Kejaksaan Interogasi Mantan Menhan Korsel Atas Dugaan Pengkhianatan
Kim Yong-hyun diduga menjadi otak darurat militer yang diterapkan Presiden Yoon Suk.
REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Kejaksaan menginterogasi mantan menteri pertahanan (menhan) Kim Yong-hyun pada Ahad (8/12/2024), sebagai bagian dari penyelidikan atas dugaan pengkhianatan terhadap negara, terkait penerapan darurat militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol yang berlangsung enam jam pada pekan lalu.
Kim merupakan tokoh sentral dalam deklarasi status darurat militer, yang mendadak diumumkan Yoon pada Selasa (3/12/2024) malam dan pada Rabu (4/12/2024) dini hari, langsung tidak berlaku. Hal itu setelah darurat militer dicabut usai Majelis Nasional memutuskan menentang status tersebut.
Baca: Imbas Darurat Militer, Mantan Menhan Korsel Ditahan
Beberapa pihak menduga, Kim adalah orang yang menyarankan Yoon untuk menyatakan darurat militer. Kim mengundurkan diri tak lama setelan status itu dicabut.
Kim tiba di Kantor Kejaksaan Pusat Seoul secara sukarela pada Ahad pagi. Dia kemudian dibawa ke tempat penahanan di bagian timur Seoul berdasarkan ketentuan penangkapan darurat.
Menurut ketentuan itu, jaksa memiliki waktu 48 jam untuk menahan dan menginterogasi tersangka. Begitu tiba di kantor kejaksaan, Kim langsung diinterogasi selama sekitar enam jam. Sekitar sembilan jam kemudian, ia diinterogasi untuk kedua kalinya hingga sekitar pukul 22.00 waktu setempat, kata pejabat yang bersangkutan.
Baca: Kapten (Pnb) Ilham Fariq Adriawan Raih Penghargaan dari Australia
Jaksa menanyai Kim mengenai keterlibatannya dalam proses penerapan darurat militer, seperti perintah apa yang ia terima dari Yoon dan instruksi apa yang ia berikan kepada komando darurat militer. Kim tampaknya aktif dalam menjelaskan posisinya dan hampir tidak menolak untuk menjawab, menurut pejabat tersebut.
Kim mengakui, ia yang menyarankan Yoon untuk mendeklarasikan darurat militer, dan berpendapat bahwa tidak ada yang ilegal atau inkonstitusional dalam proses tersebut. Jaksa diduga telah menangkap Kim mengingat beratnya tuduhan yang melekat padanya serta kekhawatiran akan kemungkinan mantan menteri pertahanan tersebut menghancurkan bukti.
Spekulasi mengenai kemungkinan Kim berusaha menghancurkan bukti muncul setelah ia diketahui bergabung kembali di aplikasi Telegram setelah menghapus akunnya. Kejaksaan diperkirakan akan memulihkan percakapan sebelumnya yang dilakukannya di platform perpesanan tersebut.
Baca: Militer China Sudah Mendarat di Halim untuk Latgab Bersama TNI
Secara hukum, tersangka dapat ditangkap tanpa surat perintah jika terdapat alasan yang cukup untuk meyakini bahwa tindak pidana serius telah dilakukan atau jika ada kekhawatiran akan upaya penghancuran bukti.
Kejaksaan juga diperkirakan akan mengajukan permohonan surat perintah pengadilan untuk menangkap Kim secara resmi paling cepat pada Senin (10/12/2024) malam. Jika jaksa gagal mengajukan surat perintah atau pengadilan menolaknya, Kim akan segera dibebaskan.