DPR Minta Tindak 'Fraud' demi Cegah Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
BPJS Kesehatan harus sangat berhati-hati dalam masalah kenaikan iuran.
Republika/Thoudy Badai
Anggota DPR meminta pemerintah tegas kecurangan demi cegah kenaikan iuran BPJS Kesehatan. (ilustrasi)
Red: Gita Amanda
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto meminta pemerintah menindak tegas praktik kecurangan (fraud) terkait dengan implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) demi mencegah terjadinya kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
"Sebetulnya datanya sudah terang benderang. Persoalannya, apakah pemerintah mau menangani fraud ini secara tegas agar kenaikan iuran tidak perlu terjadi," kata Edy seperti dikutip di Jakarta, Jumat (15/11/2024).
Fraud yang ia maksud itu adalah terkait dengan temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengenai tindakan kecurangan klaim BPJS Kesehatan yang diduga mencapai Rp 20 triliun. Lalu, ada dugaan kecurangan lainnya, yakni terkait dengan pekerja penerima upah (PPU) yang sebanyak 35 persen di antaranya justru menjadi peserta BPJS Kesehatan dengan status penerima bantuan iuran (PBI).
Menurut Edy, BPJS Kesehatan harus sangat berhati-hati dalam masalah kenaikan iuran itu. Ia menilai menaikkan iuran merupakan hal yang sensitif. "Saya kira harus hati-hati, apalagi Pak Prabowo baru saja memimpin. Isu kenaikan iuran tentu sangat sensitif, terutama bagi peserta mandiri," kata Edy.
Meskipun kenaikan iuran memang mungkin tidak terhindarkan, Edy mendorong BPJS Kesehatan untuk mengoptimalkan langkah-langkah pencegahan. Sebelumnya, Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyampaikan bahwa kenaikan iuran merupakan salah satu dari sekian banyak cara untuk menjadi solusi, seperti yang tertera pada Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Solusi lainnya, katanya, adalah cost sharing, yang diterapkan di beberapa negara, dimana orang yang datang ke rumah sakit membayar sedikit, dengan jumlah yang tidak memberatkan. "Tujuannya dua. Satu, mengurangi utilisasi. Dua, mengumpulkan duit. Artinya, untuk rumah sakit," katanya.
Dia mencontohkan orang lanjut usia di Indonesia semakin banyak dan mereka kesepian karena semua keluarganya sibuk. Daripada kebingungan, kata dia, mereka ke rumah sakit, karena selain gratis, mereka bertemu dengan perawat-perawat yang ramah dan membuat betah.
Dalam solusi cost sharing, para lansia ini diminta untuk membayar sedikit, misalkan Rp 15 ribu atau Rp 20 ribu. Dia menilai hal tersebut akan membuat mereka berpikir kembali dan membatasi diri dalam penggunaan BPJS.
Ia menyampaikan Perpres 59 mengatur bahwa per 2 tahun, kenaikan iuran dibolehkan, namun perlu dievaluasi terlebih dahulu. Ghufron menyampaikan maksimum pada 30 Juni atau 1 Juli 2025, iuran atau tarif BPJS Kesehatan akan ditetapkan.