Anggota DPR Usul Warga tak Mencoblos Dikenakan Denda, Ini Kata Pakar

Jika mencoblos diwajibkan ada kekhawatiran pemilih tak lagi bebas tentukan pilihannya

DPR RI
Pilkada serentak 2024 (ilustrasi). Angka pemilih di Pilkada 2024 anjlok.
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Angka pemilih pada Pilkada tahun ini terbilang lebih rendah dibandingkan pemilihan sebelumnya.  Sebut saja di Jakarta yang akan pemilihnya di bawah 60 persen. Kemudian Jawa Barat yang jumlah pemilihnya anjlok turun nyaris 10 persen menjadi tinggal sekitar 65,9 persen.

Baca Juga


Turunnya angka pemilih memicu wacana dari salah satu anggota DPR agar, warga yang tak mencoblos dikenakan denda.

Pakar ilmu politik Universitas Indonesia Cecep Hidayat menjelaskan bahwa ada kelebihan dan kekurangan bila tidak memilih dalam pemilihan umum (pemilu) dapat diberi sanksi.

"Kalau kelebihannya memang bisa meningkatkan partisipasi pemilih sebenarnya karena wajib ya. Kemudian, orang juga mungkin merasa terikat untuk kontribusi dalam pemilu," kata Cecep saat dihubungi Antara dari Jakarta, Selasa.

Kelebihan kedua, kata dia, dapat memperkuat legitimasi pemerintahan karena angka partisipasi pemilu yang tinggi.

"Selanjutnya saya kira kesadaran. Jadi, karena wajib, ya, pemilu wajib akhirnya bisa mendorong masyarakat lebih peduli, misalnya, pada isu-isu politik, seperti calonnya siapa. Artinya, ada intervensi sehingga kemudian kesadaran politiknya bisa muncul, bisa tumbuh," jelasnya.

Sementara itu, dia mengatakan bahwa kekurangan dari wacana tidak memilih mendapatkan sanksi adalah pemilih sudah tidak bebas lagi menentukan pilihannya. Padahal, kata dia, demokrasi menjamin kebebasan memilih tiap individu.

"Dia kan enggak milih karena bisa beberapa hal. Bisa jadi dia enggak milih karena enggak peduli siapa pun yang menang enggak ngefek buat dirinya, misalnya, atau dia sudah puas, ya, enggak peduli. Jadi, ini kan kekurangan. Jadi, bertentangan dengan prinsip kebebasan," ujarnya.

Kekurangan berikutnya, kata dia, pemilih tidak dapat dengan bijak saat memilih anggota dewan, kepala daerah, atau presiden dan wakil presiden.

"Bisa jadi dia enggak punya pilihan, tetapi disuruh milih, akhirnya voting-nya asal-asal saja. Jika diwajibkan ya sebagian mungkin ya sudah sembaranganlah daripada diberi sanksi. Jadi, menghindari sanksi, voting-nya tidak sesuai hati nurani," jelasnya.

Terakhir, kata dia, sulitnya mekanisme pengawasan terkait warga negara yang tidak memilih pada pemilu. Selain itu, kata dia, anggaran untuk pengawasannya perlu dipikirkan oleh pemangku kepentingan terkait.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin menyampaikan wacana bagi warga negara untuk diwajibkan menggunakan hak pilihnya pada pemilu untuk mengurangi kecurangan pemilu.

"Wajib. Memilih itu wajib. Kalau tidak memilih, nanti ada denda," kata Zulfikar dalam seminar web bertajuk "Agenda Reformasi Sistem Pemilu di Indonesia", dipantau dari Jakarta, Senin (9/12).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler