Rencana Jenderal Berjalan, Warga Palestina Dilarang Balik ke Rumah Mereka di Gaza Utara

Pakar humaniter internasional sebut pemindahan paksa ini bagian dari kejahatan perang

EPA-EFE/ATEF SAFADI
Tank Israel berpatroli di dekat pagar keamanan Jabalia di bagian utara Jalur Gaza. Warga Palestina dilarang pulang ke rumah mereka di Gaza Utara.
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID,  JALUR GAZA -- Langkah Israel untuk mengevakuasi seluruh warga Palestina di bagian utara Gaza semakin dekat. Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyatakan bahwa  penduduk tidak akan diizinkan kembali ke rumah mereka di Gaza Utara. 

Baca Juga


“Tidak ada niat untuk mengizinkan penduduk Jalur Gaza utara untuk kembali ke rumah mereka," ujar Brigjen IDF Itzik Cohen saat jumpa pers, Selasa malam, dikutip dari laman the Guardian. 

Ia mengatakan bahwa pasukan Israel telah dua kali dipaksa memasuki beberapa daerah, seperti kamp Jabaliya. Dia menambahkan bantuan kemanusiaan akan diizinkan 'secara teratur' masuk ke wilayah selatan tetapi tidak ke utara. "Karena tidak ada lagi warga sipil yang tersisa.”

Pakar hukum humaniter internasional mengatakan bahwa tindakan tersebut merupakan kejahatan perang berupa pemindahan paksa dan penggunaan makanan sebagai senjata.

Namun tentara dan pemerintah Israel telah berulang kali membantah mencoba memaksa sisa penduduk Gaza utara untuk mengungsi ke tempat yang relatif aman di selatan selama sebulan serangan baru dan pengepungan yang semakin ketat.

Warga yang masih bertahan di wilayah utara mengatakan operasi baru ini telah menciptakan kondisi perang terburuk hingga saat ini. Israel mengatakan dorongan itu diperlukan untuk memerangi sel-sel Hamas yang berkumpul kembali.

Rencana jenderal

 

Kelompok hak asasi manusia dan lembaga bantuan menuduh bahwa meskipun ada penolakan, Israel tampaknya melaksanakan versi yang disebut 'rencana jenderal'. Proposal ini mengusulkan pemberian tenggat waktu kepada warga sipil untuk pergi dan kemudian memperlakukan siapa pun yang tersisa di Gaza utara sebagai kombatan.

Tidak jelas berapa banyak orang yang masih tinggal di Gaza utara. Bulan lalu, PBB memperkirakan ada sekitar 400.000 warga sipil yang tidak mampu atau tidak mau mengikuti perintah evakuasi Israel.

Pada hari Rabu, rekaman media sosial menunjukkan gelombang puluhan pengungsi membawa anak-anak dan ransel dan berjalan ke selatan melalui daerah datar di Kota Gaza.

"Banyak yang belum makan selama berhari-hari," kata Huda Abu Laila kepada Associated Press.

“Kami datang tanpa alas kaki. Kami tidak punya sandal, tidak punya pakaian, tidak ada apa-apa. Kami tidak punya uang. Tidak ada makanan atau minuman,” katanya.

Setidaknya 15 orang tewas dalam serangan udara Israel di kota utara Beit Lahiya pada Rabu, Aljazirah melaporkan, kesulitan komunikasi membuat tidak ada penjelasan resmi mengenai serangan tersebut dari kementerian kesehatan Gaza.

Hussam Abu Safia, direktur rumah sakit Kamal Adwan di Beit Lahiya, mengunggah video pasien yang melarikan diri dari lantai atas gedung saat terkena tembakan artileri.

Israel membagi wilayahnya menjadi dua pada awal tahun ini dengan menciptakan apa yang mereka sebut sebagai koridor Netzarim. Koridor ini memisahkan wilayah yang dulunya merupakan Kota Gaza yang padat penduduknya dari wilayah lain.

Dalam pengarahan Selasa, Cohen juga mengonfirmasi bahwa Gaza bagian utara kini telah terpecah lagi, untuk membagi Kota Gaza dari wilayah utara yang lebih pedesaan.

Pencaplokan

Pemukiman kembali atau pendudukan kembali Gaza secara permanen bukanlah kebijakan resmi Israel. Namun pejabat senior pertahanan Israel baru-baru ini mengatakan kepada harian Israel Haaretz bahwa karena tidak ada alternatif lain, pemerintah berencana untuk mencaplok sebagian besar wilayah tersebut.

Perang baru Israel dengan kelompok Syiah Lebanon yang kuat, Hizbullah, yang kini memasuki bulan kedua, juga tidak menunjukkan tanda-tanda akan melambat atau berhenti.

Setidaknya 30 orang tewas dalam serangan udara Israel terhadap sebuah bangunan tempat tinggal di Barja, dekat Beirut, pada Selasa malam. Banyak dari mereka yang tewas adalah wanita dan anak-anak. Demikian menurut Mahmoud Seif al-Dine, seorang pegawai pemerintah daerah setempat.

“Ini adalah bangunan sipil di lingkungan sipil, tidak ada indikasi apa pun yang berkaitan dengan Hizbullah atau senjata. Kami tidak tahu mengapa mereka menyerang, yang kami lihat adalah wanita, anak-anak, dan warga sipil yang terbunuh,” kata Seif al-Dine.

Serangan pada Selasa adalah gempuran kedua terhadap Barja, sebuah kota Sunni yang menampung sekitar 27 ribu orang yang telah mengungsi akibat pengeboman Israel di Lebanon selatan selama setahun terakhir. Serangan itu membuat penduduk takut untuk menyambut orang-orang yang mengungsi, kata walikota Barja, Hassan Saad.

Sementara itu Hizbullah menembakkan roket ke Tel Aviv dan daerah lain di Israel tengah pada Rabu sore, dengan sedikitnya satu roket jatuh di tempat parkir mobil Ben Gurion tanpa menimbulkan korban luka. Rekaman video dari lokasi kejadian memperlihatkan sebuah mobil tertusuk sisa-sisa roket Hizbullah.

Sekretaris jenderal baru Hizbullah, Naim Qassem, mengatakan dalam pidatonya pada Rabu bahwa kelompok itu memiliki "puluhan ribu" pejuang yang siap sedia dan tidak ada tempat di Israel yang 'terlarang' untuk serangannya. Ia menambahkan bahwa Hizbullah sekarang berada dalam 'kondisi defensif' di Lebanon selatan. Pejuang Hizbullah telah dikerahkan di posisi mereka dan bahwa kelompok itu siap untuk perang yang menguras Israel.

"Kami percaya bahwa hanya satu hal yang dapat menghentikan perang agresif ini, yaitu medan perang - baik di perbatasan maupun di dalam Israel," kata Qassem. Kelompok itu mengatakan bahwa mereka terbuka untuk gencatan senjata, tetapi ada syaratnya sendiri untuk menghentikan pertempuran.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler