Hak Tetangga Dalam Islam

Islam melarang seorang Muslim berbuat jahat pada tetangga.

pxhere
Ilustrasi: Meniru Akhlak Rasulullah: Jadilah Tetangga yang Baik!
Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- "Demi Allah, tidak sempurna iman seseorang sehingga ia mencintai tetangganya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri." (HR Bukhari-Muslim) Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu terhadap yang lainnya. Pantas kiranya jika seseorang saling memperhatikan sesamanya, saling tolong-menolong, bantu-membantu, dan saling harga-menghargai.

Baca Juga


Islam adalah agama yang membawa keberkahan bagi semua umat manusia, yang menghormati serta menghargai buah karya manusia. Islam mengatur manusia tidak hanya bersifat sementara (duniawi), tetapi juga berorientasi ke depan (ukhrawi). Islam tidak hanya mementingkan materi, tetapi juga memperhatikan norma-norma kehidupan (moral).

Demikianlah Islam tidak hanya berhubungan dengan Sang Khalik (hablum minal-laahi), tetapi juga mengutamakan hubungan sosial (hablum minan-naas). Bertetangga adalah suatu keharusan, sebagai konsekuensi kita sebagai mahluk sosial. Ajaran Islam sarat dengan pesan-pesan yang mengarahkan kita untuk menata kehidupan bertetangga. Islam sangat memperhatikan hal ini, bahkan memberikan aturan main demi tercapainya masyarakat yang kondusif.

Islam melarang sesama tetangga saling berselisih, saling menyakiti, egois, individualistis, dan apriori. "Wahai Abu Dzar," kata Nabi SAW, "Jika kamu memasak sayur, maka perbanyaklah airnya, dan berilah tetanggamu bagian dari sayur itu." (HR Muslim)

Bahkan, dalam suatu riwayat, Rasulullah SAW mengecam satu tetangga yang menyakiti tetangganya, dan mengategorikan orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari akhir. (HR Bukhari).

Dari hadits tersebut, ada tiga catatan penting untuk kehidupan bertetanngga. Pertama, Islam menanamkan sikap saling tolong-menolong dalam bertetangga dan menjauhi sifat individualistis. Kedua, selalu berbuat baik (saling memperhatikan) sesama saudara dekatnya (tetangga). Ketiga, hak tetangga harus kita dahulukan daripada saudara senasab yang jauh letak geografisnya serta melarang sifat apriori.

Alangkah mulia ajaran Islam yang menanamkan solidaritas yang tinggi terhadap sesama (tetangga). Rasulullah SAW sebagai suri teladan bagi umatnya memberikan uswah untuk selalu memberikan hak dan memperhatikan kebutuhan tetangganya, walau berlainan aqidah (keyakinan). Sebagaimana sahabat Abdullah bin Umar, ketika menyembelih kambing, menghadiahkan kepada tetangganya yang beragama Yahudi (HR Bukhari).

 

 

Dalam hadis yang cukup panjang, Nabi SAW menguraikan hak-hak tetangga atas diri seorang Muslim.

"Apakah kalian tahu hak tetangga? Jika tetanggamu meminta bantuan kepadamu, engkau harus menolongnya.

Jika dia meminta pinjaman, engkau meminjaminya. Jika dia fakir, engkau memberikan (bantuan) kepadanya.

Jika dia sakit, maka engkau menjenguknya. Jika dia meninggal, maka engkau mengantar jenazahnya.

Jika dia mendapat kebaikan, engkau menyampaikan selamat untuknya. Jika dia ditimpa kesulitan, engkau menghiburnya.

Janganlah engkau meninggikan bangunanmu di atas bangunannya, hingga engkau menghalangi angin yang menghembus untuk (rumah) ia, kecuali atas izinnya.

Jika engkau membeli buah, hadiahkanlah sebagian untuknya. Jika tidak melakukannya, maka simpanlah buah itu secara sembunyi-sembunyi.

Janganlah anakmu membawa buah itu agar anaknya menjadi marah. Janganlah engkau menyakitinya dengan suara wajanmu kecuali engkau menciduk sebagian isi wajan itu untuknya.

Apakah kalian tahu hak tetangga? Demi Zat yang menggenggam jiwaku, tidaklah hak tetangga sampai kecuali sedikit dari orang yang dirahmati Allah" (HR At-Thabarani).

sumber : Hikmah Republika oleh Pardan Syafrudin
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler