Mengapa Guru Alquran Braille Masih Langka? Ini Penyebab Utamanya
Aksesibilitas pendidikan inklusif penyandang disabilitas netra minim
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –Pada 2019 lalu ada 3.000 Sekolah Luar Biasa (SLB) di Indonesia yang memiliki kurikulum membaca Alquran Braille. Namun, guru Alquran Braille di Indonesia masih sangat langka yakni hanya 50 guru, sehingga berdampak pada minimnya jumlah pembaca Alquran Braille di Indonesia.
Lalu mengapa jumlah pengajar Alquran Braille di Indonesia masih langka? Apa Solusinya?
Penyandang disabilitas rungu berprestasi yang menjadi Staf Khusus Presiden RI (2019-2024), Angkie Yudistia mengungkapkan, salah satu faktor utama yang menyebabkan pengajar Alquran Braille langka atau masih terbilang sedikit di Indonesia dikarenakan masih minimnya aksesibilitas pendidikan inklusif bagi penyandang tunanetra.
"Jadi, lembaga pendidikan formal yang menyediakan pelatihan khusus untuk pengajar Alquran Braille ini masih sangat terbatas," ujar Angkie saat dihubungi Republika.co.id, Senin (2/12/2024).
Kebanyakan, kata dia, tenaga pengajar di Indonesia belum memiliki keahlian khusus dalam membaca dan mengajarkan Alquran dalam huruf Braille, sehingga mereka cenderung fokus pada pembelajaran Alquran dengan metode konvensional yang menggunakan huruf Arab standar.
BACA JUGA: Media Israel Sibuk Komentari Capaian Pemberontak Suriah, Ini Faktornya Menurut Mereka
Tak hanya itu, menurut Angkie, masih kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya pembelajaran Alquran bagi penyandang tunanetra juga menjadi faktor penyebabnya.
"Untuk itu, di moment memperingati Hari Disabilitas Internasional (HDI) saya mendorong seluruh pihak bisa mendukung adanya program yang memprioritaskan hal tersebut," ucap Angkie.
Melihat faktor lain yang turut berperan juga, Angkie menyoroti masih minimnya dukungan finansial dan infrastruktur yang memadai.
Menurut dia, banyak calon pengajar yang berminat untuk mengajar Alquram Braille, tetapi terkendala oleh biaya pelatihan dan kurangnya fasilitas yang mendukung pembelajaran khusus tersebut.
"Lembaga-lembaga pendidikan agama juga sering kali tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk menyediakan pelatihan bagi pengajar Alquran Braille," kata dia.
Karena itu, menurut dia, salah satu solusi untuk meningkatkan pembelajaran Alquran Braille di Indonesia yaitu dengan memperluas akses pelatihan bagi pengajar Alquran Braille.
Kedepannya, kata dia, pemerintah bersama stake holder lainnya atau dengan lembaga keagamaan juga organisasi penyandang disabilitas, perlu menyelenggarakan program pelatihan intensif untuk mencetak lebih banyak tenaga pengajar yang terampil.
"Dengan adanya pengajar yang kompeten, penyandang tunanetra akan lebih mudah mendapatkan pembelajaran Alquran yang sesuai dengan kebutuhan mereka," jelas Angkie.
Tidak hanya itu, menurut dia, untuk produksi dan distribusi Alquran Braille jug perlu ditingkatkan.
Dengan memperbanyak Alquran Braille dan mendistribusikannya secara merata ke seluruh wilayah Indonesia, kata Angkie, maka akan memastikan bahwa penyandang tunanetra di daerah terpencil juga memiliki akses yang sama terhadap Alquran Braille.
BACA JUGA: Iran, Irak, dan Uni Emirat Arab tak akan Biarkan Suriah Jatuh di Tangan Pemberontak
Dia menambahkan, dengan perkembangan zaman dan teknologi pembelajaran saat ini, Alquran khusus untuk tunanetra juga menjadi solusi yang penting.
Juga, solusi lainnya menggunakan aplikasi mobile/phone perangkat lunak, atau platform digital yang ramah disabilitas dapat dikembangkan untuk membantu tunanetra belajar Alquran dengan lebih interaktif.
"Misalnya, aplikasi berbasis suara yang dapat memandu mereka dalam membaca dan menghafal Alquran secara mandiri," ucap Angkie.