Ini Pidato Pangeran MBS di KTT Riyadh, Kali Pertama Sebut Israel Lakukan Genosida di Gaza
Pangeran MBS berpidato di KTT Pemimpin Negara Muslim dan Arab di Riyahd.
REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Pangeran Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) mengutuk agresi Israel di Gaza sebagai 'genosida'. Ini menjadi yang pertama Pengeran MBS merujuk kehancuran di Gaza akibat agresi Israel sejak Oktober tahun lalu sebagai aksi genosida.
Berbicara di KTT Pemimpin Negara Muslim dan Arab di Riyadh, Senin (11/11/2024), Pangeran MBS dalam pidatonya juga mengkritisi serangan Israel ke Lebanon dan Iran. Menandai meningkatnya perbaikan hubungan antara Riyadh dan Teheran, dia mengingatkan Israel terkait serangan ke tanah Iran.
"KTT ini diselenggarakan sebagai perpanjangan dari KTT sebelumnya di tengah berlanjutnya kekejaman agresi Israel terhadap saudara-saudara kita rakyat Palestina dan agresi terhadap saudara kita di Lebanon," kata MBS dalam pidatonya dikutip Independent.
"Pihak kerajaan (Saudi) menegaskan kecamannya terhadap aksi genosida yang dilakukan oleh Isreal terhadap rakyat Palestina, yang mengakibatkan lebih dari 150 warga menjadi martir, terluka, dan hilang, yang mana mayoritas dari mereka adalah wanita dan anak-anak," kata MBS melanjutkan.
Secara de facto, Arab Saudi bergabung dengan para pemimpin negara di KTT tersebut untuk mendesak Israel menarik diri secara total dari Tepi Barat dan Gaza. Sementara, melalui Menteri Luar Negerinya, Saudi menyatakan, adalah sebuah "kegagalan dari komunitas internasional" bahwa perang di Gaza belum juga berhenti, sambil menuduh Israel menciptakan bencana kelaparan di wilayah tersebut.
"Di mana komunitas internasional utamanya telah gagal mengakhiri konflik segera dan menyetop agresi Israel," ujar Menlu Pangeran Faisal Bin Farhan Al-Saud.
Perang di Gaza pecah setelah Hamas melancarkan serangan ke selatan Israel pada 7 Okotber 2024 yang menewaskan 1.200 orang dan 251 lainnya menjadi sementara. Israel kemudian melancarkan serangan balasan lewat operasi militer yang berlangsung hingga kini dan telah membunuh lebih dari 43.400 warga Palestina di Gaza di mana 70 persennya adalah anak-anak dan wanita.
Para pemimpin negara Muslim dan Arab di KTT Riyadh juga mengutuk apa yang mereka gambarkan sebagai "serangan berlanjut" Israel terhadap staf PBB di Gaza. Sebagai latar penyelenggaraan KTT Riyadh, Donald Trump akan kembali ke Gedung Putih.
Para pemimpin Negara Teluk menyadari kedekatan Trump dengan Israel, tapi mereka juga memiliki hubungan baik dengannya, dan menginginkan Trump menggunakan pengarauhnya untuk menghentikan perang di kawasan.
Di Arab Saudi sendiri, Trump dinilai lebih disukai daripada Joe Biden, namun rekam jejaknya di Timur Tengah tak ajeg. Trump pernah membuat marah dunia Muslim lantaran mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan pengakuan terhadap Dataran Tinggi Golan yang dicaplok Israel dari Suriah.
Trump juga sukses sebagai penengah Abraham Accords pada 2020 yang mana beberapa negara Teluk seperti Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko mengesahkan hubungan diplomatik mereka dengan Israel yang kemudian juga disusul oleh Sudah. Dalam sebuah editorialnya, harian Saudi, hari ini menampilkan judul, "Sebuah era baru harapan. Kembalinya Trump dan Janji atas Stabilitas."
Di KTT Pemimpin Negara Muslim dan Arab di Riyadh, para pemimpin mengutuk aksi 'genosida' Israel di Gaza. Para pemimpin negara Musilm dan Arab seperti dikutip Asharq Al-Awsat, Senin (11/11/2024) mendeklarasikan bahwa mereka akan, "memobilisasi dukungan internasional untuk melarang sementara Israel berpartisipasi di sidang-sidang umum PBB,"
Dalam komunike bersama mereka, para pemimpin di Riyadh juga akan bekerja sama untuk menggalang dukungan internasional agar Palestina menjadi anggota penuh di PBB. Mereka juga menyererukan kepada semua negara untuk mengambil langkah embargo pengiriman senjata ke Israel dan mendesak Dewan Keamanan PBB untuk menerbitkan resolusi yang "mewajibkan Israel untuk mengakhiri kebijakan-kebijakan ilegal yang mengancam keamanan dan perdamaian kawasan."
Mereka juga mengutuk serangan berlanjut Israel ke Lebanon, dan mendesak segera gencatan senjata. Mereka menuduh militer Israel melancarkan aksi genosida lewat perang terhadap Hamas di Gaza, mengutuk "kejahatan yang mengerikan" terhadap rakyat Palestina.
Para pemimpin juga merujuk fakta adanya kuburan massal, penyiksaan, penghilangan paksa, eksekusi, penjarahan, dan pelenyapan etnis khususnya di utara Gaza. Sehingga KTT menyerukan ketersediaan, "Dukungan dan perlindungn penuh internasional terhadap rakyat dan negara Palestina."
KTT Riyadh berhadap rakyat Palestina akan bersatu dan persatuan dalam negeri (Hamas dan Fatah) akan secara efektif kembali memerintah wilayah pendudukan Palestina, termasuk Gaza. KTT menegaskan tuntutan terhadap "Kedaulatan penuh Palestina di wilayah timur Yerusalem, ibu kota abadi Palestina," sambil menambahkan, "Masjid Al-Aqsa adalah sebuah garis merah".
Berbicara terpisah, Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar pada Senin menolak ide pembentukan negara Palestina. Menurutnya tuntutan pembentukan negara Palestina saat ini sebagai tujuan yang tak 'realistis' di tengah perang yang sedang berlangsung di Jalur Gaza.
“Saya rasa posisi ini tidak realistis saat ini dan kita harus realistis,” kata menteri yang baru dilantik itu ketika menjawab pertanyaan mengenai pembentukan negara Palestina dengan imbalan normalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Arab.
"Negara Palestina akan menjadi 'negara Hamas'," tambah Saar, mengacu pada kelompok pejuang Palestina di Gaza yang telah berperang dengan Israel selama lebih dari setahun.