Pilgub Jateng, Pengamat Sebut Peluang Andika Perkasa Menang di MK Kecil, Ini Alasannya

Gugatan Andika-Hendrar yang diusung oleh PDIP itu bersifat kualitatif.

Republika/Thoudy Badai
Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno
Rep: Bayu Adji P  Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jawa Tengah (Jateng), Andika Perkasa-Hendrar Prihadi, telah mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) atas hasil Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jateng 2024. Salah satu dalil dalam gugatan itu adalah keterlibatan aparat penegak hukum dalam memenangkan pasangan Ahmad Luthfi-Taj Yasin.

Baca Juga


Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, menilai peluang MK untuk mengabulkan gugatan Andika-Hendrar relatif kecil. Pasalnya, gugatan yang diajukan oleh pasangan calon (paslon) yang diusung PDIP itu bersifat kualitatif, yaitu soal adanya dugaan keterlibatan aparat penegak hukum di Pilgub Jateng.

"Saya kira memang kalau kita melihat pada peraturannya, MK itu hanya mengadili selisih hasil (kuantitatif) pemilihan kepala daerah. Di luar itu tidak diatur," kata dia saat dihubungi Republika, Ahad (15/12/2024).

Ia menjelaskan, MK hanya akan mengadili masalah pemilihan kepala daerah (pilkada) apabila terdapat selisih hasil perhitungan. Artinya, ketika paslon tertentu merasa penghitungan yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) itu janggal atau tidak sesuai dengan penghitungan internal, MK akan melihat sejauh mana gugatan itu disertai bukti-bukti.

"Di luar itu, MK tidak pernah menerima gugatan apapun. Karena itu tidak diatur dalam peraturan dan dugaan semacam itu sifatnya kualitatif," ujar Adi.

Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu menilai, gugatan yang diajukan oleh kubu Andika-Hendrar lebih bersifat kualitatif. Pasalnya, kubu Andika-Hendrar mempersoalkan penggunaan aparat, netralitas ASN, dan lain sebagainya. Sementara, MK tidak mengatur mengenai kasus itu.

"Intinya, MK itu hanya mengatur hal yang sifatnya kuantitatif, yaitu selisih hasil, tapi MK tidak mengatur sengketa yang bersifat kualitatif. Makanya tidak heran kalau di MK itu banyak gugatan terkait pilkada dan tidak terbukti tuduhannya," ujar dia.

Kendati demikian, Adi mengatakan, gugatan bersifat kualitatif tetap perlu dilakukan. Pasalnya, hal itu merupakan bentuk protes karena adanya dugaan kecurangan. "Gugatan semacam sebagai bentuk protes karena ada kecurangan. Itu perlu dilakukan," ujar dia.

 

Ketua KPU Jateng Handi Tri Ujiono mengungkapkan, berdasarkan hasil rekapitulasi, terdapat 19.260.275 suara sah dalam Pilgub Jateng 2024. Sementara jumlah suara tidak sah sebanyak 1.528.502 suara. Total daftar pemilih tetap (DPT) adalah 28,4 juta.  "Paslon 01 angkanya 7.830.084 suara. Untuk paslon 02 angkanya 11.390.191 suara. Unggul untuk paslon nomor urut 02," kata Handi dalam rapat pleno yang digelar di Kantor KPU Jateng, Semarang.

Selisih perolehan suara antara paslon 02, Luthfi-Yasin, dengan paslon 01, Andika Perkasa-Hendrar Prihadi (Hendi), mencapai lebih dari 3,5 juta suara. Tepatnya 3.560.107 suara.

Pengamat politik Ray Rangkuti tidak mau menyimpulkan apakah gugatan itu cukup kuat untuk bisa membatalkan kemenangan Luthfi. Ia melihat gugatan ke MK ini sebagai ajang pembuktian.

"Soal apakah itu akan menghasilkan pembatalan hasil pilkada atau tidak, ya saya enggak terlalu pretensi ke situ. Saya hanya ingin lihat bahwa memang perkara-perkara seperti yang disebutkan itu sangat mungkin terjadi di dalam pilkada ini," kata dia saat dihubungi Republika, Ahad (15/12/2024).

Sebelumnya, Ketua DPP PDIP Bidang Reformasi Hukum Ronny Salampessy mengatakan, kubu Andika-Hendrar telah mengajukan gugatan ke MK terkait hasil Pilgub Jateng. Pasalnya, PDIP menduga terdapat keterlibatan aparat penegak hukum untuk mengerahkan warga memilih Luthfi-Yasin. Sebab, sejak awal, terdapat panggilan dari kepolisian, kejaksaan, hingga pengerahan kepala desa, untuk memenangkan Luthfi-Yasin.

Menurut Ray Rangkuti, keterlibatan aparat penegak hukum, terutama aparat kepolisian, dalam kontestasi politik sudah menjadi bahan pembicaraan umum. Bahkan, PDIP menyebut keterlibatan polisi itu dengan istilah partai cokelat atau parcok, yang merujuk kepada baju dinas aparat kepolisian yang berwarna cokelat.

"Kalau berkaitan dengan parcok ini kan udah menjadi pembicaraan umum sekarang. Saya kira ini bagus juga (dijadikan dalil menggugat ke MK), sehingga dengan begitu akan kita bisa lihat seberapa dalam sebetulnya keterlibatan parcok dalam pemilu ini," kata dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler