Produktivitas Menurun, Ekonom Sarankan Perbaikan Hulu Industri Sawit
Solusi yang ditawarkan adalah mempercepat replanting ketimbang menambah biodiesel.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri sawit harus mendapatkan perhatian serius dari semua kalangan agar dapat optimal dalam mendukung kemajuan perekonomian nasional, khususnya di sektor hulu. Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad menyampaikan, meski sudah cukup baik, huluisasi di industri sawit belum berjalan optimal.
"Hulu ini kan menyangkut aspek produksi. Hulu itu sangat tergantung seberapa jauh kebutuhan demand untuk industrialisasi maupun kebutuhan yang lain. Kalau kita lihat demand itu sawit pertama kan untuk pangan, domestiknya untuk kebutuhan industri termasuk biodiesel, sisanya untuk ekspor," kata Tauhid dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (5/12/2024).
Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyebut sampai Agustus 2024, produksi sawit mencapai 34,7 juta ton. Dalam periode yang sama, ekspor termasuk biodiesel dan oleokimia mencapai lebih dari 20,1 juta ton.
Ekspor tersebut menyumbangkan devisa sekitar 17,349 juta dolar AS bagi Indonesia. Sedangkan, konsumsi domestik tercatat pada 15,6 juta ton. Dibanding periode sebelumnya, produktivitas sawit mengalami penurunan. Selama periode yang sama tahun lalu, produksi sawit mencapai 36,2 juta ton, ekspor 21,9 juta ton, dan nilainya melebihi 20,597 juta dolar AS.
Tauhid menyebut, ada sejumlah faktor yang membuat produktivitas sawit menurun. Pertama, usia pohon sawit yang sudah tidak produktif. Kedua, program replanting atau peremajaan kebon sawit yang bersumber dari dana Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) tidak cukup untuk membiayai replanting termasuk yang untuk petani mandiri.
Ketiga, masalah perubahan iklim yang mempengaruhi produktivitas sawit. Terakhir, permintaan kebutuhan biodiesel yang meningkat. "Tak cukup kalau kita ingin menambah biodiesel menjadi B 40, pasti ekspornya akan dikurangi. Ekspor berkurang, devisa berkurang. Karena itu hulunya memang harus ditambah produksinya," kata Tauhid.
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah mempercepat replanting ketimbang menambah biodiesel. Kemudian, ekstensifikasi sawit melalui optimalisasi lahan-lahan terlantar yang dibenarkan perundangan. "Jangan lahan lindung. Ada lahan-lahan terlantar sah secara perundangan yang belum dimanfaatkan untuk ekstensifikasi sawit. Mungkin tidak banyak. Tapi itu paling tidak, dioptimalkanlah," ucap Tauhid.
Ketua Umum Gapki Eddy Martono mengatakan, yang harus mendapat perhatian utama di sektor hulu adalah peningkatan produktivitas. Dia pun menyoroti supaya pemerintah mau memperbaiki tata kelola sawit. Alasannya, saat ini ada 37 kementerian dan lembaga yang terlibat dalam industri sawit. "Sebab produksi lima tahun terakhir stagnan dan konsumsi terus meningkat," jelas Eddy
Selain itu, Eddy juga sepakat jika ada perusahaan atau pengusaha yang tidak taat aturan agar ditindak tegas. "Untuk perbaikan ini sebaiknya dibentuk badan khusus sawit yang langsung di bawah presiden. Kembali lagi harus ada perbaikan tata kelola agar industri sawit ini bisa berkelanjutan. Kalau di hulu bermasalah sudah pasti di hilir akan bermasalah," ucap Eddy.