Kisah Umar bin Khattab Pilih Menantu yang Kelak Menjadi Nenek Umar bin Abdul Aziz
Umar bin Khattab memilihkan wanita shalihah untuk anak laki-lakinya.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Untuk mendapatkan keturunan yang shaleh, sangat dianjurkan untuk mempersiapkan sejak sebelum kelahiran anak tersebut. Salah satunya adalah dengan memilih ibu yang shalehah untuk anak.
Salah satu contoh itu datang dari Umar bin Khattab, sahabat Nabi. Kisah ini dikutip dari buku Berkah Anak Shalih yang ditulis oleh Syekh Nada Abu Ahmad, yang mengutip kisah ini dari kitab Shifah Ash Shafwah karya Ibnu Jauzi.
Dikisahkan, Umar memilihkan untuk putranya, Ashim, seorang perempuan beragama. Dan, di antara buah pernikahan tersebut adalah lahirnya Umar bin Abdul Aziz sebagai cucu mereka.
Al Maidani mengisahkan, "Suatu kali Umar bin Khattab berjalan di pasar malam, yaitu salah satu pasar di Kota Madinah, ia melihat seorang perempuan membawa susu untuk dijual, ia bersama gadis muda, putrinya. Perempuan itu ingin mencampur susunya dengan air, lalu si gadis muda itu berkata, "Wahai ibu, jangan mencampurnya dengan air, jangan pula berbohong tentangnya."
Lalu Umar bin Khattab berdiri di sampingnya, "Apa hubunganmu dengan gadis muda ini?"
Dia menjawab, "Dia putriku."
Kemudian Umar menyuruh Ashim (Anaknya) untuk menikahinya. Gadis muda itu adalah nenek Umar bin Abdul Aziz dari jalur ibunya.
Islam telah meletakkan dasar-dasar yang menjadi pedoman untuk memilih seorang istri. Dasar-dasar terpenting yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
Pertama, Perempuan beragama.
Allah berfirman:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْاۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَࣖ
wa lâ tangkiḫul-musyrikâti ḫattâ yu'minn, wa la'amatum mu'minatun khairum mim musyrikatiw walau a‘jabatkum, wa lâ tungkiḫul-musyrikîna ḫattâ yu'minû, wa la‘abdum mu'minun khairum mim musyrikiw walau a‘jabakum, ulâ'ika yad‘ûna ilan-nâri wallâhu yad‘û ilal-jannati wal-maghfirati bi'idznih, wa yubayyinu âyâtihî lin-nâsi la‘allahum yatadzakkarûn
Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman) hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.
Hadits Nabi menyebutkan:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ: لِمَـالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ تَرِبَتْ يَدَاكَ.
“Wanita dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya; maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung.” (HR Bukhari)
Kedua, wanita yang religius itu hendaknya dari keluarga baik.
Seorang anak adakalanya mengikuti tabiat paman, baik dari garis keturunan ayah maupun ibu, atau kakeknya. Pada umumnya seorang itu identik dengan ayah atau ibunya, namun terkadang serupa dengan salah seorang pamannya. Jadi, seorang anak itu terikat dengan garis keturunan dari pihak ayah maupun ibu. Ia mengambil dan mewarisi sejumlah sifat dan karakter dari setiap lapisan nasab tersebut.
"Jadi, selain berakhlak mulia dan beragama, sebaiknya seorang istri memiliki garis keturunan yang baik dan berasal dari keluarga baik-baik pula. Ini lebih utama," ujar Syekh Nada.
Ketiga, selain agama dan nasab, hendaknya memilih seorang istri yang terhindar dari penyakit menjijikan yang bisa menular kepada anak-anak lewat keturunan. Tidak ada penghalang dari sisi syariat bila seorang wanita yang terpercaya untuk mencari informasi tentang pengantin perempuan, lalu memberitahukan sifat-sifatnya kepada calon suami.
Ini semua dilakukan untuk membantu calon suami agar bisa memastikan calon istri bebas dari berbagai penyakit dan secara fisik layak untuk menunaikan peran sebagai pendidik di kemudian hari. Penyakit ini yang dimaksud contohnya kusta atau lepra.
Keempat, selain agama, nasab, dan kesehatan, dianjurkan memilih perempuan asing (bukan kerabat). Ibnu Qudamah mengatakan, "Seorang suami hendaknya memilih perempuan asing, karena anak yang dilahirkannya akan lebih kuat. Untuk itu ada sebuah ungkapan, "Carilah perempuan asing niscaya kamu tidak lemah."
Sebab, di dalam pernikahan tidak ada jaminan untuk tidak adanya permusuhan dan kemungkinan berakhir cerai, dan jika pernikahan terjalin antar kerabat, maka cerai akan memicu terputusnya silaturahim.