Tekan Peternak Lokal, 80 Persen Konsumsi Susu Berasal dari Impor dan Bebas Bea Masuk

Impor susu terbesar saat ini adalah dari Selandia Baru dan Australia.

ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/aww.
Peternak menyaring susu sapi di Sarang Qurban, Depok, Jawa Barat.
Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menyatakan akan berkoordinasi dengan Kementerian Perdagangan untuk mengevaluasi aturan atau regulasi impor susu menyusul permasalahan kelebihan produksi susu dalam negeri yang tak terserap oleh pabrik. Dalam jumpa pers di kantornya di Jakarta, Senin (11/11/2024), Budi Arie mengatakan bahwa sekitar 80 persen susu yang dikonsumsi masyarakat Indonesia saat ini berasal dari impor. Impor susu terbesar saat ini adalah dari Selandia Baru dan Australia.

Baca Juga


“Selandia Baru dan Australia memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas dengan Indonesia, yang menghapuskan bea masuk pada produk susu sehingga membuat harga produk susu mereka setidaknya 5 persen lebih rendah dibandingkan dengan harga pengekspor produk susu global lainnya,” ujarnya.

Ia menuturkan situasi semakin buruk karena industri pengolahan susu (IPS) lebih memilih mengimpor susu bubuk (skim) daripada susu segar. Akibatnya, para peternak sapi perah di Indonesia rugi karena harga susu segar produksi mereka menjadi sangat rendah, yaitu hanya Rp 7.000 per liter, di bawah harga ideal Rp 9.000 per liter.

Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Koperasi Ferry Juliantono menambahkan bahwa dari total produksi susu nasional, 70 persen disumbangkan oleh koperasi peternak sapi perah. Namun, jumlah ini baru bisa memenuhi 20 persen dari total kebutuhan susu dalam negeri.

Menurut data pemerintah, konsumsi susu nasional pada 2023 mencapai 4,6 juta ton. Namun, produksi dalam negeri hanya mampu memenuhi 1 juta ton atau sekitar 20 persen dari total kebutuhan. Sementara sisanya berasal dari impor.

“Oleh karena itu, sisa yang 80 persen yang sementara ini dilakukan importasi susu itu nanti secara bertahap akan kita kurangi dan kita akan mendorong industri pengolahan susu yang berbadan hukum, berbadan usaha koperasi,” ucap Ferry.

Ia menambahkan, Kemenkop juga akan meminta Kementerian Perdagangan untuk meninjau kembali soal pengenaan bea masuk nol persen terhadap produk susu impor, yang saat ini didominasi oleh Selandia Baru dan Australia. Di sisi lain Indonesia dan Australia saat ini memiliki perjanjian perdagangan bebas bilateral IA-CEPA, yang telah berlaku sejak 5 Juli 2020. Melalui perjanjian IA-CEPA, Australia telah menghilangkan seluruh tarif bea masuk (6.474 pos tarif) untuk produk-produk Indonesia, sehingga ekspor Indonesia ke Australia sepenuhnya bebas bea masuk. Sementara itu, Indonesia juga telah menghapuskan sebagian besar tarif bea masuknya (94,5 persen) atau setara dengan 10.229 pos tarif) untuk produk-produk Australia.

Kondisi peternak dan koperasi susu menjadi sorotan belakangan ini setelah para peternak sapi perah dan pengepul susu di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah mengeluhkan pembatasan kuota penyerapan susu oleh industri pengolahan susu. Para pengepul susu dan peternak melakukan aksi protes di Kabupaten Boyolali pada Sabtu (9/11/2024) dengan aksi mandi susu menggunakan susu yang tak terserap industri pengolahan susu.

Produksi susu oleh peternak sapi perah dan pengepul susu di Kabupaten Boyolali mencapai 140.000 liter per hari. Belakangan ini, serapan IPS hanya sekitar 110.000 liter per hari. Terdapat sisa sebanyak 30.000 liter per hari yang tak terserap pabrik. Salah satu koperasi yang terdampak adalah KUD Mojosongo, yang merupakan koperasi produksi susu terbesar di Kabupaten Boyolali.

Serap Susu Produksi Lokal

Sementara itu, Menteri Koperasi Budi Arie Setiadi menyatakan bahwa pihaknya memastikan produksi susu dari peternak sapi dan koperasi susu dapat diserap pabrik atau industri pengolahan susu (IPS) guna mencegah pembuangan susu oleh pengepul dan peternak, yang belakangan ini marak terjadi.

“Dalam hal ini, Kemenkop akan berkoordinasi dengan koperasi susu dan IPS untuk menjamin penyerapan produksi,” kata Budi Arie.

Selain itu, Kemenkop akan memperbaiki kualitas koperasi susu dengan meningkatkan standar produksi agar sesuai dengan permintaan pabrik. Kerja sama antara pabrik, koperasi, dan peternak akan ditingkatkan, termasuk dalam hal teknologi pengolahan dan penyimpanan susu. Dengan begitu, kelebihan produksi susu dapat dikelola dengan baik dan memenuhi standar kualitas yang tinggi.

Budi Arie menambahkan Kemenkop juga sudah memerintahkan Lembaga Pembiayaan Dana Bergulir (LPDB) untuk memberikan pembiayaan koperasi susu dengan tujuan meningkatkan volume dan kualitas produksi. 

Kemudian, Menteri Perindustrian(Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mendukung upaya Menteri Pertanian(Mentan) Andi Amran Sulaiman untuk mewajibkan industri pengolahan susu (IPS) menyerap susu segar dalam negeri (SSDN) dari peternak dan pengepul sebagai bahan baku industri.

"Langkah ini membuktikan keberpihakan pemerintah kepada para peternak rakyat,” ujar Menperin Agus.

Menperin menyatakan, produksi SSDN domestik saat ini baru memenuhi kebutuhan industri pengolahan susu sebesar 20 persen atau sekitar 750 ribu ton. Dari jumlah tersebut, sekitar 530 ribu ton bahan baku susu segar dipasok oleh Gabungan Koperasi Susu Indonesia yang terdiri dari 59 koperasi dan 44.000 peternak dengan kualitas susu yang memenuhi standar. Sedangkan 80 persen kebutuhan bahan baku susu masih harus dipenuhi secara impor.

Dikatakan Menperin, industri pengolahan susu nasional mampu tumbuh rata-rata lima persen per tahun, sedangkan pertumbuhan produksi susu segar dalam negeri rata-rata 0,9 persen per tahun. Hal ini menyebabkan sebagian besar kebutuhan susu dalam negeri dipenuhi impor, karena gap antara bahan baku SSDN dan impor yang semakin besar.

"Agar gap tersebut tidak semakin besar, kami berharap kepada Kementerian Pertanian sebagai pembina peternak sapi perah untuk dapat melakukan pembinaan dari mulai pemerahan, penyimpanan, dan penanganan agar dapat memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan industri,” ujar dia.

Lebih lanjut, Menperin juga menyampaikan dukungan terhadap keikutsertaan peternak sapi perah rakyat untuk turut berpartisipasi dalam program petani milenial yang telah dicanangkan oleh Kementerian Pertanian.

Upaya ini diharapkan semakin menarik minat kaum milenial untuk terjun menjadi peternak dan penghasil susu lokal guna mencapai swasembada pangan, terutama pemenuhan susu.

Menperin Agus mengatakan, pihaknya juga mendukung komoditas susu masuk dalam barang kebutuhan pokok dan barang penting (Bapokting) agar dapat diusulkan masuk dalam neraca komoditas.

Hal ini ditujukan untuk menjaga kebutuhan dan ketersediaan susu nasional, serta sebagai platform bagi seluruh pemangku kepentingan agar bekerja sama dalam melakukan pembinaan dan penjaminan ketersediaan SSDN untuk kebutuhan masyarakat dan sebagai bahan baku industri.

"Dengan adanya sinergi dan kerja sama yang baik dari seluruh pemangku kepentingan, harapannya produktivitas dan kualitas susu dalam negeri dapat," ujar dia.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler