SLB Butuh Guru Alquran Braille
Meski bisa mengajarkan Alquran Braille, Rani tak bisa mengajar di SLB.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sulitnya mencari guru untuk mengajar membaca Alquran Braille di Sekolah Luar Biasa (SLB) diakui Kepala SLB Al Irsyad Al Islamiyyah di Kota Bogor, Susan Azis Thalib. Dia mengungkapkan, permasalahan tersebut tak hanya ditemui untuk guru mengaji tetapi juga guru untuk siswa disabilitas netra.
"Sangat pak, sangat, sangat pak, sangat membutuhkan guru membaca Alquran braille, di Bogor Kota bisa dihitung dengan jari jumlah guru SLB yang mengajar membaca Alquran braille dan mengajar membaca huruf braille," kata Susan saat berbincang dengan Republika, Senin (25/11/2024)
Susan bahkan mengaku harus memindahkan siswanya ke SLB khusus disabilitas netra di Kota Bogor demi memenuhi hak pendidikan mereka. Berdasarkan estimasi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada tahun 2017, jumlah disabilitas netra mencapai 1,5 persen dari seluruh penduduk Indonesia atau berkisar empat juta jiwa.
Menurut data Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI), separuh dari penyandang disabilitas netra tersebut merupakan Muslim. Sementara itu, hanya 20 persen dari mereka yang bisa membaca Alquran Braille.
Ketua Yayasan Tunanetra Mentari Hati di Kota Bogor, Rani Noviyanti mengaku telah lama bisa membaca membaca Alquran Braille dan mengajarkannya. Ia juga mempunyai keinginan untuk membantu mengajar di SLB. Meski demikian, keinginan baiknya kandas karena tak memiliki ijazah S1 PLB.
"Jadi itu kendala saya, padahal sebenarnya kalau kita memang ada potensi (keahlian) untuk mengajar (membaca Alquran braille), sebenarnya bisa saja masuk ke ekstrakurikuler, cuma memang dari pemerintah sendiri belum ada melirik ke sana," kata Rani kepada Republika, Selasa (26/11/2024).
Meski tak bisa menjadi guru SLB, Rani yang juga penyandang disabilitas netra tidak putus asa untuk berbuat baik terhadap penyandang disabilitas netra lainnya. Ia mendirikan Yayasan Mentari Hati di Kota Bogor untuk bisa mengajarkan bagaimana cara membaca Alquran Braille.
Kegiatan di Yayasan Tunanetra Mentari Hati di antaranya belajar membaca Alquran Braille, menghafal, membuat sapu ijuk, dan memijat. Sejak 2016, Rani sudah mulai mengajarkan membaca Alquran Braille di yayasan yang didirikannya.
Keahliannya dalam mengajari penyandang disabilitas netra membaca Alquran bisa dipraktikkan. Kini, Rani bersama yayasannya bahkan mendidik para pelajar SLB untuk belajar membaca Alquran Braille.
"Anak-anak SLB juga ada yang belajar membaca Alquran Braille di lembaga (yayasan yang Rani dirikan), karena mungkin di SLB terkendala SDM (tidak ada guru yang bisa mengajari mereka membaca Alquran braille)," ujar Rani.
Ia menegaskan, idealnya satu orang guru hanya mengajari dua murid disabilitas netra. Dengan demikian, ujar dia, para siswa bisa intensif mengajari cara membaca Alquran braille. Sayangnya, kelangkaan guru braille di SLB membuat satu orang mengajar 20 siswa.
Untuk mengatasi kelangkaan pengajar Alquran Braille di SLB, Rani mendorong pemerintah memfasilitasi dan membantu disabilitas netra yang memiliki potensi dan kemampuan tetapi tidak ada biaya untuk kuliah. Dengan demikian, ada pengkaderan guru-guru Alquran Braille.
"Teman-teman disabilitas netra yang memiliki potensi perlu diberi kesempatan untuk bisa menyalurkan kemampuannya, agar mereka bisa menjadi pengajar Alquran Braille," kata Rani.
Selain itu, Rani menambahkan, pemerintah bisa mengadakan pelatihan-pelatihan untuk mencetak guru Alquran braille. Guru-guru tersebut nantinya bisa menjadi kader-kader di tengah masyarakat untuk mengajari para disabilitas netra Muslim membaca Alquran Braille.
Rani sangat berharap pemerintah memberikan perhatian lebih terhadap penyandang disabilitas netra yang tidak memiliki kemampuan ekonomi tapi memiliki kemampuan dan keinginan untuk sekolah dan kuliah dengan beasiswa. Sehingga hasil belajarnya bisa dimanfaatkan untuk mengajar para disabilitas netra lainnya, khususnya mengajari membaca Alquran braille.
Ia juga mengungkapkan, jika guru disabilitas netra mengajar murid-murid disabilitas netra maka akan lebih mudah ditransfer ilmunya. Alasannya, Rani mengungkapkan, ada perasaan senasib dan ikatan emosional yang sama diantara mereka.
Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Baharudin menjelaskan, langkanya pengajar Alquran Braille terjadi karena jumlah SLB yang khusus menerima peserta didik disabilitas netra saat ini hanya sedikit. Kalaupun ada SLB yang sudah menerima peserta didik dengan ragam kekhususan pun, dia mengatakan, jumlah peserta didik disabilitas netranya terbilang minim.
Di sisi lain, ujar dia, jumlah guru yang memahami sistem simbol braille Indonesia itu diantaranya sistem simbol Arab braille masih sangat kurang. Baharuddin mengungkapkan, pihaknya sudah mencetak banyak buku braille kemudian bekerja sama dengan Kementerian Agama khusus Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran (LPMQ). Hanya saja, belum ada tenaga khusus untuk Alquran Braille.
”Pada prinsipnya pemerintah terus berusaha untuk memenuhi kebutuhan guru pengajar Alquran braille. Hanya saja penerimaan atau ketika dibuka misalnya lowongan terkait dengan guru-guru ini, tidak banyak yang memenuhi kuota,” ujar dia.
Lebih lanjut, dia menjelaskan, penambahan jumlah guru SLB merupakan kewenangan di provinsi. Sementara itu, penambahan jumlah guru agama SLB merupakan tanggung jawabnya Kementerian Agama.
Bagian dari kurikulum nasional
Dia mengungkapkan, pembelajaran tentang membaca dan menulis Alquran bagi siswa pendidikan khusus merupakan bagian dari materi pendidikan agama Islam di seluruh kurikulum nasional.
Dia menjelaskan, saat guru agama mengajarkan Alquran kepada peserta didik, kemudian ada peserta didik disabilitas netra harus menggunakan media pembelajaran Alquran braille. “Ini kita sudah mengondisikan,”ujar dia
Menurut Baharudin, guru-guru yang memiliki latar belakang pendidikan khusus dan memiliki spesialisasi disabilitas netra diberikan mata kuliah sistem simbol braille Indonesia yang meliputi Sistem Sosial Budaya Indonesia (SSBI), bidang bahasa Indonesia, matematika, fisika, kimia, musik, dan bidang bahasa Arab. Ini sudah tersedia juga kurikulum terkait dengan ini.
Sementara itu, muatan mata pembelajaran tentang sistem simbol braille Alquran tertuang dalam capaian pembelajaran mata pelajaran program kebutuhan khusus. Yaitu mata pelajaran pengembangan orientasi mobilitas sosial dan komunikasi.
"Disana kita punya lima program kebutuhan khusus itu yang sudah jadi mata pelajaran wajib. Salah satunya program kebutuhan khusus untuk tunanetra itu kurikulumnya sudah ditetapkan,” jelas dia.
Pada struktur kurikulum pendidikan agama Islam, dia menjelaskan, pelajaran wajib untuk semua agama tergantung agama yang dianut. Jika terdapat peserta didik disabilitas Muslim, maka Alquran braille itu wajib juga diajarkan.
“Jadi pemerintah pusat ini melalui pusat kurikulum dan pembelajaran yang ada di Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) mengembangkan kurikulum itu. Nanti di sekolah-sekolah melalui pemerintah provinsi mengawal implementasinya di satuan pendidikan,” ujar dia.