Tiga Penyebab Langkanya Guru Alquran Braille di Indonesia
Masih minim lembaga yang siap menerima kehadiran disabilitas netra.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Dosen Pengampu mata kuliah Metode Pembelajaran Al-Quran Kaum Disabilitas di kampus Institut Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta, Ida Zulfia mengakui bahwa guru Alquran Braille di Indonesia masih sangat sedikit. Hal tersebut membuat angka melek huruf Alquran Braille hanya sekitar 20 persen dari jumlah total dua juta disabilitas netra Muslim di Tanah Air.
Dia pun mengungkapkan tiga hal yang menjadi penyebab langkanya pengajar Alquran Braille. "Pengajar Alquran Braille di Indonesia hingga saat ini memang masih sangat kurang. Karena untuk mengajarkan Alquran Braille tentu syarat utamanya adalah harus memahami keilmuan tentang Alquran, seperti tajwid dan lainnya," ujar Ida kepada Republika, Senin (2/12/2024).
Selain itu, lanjut dia, untuk menjadi guru Alquran Braille juga harus memahami sistem braille itu sendiri. "Artinya kalau hanya menguasai kode-kode braille-nya saja, tetapi tidak memiliki keilmuan tentang Alquran, tentu itu tidak akan menghasilkan yang terbaik, akan asal-asalan," ucap dia.
Begitupun sebaliknya, dia mengungkapkan, kalau hanya memiliki kemampuan di bidang Alquran tapi tidak memahami kaidah-kaidah Braille, tentu tidak bisa juga mengajarkan Alquran Braille kepada disabilitas netra.
"Maka di IIQ ini sudah sangat tepat karena mereka juga mendalami keilmuan tentang Alquran, tinggal menambah satu langkah yaitu kaidah-kaidah dalam braille-nya," kata dia.
Dia pun yakin mahasiswa yang mendapatkan mata kuliah Metode Pembelajaran Al-Quran Kaum Disabilitas sudah memiliki kemampuan yang sangat lengkap. Menurut dia, mereka tinggal mengajarkannya kepada masyarakat luas, khususnya kepada disabilitas netra.
Jadi, menurut dia, penyebab pertama mengapa pengajar Alquran Braille masih langka karena ada yang bisa memahami kaidah Braille, tapi secara keilmuan, secara bacaan masih jauh dari standar. "Maka ini merupakan suatu permasalahan yang dihadapi di kalangan teman-teman disabilitas netra," ujar dia.
Kedua, masih minimnya lembaga-lembaga yang siap menerima kehadiran disabilitas netra dan siap melakukan pendidikan Alquran Braille. "Artinya, ketika ada siswa-mahasiswa atau santri atau anak didik yang mengalami hambatan dalam penglihatan, masih banyak lembaga yang belum siap untuk memberikan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhannya," ucap dia.
Penyebab ketiga adalah masih langkanya media literasi yang bisa digunakan disabilitas netra dalam belajar Alquran. Menurut dia, mushaf Alquran Braille itu juga sangat mahal.
"Kalau orang yang bisa melihat dengan uang Rp 25 ribu atau Rp 50 ribu itu sudah bisa memiliki mushaf Alquran. Tapi, untuk tunanetra harus mempunyai uang Rp 1.500.000 untuk punya mushaf Alquran 30 juz itu," kata Ida.