Kenaikan PPN 12 Persen, PHRI: Waktunya Tidak Tepat

Sektor pariwisata sangat tergantung dengan kemampuan daya beli masyarakat.

waringin hospitality
Lobby hotel (ilustrasi). PHRI menilai kenaikan PPN 12 persen akan menggerus pertumbuhan sektor pariwisata.
Rep: Muhammad Nursyamsi Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyampaikan kekhawatiran terhadap rencana pemerintah memberlakukan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen pada 1 Januari 2025. Sekretaris Jenderal PHRI Maulana Yusran mengatakan kebijakan tersebut akan kian menggerus pertumbuhan sektor pariwisata Indonesia. 

"Kenaikan PPN 12 persen menurut kami saatnya belum tepat karena situasinya sekarang juga tidak terlalu baik, terutama dari sisi daya beli masyarakat," ujar Maulana saat dihubungi Republika.co.id di Jakarta, Senin (18/11/2024).

Maulana mengingatkan pemerintah bahwa sektor pariwisata sangat tergantung dengan kemampuan daya beli masyarakat. Maulana menyampaikan kenaikan PPN 12 persen akan memberikan dampak besar bagi dunia usaha maupun masyarakat. 

"Peningkatan PPN itu juga pasti akan otomatis berdampak kepada harga-harga yang meningkat. Kebutuhan di hotel itu memiliki banyak rantai pasok, itu juga pasti akan meningkat," ucap Maulana. 

Maulana menyampaikan salah satu komponen terpenting sektor pariwisata yakni transportasi, terutama pesawat juga akan terkena imbas dari kenaikan PPN 12 persen. Maulana menilai hal ini akan semakin menahan minat masyarakat untuk berlibur lantaran tingginya biaya perjalanan untuk sektor transportasi maupun akomodasi di destinasi pariwisata. 

"Jangan lupa, kalau kita bicara pariwisata, kita juga bicara soal sektor transportasi, khususnya pesawat yang masih menjadi kendala utama di dalam mengembangkan sektor pariwisata, khususnya pergerakan wisatawan nusantara (Wisnus). Itu pasti akan juga berdampak harganya karena semua itu pasti terkena PPN," sambung Maulana. 

Maulana menyayangkan keputusan pemerintah yang tidak peka dengan kondisi terkini di dunia usaha maupun masyarakat. Maulana mengatakan pelaku usaha sangat menantikan momentum liburan Natal dan tahun baru untuk meningkatkan pendapatan.

"Kenaikan PPN 12 persen memang baru berjalan pada awal 2025 tapi dengan PPN yang sekarang 11 persen saja sudah menjadi kendala yang membuat kenaikan harga tiket pesawat tinggi dan barang yang cukup mahal. Ini harusnya juga dilihat oleh pemerintah," kata Maulana. 

Baca Juga



Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Solihin masih mendalami lebih lanjut mengenai rencana pemberlakuan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen yang akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Solihin ingin memahami secara detail aturan-aturan yang relevan agar tidak salah dalam memberikan tanggapan.  

"Kita harus lihat juga berdasarkan Pasal 4A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa bahwa ada beberapa barang dan jasa yang tidak terkena dampak kenaikan PPN 12 persen," ujar Solihin.

Menurut Solihin, barang-barang seperti makanan dan minuman yang disajikan oleh restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya tidak akan terdampak oleh kenaikan ini. Selain itu, barang kebutuhan pokok, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, serta uang, emas batangan untuk cadangan devisa negara, dan surat berharga juga masuk dalam kategori bebas dari dampak kenaikan PPN 12 persen. 

"Namun, saya masih harus mempelajari lebih lanjut. Jangan sampai kita berkomentar ternyata sebenarnya tidak terkena dampaknya," ucap Solihin.  

Solihin yang juga merupakan Direktur Corporate Affairs PT Sumber Alfaria Triaya Tbk (Alfamart) menyebut sektor ritel seperti Alfamart tidak terkena dampak PPN 12 persen. Pasalnya, perusahaannya mayoritas menjual barang kebutuhan pokok.

Solihin menambahkan, penting untuk membaca aturan terkait secara saksama sebelum memberikan pernyataan atau langkah strategis. Solihin berharap semua pihak, termasuk pengusaha, dapat memanfaatkan waktu sebelum kebijakan berlaku untuk memahami sepenuhnya implikasinya serta menyiapkan langkah antisipatif yang tepat.

"Saya berbicara sangat hati-hati. Oleh karena itu, kita harus baca lagi pasal-pasalnya dan kaji dengan detail. Jangan sampai kita salah menyimpulkan atau memberikan komentar yang tidak tepat," kata Solihin.

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler