlah penyeberangan perbatasan di awal pemerintahan Biden yang menuai kecaman. Tidak hanya dari para gubernur dan wali kota dari Partai Republik, namun juga dari para gubernur dan wali kota dari Partai Demokrat yang mengecam pemerintahan Biden atas kebijakan imigrasinya di sepanjang perbatasan.

Beberapa orang berpendapat perpecahan di dalam Partai Republik, termasuk pembelotan para pemimpin partai besar seperti mantan anggota Partai Republik Liz Cheney, akan berakibat fatal bagi Trump.

Namun sayangnya Harris juga kesulitan mengartikulasikan visi yang jelas untuk masa depan negaranya, selain mendorong masyarakat untuk memilih menentang Trump.

“Donald Trump telah menghabiskan satu dekade berusaha untuk membuat rakyat Amerika terpecah belah dan takut satu sama lain. Itulah dia,” kata Harris, saat berpidato di depan Gedung Putih. “Tetapi Amerika, saya di sini malam ini untuk mengatakan: Kita bukanlah orang seperti itu.”

Namun Biden seperti tidak 'mendukung' Harris dalam mendorong persatuan ketika, pada hari-hari terakhir pemilu, dia menyebut para pendukung Trump sebagai 'sampah'. Ini menjadi alasan kelima yang menyebabkan Harris kalah. 

Gedung Putih sebetulnya mencoba untuk menjernihkan pernyataan yang kacau tersebut, dengan alasan bahwa presiden tersebut berbicara secara khusus tentang seorang komedian, Tony Hinchcliffe, yang ketika berbicara di rapat umum Trump di New York City menyebut Puerto Riko sebagai “pulau sampah terapung.”

Namun kerusakan telah terjadi. Trump membakar kemarahan para pendukungnya dengan mengenakan rompi reflektif berwarna oranye dan menjawab pertanyaan pers sambil duduk di truk sampah bermerek Trump sebelum rapat umum di Green Bay, Wisconsin, yang kemudian ia kenakan saat rapat umum.

Berdasarkan pantauan data hitung cepat hingga Kamis (7/11/2024) pukul 04.40 waktu Jakarta, Donald Trump telah mencapai 294 elektoral melewati batas 270. Sementara Harris baru meraih 223 elektoral.

"Ini akan menjadi golden age buat rakyat amerika. Ini adalah kemenangan buat rakyat Amerika. Kita akan buat 'Amerika lebih baik lagi'," seru Trump dalam pidato di hadapan pendukungnya di Florida.

Menurutnya ini adalah momen, rakyat AS untuk mendapatkan dan mengontrol negara ini kembali. Trump berjanji akan memperluas lapangan pekerjaan, termasuk mengurangi pajak. Trump akan berkomitmen untuk membuat Amerika Serikat kuat kembali. "Kita akan buat negara ini lebih baik lagi dari sebelumnya."

Trump sukses mengunci kemenangan berkat keunggulannya di negara-negara bagian kunci seperti North Carolina, Pennsylvania, dan Georgia. Terakhir yakni kemenangan di Winconsin yang membuat Trump meraih 10 elektoral sehingga total mendapat 276.

Donald John Trump lahir di Queens, New York, pada 14 Juni 1946. Ayahnya, Fred Trump adalah seorang pengembang real estate yang sukses. Trump menempuh pendidikan di Akademi Militer New York dan Sekolah Keuangan dan Perdagangan Wharton di Universitas Pennsylvania.

Pada tahun 2005, Donald Trump menikah dengan Melania Knauss. Mereka memiliki satu putra, Barron. Trump juga memiliki empat anak dewasa dari pernikahan sebelumnya. Mereka adalah Donald Jr., Ivanka, Eric, dan Tiffany.

Selama pemilihan pendahuluan tahun 2016, Trump mengalahkan belasan pesaingannya untuk memenangkan nominasi Partai Republik. Meskipun ia kalah dalam perolehan suara terbanyak, Trump sukses mengungguli mantan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton dalam pemilihan umum dengan memenangkan mayoritas suara dari Electoral College. Slogan kampanyenya adalah “Membuat Amerika Hebat Lagi”.

Baca Surat Yasin di sini

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler