Kisah Mahasiswa Non-Muslim di Kampus Muhammadiyah
Muhammadiyah menyelenggarakan pendidikan untuk semua.
REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Ada latar di balik pemilihan Kupang sebagai lokasi Sidang Tanwir dan Resepsi Milad ke-112 Muhammadiyah pada 4-6 Desember 2024. Seperti diungkapkan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Haedar Nashir, kiprah Persyarikatan di sana dan umumnya Nusa Tenggara Timur (NTT) terbilang signifikan.
Di NTT, Muhammadiyah telah mendirikan pelbagai amal usaha, termasuk tiga unit kampus. Ketiganya adalah STKIP Kalabahi, Universitas Muhammadiyah (UM) Maumere, dan tentunya UM Kupang sebagai tuan rumah Sidang Tanwir dan Resepsi Milad ke-112 Muhammadiyah.
"Semua itu membuktikan bahwa kehadiran Muhammadiyah untuk semua. Muhammadiyah tidaklah untuk dirinya, tetapi untuk bangsa dan kemanusiaan semesta," ujar Haedar Nashir kepada hadirin pembukaan acara tersebut, Rabu (4/12/2024).
Masyarakat lokal, termasuk dari kalangan non-Muslim, merasakan dampak nyata amal usaha Muhammadiyah. Jefridus Fahik (19 tahun) menuturkan pengalamannya sebagai mahasiswa UM Kupang.
Pemuda dari Desa Raisamane, Kabupaten Malaka, NTT, itu mengaku bangga bisa mengenyam pendidikan tinggi di kampus Muhammadiyah. Menurut dia, UM Kupang menawarkan berbagai kemudahan untuk para mahasiswa, termasuk mereka yang mengalami kendala finansial.
"Di sini (UM Kupang), uang kuliah bisa dicicil. Satu semester bisa cicil Rp 1 juta hingga lunas," ujar mahasiswa yang beragama Katolik ini kepada Republika, Kamis (6/12/2024).
Di UM Kupang, Fahik mengambil jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Ia mengaku, desa tempatnya berasal mengalami kekurangan guru SD. Karena itu, dirinya merasa termotivasi untuk menempuh studi di kampus ini hingga lulus.
"Harapannya, saya bisa menjadi guru dan mengajar di kampung saya," kata pemuda ini.
UM Kupang menerapkan toleransi yang sesungguhnya. Menurut Fahik, pihak kampus tidak pernah membeda-bedakan antara mahasiswa/mahasiswi yang Muslim dan non-Muslim.
Bagi mereka yang beragama non-Islam, UM Kupang menyediakan dosen dan matakuliah keagamaan, termasuk Pendidikan Agama Kristen dan Pendidikan Agama Katolik, pada semester awal. Karena itu, Fahik mengaku tidak pernah merasa didiskriminasi.
"Kampus ini sangat nyaman. Toleransi sangat bagus. Dosen-dosen semua baik. Semoga Muhammadiyah ke depannya semakin maju lagi dan UM Kupang terus berkembang menjadi kampus terbaik di NTT," tukas dia.