Peneliti Minta MK Lepaskan Peran Baznas Sebagai Regulator

Yusuf menilai kinerja Baznas meningkat setelah dikelola masyarakat sipil.

istimewa
Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono
Rep: Muhyiddin Red: A.Syalaby Ichsan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Peneliti senior Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono mengusulkan agar Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) untuk melepaskan perannya sebagai regulator. Karena, menurut dia, Baznas telah gagal sebagai regulator. 

Baca Juga


Dia tidak menafikkan bahwa selama ini banyak kasus pengelolaan dana zakat dari Lembaga Amil Zakat (LAZ). Bahkan, kata dia, kasus-kasus itu lebih banyak lagi terjadi di Baznas-Baznas daerah. Karena itu, pihaknya mengusulkan agar Baznas menjadi operator saja. 

"Yang tadi kami usulkan ke majelis reformasi untuk undang-undang 23 ini adalah lepaskan Baznas dari fungsi regulatornya," ujar Yusuf saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (10/12/2024). 

Hal ini disampaikan Yusuf usai menjadi Ahli yang dihadirkan Pemohon Perkara 97/PUU-XXII/2024 untuk memberikan keterangan dalam sidang pengujian materi sejumlah pasal Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.

Menurut dia, saat para penggerak zakat membutuhkan regulator zakat nasional yang baru, kokoh, independen, kredibel, dan kuat, yang mampu mengawasi zakat nasional dengan baik. 

"Jadi biarkan Baznas fokus menjadi operator agar undang-undang ini memunculkan satu lembaga regulator baru. Atau, sepenuhnya diserahkan kepada Kemenag. Tapi jangan lagi diserahkan kepada Baznas," ucap dia. 

 

Dalam sidang tersebut, Yusuf mengungkapkan bahwa UU Nomor 23 tersebut pada akhirnya menyebabkan kerugian bagi mustahik maupun muzaki.“Hasil akhir dari UU 23/2011 ini kerugian bagi mustahik dan muzaki,” ucap Yusuf.

Selain bertentangan dengan prinsip kebebasan beragama yang dijamin konstitusi, kata dia, lebih jauh perizinan pengelola zakat dalam UU 23/2011 adalah diskriminatif. Kewajiban perizinan yang sangat ketat hanya ditujukan untuk LAZ, tetapi tidak berlaku untuk Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), meski keduanya sama-sama berstatus operator zakat nasional dengan tugas dan fungsi yang serupa.

Pembatasan dan marjinalisasi vulgar terhadap LAZ yang boleh beroperasi oleh UU 23/2011 telah menyebabkan terjadinya penyempitan akses bagi para mustahik untuk memperoleh manfaat dari dana zakat.

Sementara akibat dihambatnya LAZ yang boleh beroperasi dengan persyaratan izin operasional yang tidak adil, pelaksanaan UU 23/2011 juga telah menyebabkan terjadinya pembatasan terhadap preferensi dan pilihan para muzaki dalam menyalurkan dana zakatnya.

Padahal, menurut Yusuf, kinerja zakat justru meningkat setelah dikelola oleh masyarakat sipil. Operasional Organisasi Pengelolaan Zakat (OPZ) bentukan masyarakat sipil yang transparan dan akuntabel lebih disukai dan menumbuhkan kepercayaan muzaki. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler