Pesta Kebiadaban Militer Assad di Penjara Sednaya Suriah
Pasukan pembebasan bersama warga berupaya menjebol Sednaya.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Setelah Kelompok Pembebasan Suriah berhasil menjungkalkan Bashar Assad dari kursi presiden negeri itu, mereka menangkap sisa-sisa serdadu militer yang berkeliaran. Bersama banyak warga Suriah, mereka menguasai Kota Damaskus. Mendobrak masuk ke dalam rumah si presiden dan memasuki semua celah bangunan yang pernah jadi tempat tinggal Assad.
Ribuan pasukan loyalis anak diktator Hafez Assad kabur tunggang langgang menuju perbatasan Irak. Mereka melepas baju militer dan membuang alutsista yang mereka bawa. Kemudian berlagak seperti warga sipil. Banyak dari mereka berupaya menyeberang ke Irak, namun entah bagaimana nasib mereka.
Selain itu, banyak warga bersama pasukan pembebasan juga mencari keluarga mereka yang selama ini diculik oleh militer dan hilang, mulai remaja, hingga orang tua. Mereka menyebut satu tempat yang diduga sebagai titik pengumpulan mereka semua, yaitu kompleks penjara Sednaya. Lokasinya di dekat Damaskus, terisolasi, yang dijaga sejumlah pos penjagaan. Bentuk bangunan tahanan Sednaya adalah huruf Y. Warga Suriah menjelaskan huruf tersebut juga bermakna seperti semacam ‘salib’ tempat penyiksaan orang.
Berjam-jam upaya Bongkar Labirin Sednaya
Pada sebuah siang mereka sudah berupaya masuk ke dalam Sednaya, tapi tidak mudah. Mereka mencari pintu masuk ke dalamnya. Ketika berhasil masuk ke bagian awal area pembantaian manusia tersebut, mereka berteriak memanggil warga tahanan yang berada di semua sisi.
Mereka yang ditahan di dalam sana adalah orang-orang yang berseberangan dengan pemerintah diktator Assad. Orang-orang yang berlawanan akan diculik kemudian dijebloskan ke dalam sana dalam waktu yang beragam. Ada yang hingga 40 tahun. Bahkan ada yang dieksekusi mati.
Sebuah video menayangkan kesaksian seorang warga tentang apa yang terjadi di dalam sana. Setiap hari, mereka yang ditahan di sana akan mendengar derap langkah kaki sipir yang berjalan patroli lorong penjara sambil memanggil sejumlah nama tahanan.
Mereka yang namanya dipanggil akan dibawa ke ruang tertentu untuk disiksa dengan berbagai cara. Sebagian netizen membuat postingan tentang Suriah menceritakan bahwa cara anak buah Assad melakukan kebiadaban itu lebih parah dari proses inkuisisi abad pertengahan.
Selain disiksa. Banyak juga yang dipanggil untuk didiamkan di ruang tertentu. Biasanya mereka tidak lagi diberi makan dan minum hingga tiga hari. Kemudian akan ditembak mati.
Jenazah yang sudah dieksekusi mati tak akan dikembalikan ke keluarganya. Juga tidak diperlakukan secara islami: tidak dimandikan, disholatkan, dan dikafankan.
Mereka dimakamkan secara massal. Tak ada nisan bertuliskan nama si tahanan beserta tanggal lahir dan kematian, seperti kita biasa memperlakukan jenazah. Mereka dikebumikan begitu saja dengan maksud agar dunia tidak pernah mengenal mereka yang dikubur di bawah sana pernah hidup di dunia.
Kelompok hak asasi manusia memperkirakan pada Januari 2021 bahwa 30.000 tahanan dibunuh secara brutal oleh rezim Assad di Sednaya melalui penyiksaan, penganiayaan dan eksekusi massal sejak pecahnya perang saudara Suriah, sementara Amnesty International memperkirakan pada Februari 2017 bahwa antara 5.000 dan 13.000 orang dieksekusi di luar hukum di Sednaya antara September 2011 dan Desember 2015.
Labirin bawah tanah
Semakin warga bersama pasukan pembebasan meringsek ke area bawah tanah, semakin mereka kehilangan cahaya. Sebuah video menampakkan bagaimana seseorang menggunakan alat sederhana menghancurkan tembok area dalam. Kemudian ada juga area pembatas berupa rentetan jeruji besi terkunci.
Ketika masuk ke area dalam, mereka menemukan ruang CCTV. Di situ terlihat adanya tahanan berada di ruangan yang hanya diterangi sebuah lampu. Tapi mereka tidak tahu itu di sebelah mana lokasinya.
Mereka harus menemukan denah Sednaya. Juga harus bersusah payah membuka kunci pintu demi pintu area tersebut. Ada yang cukup dengan ditembak dan didobrak bersama. Tapi ada juga yang membutuhkan alat tertentu untuk bisa membukanya.
Bagian dalam Sednaya penuh dengan labirin yang membingungkan. Semakin dalam masuk ke area bawah tanah, maka akan semakin terdengar jeritan tahanan yang dikurung di sana.
Ekspresi warga yang ditahan
Mereka yang ditahan di ruang gelap tidak mengetahui apa-apa tentang apa yang terjadi di luar sana. Mereka tidak tahu Assad melarikan diri ke Rusia dan rezim pemerintahan telah jatuh. Ketika diberitahukan hal itu, mereka bersorak penuh gembira. Assad telah jatuh. Kita bebas, kita akhirnya bebas. Begitu teriak mereka.
Namun ada juga beberapa tahanan yang sudah mengalami gangguan mental, karena tak tahan berada di dalam sana. Bahkan ada yang tak lagi mengenal siapa dirinya. Tubuhnya kurus. Rambutnya dipangkas pendek sebagai tanda dia adalah tawanan. Posisinya terduduk, dibalut kain.
Suara banyak wanita teriak meminta tolong untuk dibebaskan terdengar pula di dalam sana. Pintu-pintu sel mereka dibukakan secara paksa. Kemudian tahanan wanita berhamburan keluar. Namun di tengah para tahanan wanita yang berhamburan keluar terdapat seorang balita berdiri menyaksikan para wanita itu berlarian. Dia sesekali berjalan. Sepertinya dia juga ikut berjalan keluar meninggalkan area penjara tersebut.
Utusan PBB akan datang
Tom Fletcher, Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat, pada Minggu (8/12) mengumumkan rencananya untuk segera mengunjungi sejumlah wilayah di Suriah. Ia menyebutkan bahwa perkembangan situasi di Suriah berlangsung dengan “kecepatan luar biasa.”
Melalui unggahannya di platform X, Fletcher menyoroti lebih dari satu dasawarsa konflik di Suriah yang telah menyebabkan jutaan orang mengungsi.
“Kami akan merespons kapan pun, di mana pun, dan dengan cara apa pun yang memungkinkan untuk membantu orang-orang yang membutuhkan, termasuk melalui pusat-pusat penerimaan – menyediakan makanan, air, bahan bakar, tenda, dan selimut,” ujarnya. Ia juga menekankan bahwa semua pihak harus melindungi warga sipil, infrastruktur sipil, dan petugas misi kemanusiaan.
Fletcher menambahkan pentingnya memberikan kesempatan bagi mereka yang mengungsi untuk kembali dengan aman dan sukarela jika memungkinkan.
Ia menyatakan telah berkomunikasi secara intens dengan tim-tim kemanusiaan di Suriah dan wilayah sekitarnya untuk memastikan kerja sama dan komunikasi yang kuat.
“Kami juga akan mengumpulkan mitra-mitra utama sebelum saya mendatangi wilayah tersebut,” katanya menambahkan.
Setelah periode yang relatif tenang, bentrokan antara pasukan rezim Assad dan kelompok anti rezim kembali terjadi pada 27 November di wilayah pedesaan di arah barat dari Aleppo, sebuah kota besar di Suriah utara.
Dalam waktu 10 hari, pasukan oposisi melancarkan serangan kilat, merebut kota-kota penting, dan pada Minggu menguasai ibu kota Suriah, Damaskus. Serangan cepat itu, yang didukung oleh unit-unit militer yang membelot, mengakibatkan rezim Assad runtuh setelah 13 tahun perang saudara berlangsung.