Tito Tolak Wacana Polri di Bawah Kemendagri, Ansor: Langkah Tepat, Akhiri Polemik Segera
GP Ansor menolak wacana penggabungan TNI-Polri
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat GP Ansor A Rifqi Al Mubarok menilai penolakan Tito Karnavian terhadap wacana Polri di bawah Kemendagri merupakan langkah yang tepat.
“Kami sudah tegas di awal menolak wacana ini. Kami sampaikan apresiasi kepada Bapak Tito yang mendengar suara masyarakat sipil agar amanat reformasi itu tetap kudu dijaga. Ini langkah yang tepat,” ujar Gus Rifqi di Jakarta, Selasa (3/12/2024).
Penolakan Tito ini kian menguatkan bahwa wacana penggabungan TNI- Polri, atau menjadikan Polri di bawah Kemendagri seharusnya diakhiri dan tidak menjadi liar.
“Usulan iseng ini sudah sepantasnya di akhiri. Kekuatan sipil sudah menolak. Mendagri juga jelas menolak. Jadi lebih baik ini disudahi dan tidak menjadi bola liar di tengah publik,” imbuhnya.
Gus Rifqi juga mengajak anak muda dan lapisan masyarakat agar fokus pada upaya pembangunan Sumber Daya Manusia dan menguatkan demokrasi untuk mencapai mimpi-mimpi besar Indonesia di masa depan.
BACA JUGA: Iran, Irak, dan Uni Emirat Arab tak akan Biarkan Suriah Jatuh di Tangan Pemberontak
“Indonesia mempunyai banyak mimpi besar ke depan, mempunyai cita-cita mulia. Pembangunan SDM lalu penguatan demokrasi menjadi kunci dan itu harus dibangun. Untuk anak muda dan kita sekalian, alangkah lebih baiknya fokus untuk hal tersebut. Ini lebih baik ketimbang mengurusi wacana iseng yang kontroversial tersebut,” pungkasnya.
Diketahui, Tito Karnavian mengaku keberatan dengan wacana Polri di bawah Kemendagri. Dia menilai Polri di bawah Presiden merupakan kehendak reformasi.
Sebelumnya Gus Rifqi dengan tegas menolak setiap upaya atau wacana penggabungan kembali institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) ke dalam institusi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Dia menegaskan, langkah tersebut bertentangan dengan amanah reformasi 1998 yang tertuang dalam TAP MPR Nomor VI dan VII Tahun 2000, serta keputusan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang memisahkan Polri dari TNI.
"Reformasi 1998 adalah tonggak penting bagi demokrasi Indonesia. Salah satu capaian utama gerakan mahasiswa dan elemen masyarakat sipil kala itu adalah memisahkan peran dan fungsi Polri dari TNI. Langkah ini menjadi simbol reformasi sektor keamanan yang mendukung supremasi sipil, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan penguatan demokrasi," kata Rifqi, yang akrab disapa Gus Rifqi ini, dalam keterangannya, Ahad (1/12/204).
Dia juga mengingatkan, keputusan Gus Dur kala itu bertujuan menjadikan Polri sebagai institusi sipil yang fokus pada penegakan hukum dan keamanan dalam negeri, sedangkan TNI diarahkan menjaga kedaulatan negara dari ancaman eksternal.
BACA JUGA: Media Israel Sibuk Komentari Capaian Pemberontak Suriah, Ini Faktornya Menurut Mereka
"Keputusan itu bukan sekadar kebijakan, melainkan fondasi untuk membangun sistem demokrasi yang lebih sehat," tambah Gus Rifqi.
GP Ansor mengingatkan bahwa menggabungkan Polri ke dalam TNI akan mengkhianati semangat reformasi dan berpotensi melemahkan demokrasi.
"Langkah itu hanya akan memperbesar risiko penyalahgunaan kekuasaan dan mengaburkan fungsi masing-masing institusi dalam sistem demokrasi kita," ujarnya.
Selain itu, dia menekankan pentingnya pengawasan publik terhadap institusi penegak hukum seperti Polri.
"Pemisahan ini telah terbukti efektif selama lebih dari dua dekade, menghasilkan penegakan hukum yang lebih transparan dan berkeadilan," kata Gus Rifqi.
Sebagai organisasi yang lahir dari rahim Nahdlatul Ulama (NU), GP Ansor merasa berkewajiban menjaga amanah reformasi. Gus Rifqi pun mengingatkan bahwa banyak pengambil kebijakan saat ini adalah aktivis reformasi 1998.
"Kepada mereka, kami ingatkan untuk tidak melupakan perjuangan mahasiswa dan rakyat kala itu. Jangan biarkan langkah besar itu dinodai oleh kebijakan yang bertentangan dengan semangat reformasi," tegasnya.
Lebih lanjut, GP Ansor juga mengajak generasi muda untuk terus mengawal demokrasi. "Sebagai generasi penerus, kita tidak boleh membiarkan perjuangan para pendahulu sia-sia. Reformasi bukan akhir, melainkan awal perjalanan menuju demokrasi yang lebih matang," ujarnya.
BACA JUGA: Foto Satelit Ini Ungkap Lokasi Perang Qadisiyyah Tumbangkan Kerajaan Persia 14 Abad Silam
Dalam pernyataan penutup, Ketua Umum GP Ansor H Addin Jauharudin menegaskan kembali sikap tegas organisasi. "Kami menolak dengan tegas wacana atau upaya mengembalikan Polri ke dalam TNI. GP Ansor berdiri tegak menjaga cita-cita reformasi dan memastikan supremasi sipil tetap menjadi pilar utama demokrasi Indonesia," tegas Addin.
GP Ansor juga berharap pemerintah, termasuk Presiden Prabowo Subianto, yang dikenal sangat menghormati Gus Dur, tetap berpegang pada prinsip-prinsip reformasi. "Jangan pernah mundur. Indonesia membutuhkan komitmen kuat untuk mewujudkan negara yang adil, demokratis, dan sejahtera," kata Addin.