Prancis akan Kirim Bantuan Rudal untuk Ukraina Pakai Dana Rusia
Rusia menekankan setiap pengiriman senjata ke Ukraina dianggap sasaran sah.
REPUBLIKA.CO.ID, PARIS — Prancis dilaporkan tengah mempersiapkan pengiriman bantuan militer ke Ukraina dalam beberapa pekan ke depan. Paket berisi bantuan rudal tersebut didanai dari hasil aset Rusia yang dibekukan.
Menteri Pertahanan Prancis Sebastien Lecornu mengumumkan rencana pemberian bantuan tersebut pada Senin (25/11/2024) dalam konferensi pers setelah pertemuan para menteri pertahanan dari Polandia, Inggris, Prancis, Italia, dan Jerman, seperti dilaporkan Al-Mayadeen.
Lecornu menekankan, sebagian besar rudal yang dikirim dari Prancis ke Ukraina dalam beberapa pekan mendatang yakni howitzer Caesar, rudal Mistral, dan rudal Aster. Dia menegaskan, sebagian besar paket bantuan tersebut akan dibiayai oleh pendapatan dari aset Rusia yang dibekukan.
Ia menambahkan bahwa keputusan ini menandai keberhasilan diplomatik dan kemenangan signifikan bagi anggaran pertahanan Prancis.
Lecornu menyatakan, sebanyak 2.300 tentara Ukraina yang dilatih oleh Prancis telah kembali ke Ukraina untuk mengambil bagian dalam operasi militer. Hal tersebut menekankan komitmen Prancis untuk melanjutkan pelatihan personel Ukraina dan menyoroti perlunya untuk memperluas kapasitas dan melatih brigade tambahan.
Gunakan dana Rusia
Sebelumnya, Lecornu melaporkan bahwa pendapatan yang diperoleh dari aset Rusia yang dibekukan pada 2024 telah mencapai 300 juta euro. Ia menjelaskan, dana tersebut memungkinkan pembelian 12 howitzer Caesar baru, yang akan dikirim ke Ukraina, bersama dengan peluru 155 mm, rudal Aster, bom berpemandu AASM, titik tembak, dan rudal Mistral.
Ia juga menyatakan bahwa bantuan militer ke Ukraina pada tahun 2024 akan melebihi 2 miliar euro. Lecornu menyatakan bahwa jet tempur yang dijanjikan ke Kiev akan dikirimkan pada kuartal pertama tahun 2025. Ia menambahkan, pesawat ini akan dilengkapi dengan senjata udara-ke-darat baru. Ia juga mengingatkan bahwa Prancis telah terus melatih pilot dan mekanik Ukraina.
Sementara itu, Rusia berpendapat bahwa pasokan senjata ke Ukraina ini menghambat upaya untuk mencapai penyelesaian dan secara langsung melibatkan negara-negara NATO ke dalam konflik.
Tanggapan Rusia
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menekankan bahwa setiap pengiriman senjata ke Ukraina akan dianggap sebagai sasaran yang sah bagi Rusia. Kremlin berpendapat, pasokan senjata Barat yang terus berlanjut ke Ukraina kontraproduktif terhadap negosiasi dan hanya akan memperburuk situasi.
Beberapa pekan lalu, Inggris mengirimkan puluhan rudal jelajah Storm Shadow ke Ukraina untuk pertama kalinya sejak Perdana Menteri Keir Starmer menjabat, ujar sumber yang dikutip Bloomberg.
Laporan tersebut mencatat bahwa pengiriman itu belum diungkapkan kepada publik. Pengiriman dilakukan beberapa pekan lalu, setelah Kiev menghabiskan pasokan rudal jarak jauhnya. Meski demikian, pengiriman dilakukan sebelum keputusan baru-baru ini oleh AS dan Inggris yang mengizinkan Ukraina menargetkan wilayah Rusia yang jauh di dalam wilayah tersebut.
Kepastian mengenai berapa jumlah rudal dan tanggal kedatangannya di Ukraina belum diungkapkan. Presiden Rusia Vladimir Putin sebelumnya menyatakan pada tanggal 19 November, Ukraina menggunakan rudal jarak jauh ATACMS Amerika dan rudal Storm Shadow Inggris untuk menyerang target di wilayah Kursk dan Bryansk.
Sebagai balasan atas penggunaan senjata-senjata Barat tersebut, Rusia melancarkan serangan gabungan terhadap fasilitas-fasilitas industri militer Ukraina pada tanggal 21 November, yang menargetkan kompleks industri besar di Dnipro (Dnepropetrovsk) yang memproduksi teknologi dan senjata rudal.
Selama operasi tersebut, salah satu sistem rudal jarak menengah terbaru Rusia, yang dikenal sebagai Oreshnik, juga diuji dalam kondisi pertempuran, menggunakan rudal balistik yang dilengkapi dengan teknologi hipersonik non-nuklir.