INDEF: Butuh Sistem Logistik yang Kuat di Tengah Potensi Krisis Energi Global

Risiko geopolitik memberi tekanan besar pada stabilitas energi nasional.

ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari
Kapal tanker Gamsunoro milik Pertamina International Shipping (PIS)
Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA Dinamika politik dan krisis energi global dinilai membuat kepastian pasokan energi yang stabil bukan hanya sekadar tantangan teknis, tetapi juga bagian dari menjaga stabilitas ekonomi dan sosial di dalam negeri.

Baca Juga


Untuk itu, Kepala Center of Food, Energy and Sustainable Development INDEF Abra Talattov mengungkapkan, ketahanan energi menjadi prioritas utama pemerintahan baru Indonesia, sebagaimana tercantum di dalam Asta Cita.

Abra menilai, risiko geopolitik, seperti konflik Rusia-Ukraina dan ketegangan di Timur Tengah, memberikan tekanan besar pada stabilitas energi nasional. “Lonjakan harga minyak mentah pada 2022 menjadi pengingat bahwa risiko geopolitik global memiliki dampak signifikan terhadap stabilitas energi Indonesia,” ujar dia lewat keterangan tertulis, Selasa (3/12/2024).

Saat itu,  disrupsi terhadap rantai pasokan perdagangan energi dunia terjadi sehingga menyulut kenaikan harga minyak mentah hingga lebih dari 100 dolar AS per barel. Menurutnya, krisis ini menuntut Indonesia perlu memperkuat infrastruktur logistik energi.

Sebagai negara maritim dengan lebih dari 17.000 pulau, logistik energi di Indonesia menghadapi tantangan geografis yang tidak sederhana. Sistem logistik yang kuat menjadi tulang punggung untuk memastikan bahwa energi dapat mencapai wilayah-wilayah terpencil.

 

Dengan sebaran kebutuhan yang luas di berbagai pulau di Tanah Air, industri pelayaran (shipping) energi memainkan peran vital dalam rantai pasok energi nasional. Komoditas energi seperti minyak mentah, gas alam, batu bara dan produk energi lainnya, dari daerah penghasil ke masyarakat atau pusat pemrosesan bergantung pada industri transportasi laut.

Menurut Abra, kebutuhan energi akan terus meningkat seiring perkembangan ekonomi. “Salah satu syarat utama mencapai visi Indonesia menjadi negara maju 2045 sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) kedua tahun 2025-2045, adalah pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen per tahun. Target ini membutuhkan peningkatan produktivitas ekonomi dan penguatan investasi, yang berimplikasi pada peningkatan kebutuhan pasokan energi nasional,” ungkapnya.

Kebutuhan energi yang meningkat ini menuntut infrastruktur logistik energi yang mumpuni dan merata. “Tidak hanya itu, saya juga melihat peran strategis industri pelayaran dalam mendukung diversifikasi energi nasional, terutama dalam hal pendistribusian energi dari sumber-sumber yang berbeda. Misalnya, pengangkutan energi dari sumber-sumber lokal yang terdiversifikasi (gas alam, bioenergi, energi terbarukan) memungkinkan Indonesia untuk mengurangi ketergantungan pada satu sumber energi, yang penting untuk ketahanan energi dalam jangka panjang,” ujar Abra.

Dia menilai industri shipping tidak hanya berperan sebagai penghubung utama tetapi juga sebagai penjaga stabilitas pasokan. Ia mengungkapkan ketidakhadiran atau tidak berkembangnya industri pelayaran tentunya dapat memicu risiko serius, mulai dari aktivitas masyarakat yang terganggu hingga terhentinya aktivitas industri, yang berdampak langsung pada stabilitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

“Di tengah risiko disrupsi terhadap pasokan energi global akibat masih tingginya tensi eskalasi geopolitik dunia saat ini, kita patut bersyukur bahwa Pertamina melalui PT Pertamina International Shipping mampu memainkan peran strategisnya dalam menjaga kelancaran distribusi energi serta mendukung ketahanan energi nasional,” tambah Abra.

 

Sebagai salah satu pemain utama rantai pasok energi nasional, PT Pertamina International Shipping (PIS) dinilai memegang peran vital dalam menjaga ketahanan energi. Dengan armada yang terdiri dari 302 kapal tanker dan 402 kapal pendukung, PIS mendistribusikan lebih dari 160 miliar liter energi setiap tahun ke berbagai wilayah di Indonesia.

Selain itu, PIS juga mengelola LPG Terminal Tanjung Sekong, yang menyuplai 40% kebutuhan LPG nasional. “Kehadiran PIS dalam ekosistem industri pelayaran nasional tentunya merupakan bukti nyata bahwa Bangsa Indonesia memiliki armada kapal pengangkut energi yang mumpuni serta infrastruktur maritim yang mendukung ketahanan energi nasional,” ungkap Abra.

Ke depan, peran PIS diharapkan semakin besar dalam mendukung visi ketahanan energi Indonesia. Pemerintahan baru Indonesia, menurut Abra, memiliki komitmen kuat dalam melanjutkan agenda pembangunan industri pelayaran dalam mendukung ketahanan energi nasional.

“Dengan orientasi pembangunan tersebut, maka jelas bahwa PIS memiliki peran yang sangat strategis dalam mendukung ketahanan energi nasional. Kemampuan PIS dalam mengelola ekosistem rantai pasok energi nasional diharapkan dapat menopang target pertumbuhan ekonomi sekaligus mendukung pemerataan pembangunan melalui penyaluran energi di seluruh pelosok negeri sehingga visi Indonesia Maju 2045 bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia,"ujar dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler