Ini Kata Guru Terkait Perintah Wapres Gibran Menghapus Sistem Zonasi
Wapres meminta Mendikdasmen Abdul Mu'ti menghilangkan sistem zonasi dalam PPDB.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengkritisi rencana penghapusan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang terkesan buru-buru. P2G meminta pemerintah mempertimbangkannya matang dan dilengkapi dengan kajian secara objektif.
Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka diketahui telah meminta Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti untuk menghilangkan sistem zonasi sekolah dalam PPDB. Hal itu diungkapkan Gibran saat memberikan sambutan dalam acara Tanwir I PP Pemuda Muhammadiyah, di Jakarta Pusat, Kamis (21/11/2024).
Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim menilai, sistem Zonasi ssecara onsep punya tujuan sangat baik. Tapi, setelah tujuh tahun berjalan, sistem PPDB Zonasi masih berkutat dengan masalah yang sama seperti tidak meratanya sebaran sekolah negeri di wilayah Indonesia, pelaksanaan PPDB di daerah tak didasarkan pada analisis demografis siswa, serta tak didasarkan analisis geografis akses dari rumah ke sekolah.
"Pernyataan Wapres Gibran Rakabuming Raka yang akan menghapus Sistem PPDB Zonasi kesannya tergesa-gesa dan reaksioner," kata Satriwan kepada Republika, Jumat (22/11/2024).
P2G berharap jangan sampai pemerintah pusat asal menghapus zonasi saja. P2G mendorong pentingnya pengkajian atas penghapusan suatu kebijakan. "Jangan tergesa-gesa (hapus zonasi) begitu tanpa ada kajian akademik yang objektif dan tanpa melibatkan partisipasi publik yang bermakna," ujar Satriwan.
Sejauh ini, P2G tidak melihat Mendikdasmen Abdul Muti sudah melakukan kajian dan pelibatan publik dalam diskusi yang mengundang semua unsur pemangku kepentingan pendidikan seperti organisasi pendidikan, organisasi guru, akademisi, kampus LPTK, dan orang tua murid.
"Memang Abdul Muti sudah mengumpulkan para kepala dinas pendidikan seluruh Indonesia dalam acara Rapat Koordinasi Nasional mengevaluasi kebijakan pendidikan termasuk PPDB Zonasi, tapi publik belum melihat bagaimana hasil rekomendasinya," ujar Satriwan.
Oleh karena itu, P2G tak ingin keputusan mendadak menghapus sistem PPDB Zonasi ini berdampak kontraproduktif kepada siswa dan sistem pendidikan. Yaitu makin tingginya angka putus sekolah, biaya pendidikan di sekolah swasta makin mahal, dan anak-anak dari keluarga miskin makin tertinggal jauh di belakang.
"Yang dibutuhkan saat ini adalah evaluasi dan kajian mendalam mengenai sistem PPDB Zonasi. Misalnya, jika dilanjutkan, perbaikannya di aspek apa saja. Jika dihapus, bagaimana sistem penggantinya, bagaimana skema masuk sekolah negeri? Bagaimana dampak negatif terhadap pemenuhan hak-hak anak? Dampak terhadap sistem pendidikan nasional?" ucap Satriwan.
Satriwan juga mendorong Mendikdasmen melibatkan partisipasi publik semua unsur pemangku kepentingan pendidikan. Sehingga tidak bisa asal memutuskan apalagi dilakukan tergesa-gesa.
"P2G berharap Kemdikdasmen membuat grand design skema Penerimaan Peserta Didik Baru yang lebih berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berpihak pada seluruh anak Indonesia," ujar Satriwan.
Sebelumnya, Wapres Gibran meminta Mu'ti untuk menghilangkan sistem zonasi sekolah dalam PPDB. "Kemarin pada waktu rakor dengan para kepala dinas pendidikan, saya sampaikan secara tegas ke Pak Menteri Pendidikan, ‘pak ini zonasi harus dihilangkan'," ujar Gibran.
Sistem zonasi dijalankan secara bertahap sejak 2016. Penggunaan zonasi dimulai untuk penyelenggaraan ujian nasional. Sistem ini baru diterapkan pertama kalinya dalam PPDB pada 2017.
Tujuan sistem tersebut awalnya untuk pemerataan pendidikan. Anak menempuh jalur pendidikan di sekolah yang tak jauh dari rumah. Tapi dalam pelaksanaannya sistem zonasi sulit dijalankan, terutama di daerah-daerah dengan jumlah sekolah terbatas.