Hamas Tegaskan Komitmen Soal Pasukan Israel di Gaza dan Tawanan Perang

Hamas berkomitmen sepakati gencatan senjata.

AP Photo/Majdi Mohammed
Seorang anggota pasukan Israel berjalan di samping kendaraan lapis baja saat operasi militer di kota Jenin, Tepi Barat, Rabu (28/8/2024). Bentrokan dengan militer Israel di Tepi Barat meningkat tajam sejak dimulainya perang Israel-Hamas di Gaza.
Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Gerakan perjuangan kemerdekaan Palestina, Hamas pada Sabtu (14/12) menyatakan komitmennya soal penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza dan kesepakatan pertukaran sandera dan tahanan.

Baca Juga


"Kami terbuka untuk setiap inisiatif yang tulus dan serius yang bertujuan untuk mengakhiri agresi terhadap rakyat (Palestina)," menurut pernyataan Hamas. "Kami berkomitmen untuk mengembalikan pengungsi, menarik (pendudukan) Israel, membantu rakyat, memulihkan apa yang telah dihancurkan oleh Israel, dan mencapai kesepakatan pertukaran tahanan," kata Hamas dalam sebuah pernyataan yang menandai ulang tahun ke-37 pendiriannya.

Salah satu pemimpin Hamas di Lebanon, Bassam Khalaf, sebelumnya mengatakan kepada RIA Novosti bahwa pihak-pihak terkait bersemangat untuk menyelesaikan kesepakatan tentang gencatan senjata dan pembebasan tahanan menjelang pelantikan Presiden terpilih Amerika Serikat (AS), Donald Trump.

Surat kabar Wall Street Journal pada Kamis melaporkan, mengutip para mediator Arab, bahwa Hamas untuk pertama kalinya sejak pecahnya perang Gaza mengatakan bahwa mereka mungkin setuju dengan kesepakatan gencatan senjata dengan Israel yang memungkinkan pasukan Israel tetap berada sementara di wilayah itu setelah pertempuran berhenti.

Pemerintah Mesir mengatakan pada Selasa (10/12) bahwa delegasi Israel telah datang ke Kairo untuk membahas gencatan senjata di Gaza dan akses kemanusiaan ke wilayah Palestina tersebut. Delegasi Hamas bertemu kepala intelijen Mesir, Hassan Mahmoud Rashad, di Kairo pada Senin (9/12) untuk membicarakan upaya gencatan senjata dan pembentukan komite dukungan publik di Gaza. 

Sikap Hamas

Perdana Menteri (PM) Lebanon Najib Mikati dalam sebuah wawancara yang diterbitkan oleh harian Spanyol El Pais pada Jumat (13/12), menyatakan keyakinannya bahwa Presiden Amerika Serikat (AS) terpilih Donald Trump akan menemukan solusi untuk masalah Palestina.

“Saya yakin Trump akan berusaha memaksakan solusi atas masalah Palestina. Dalam masa jabatan pertamanya, dia telah menunjukkan bahwa dirinya berkomitmen untuk mencari perdamaian di kawasan ini dan di seluruh dunia,” ujarnya.

Mikati, seorang pengusaha kaya sebelum terjun ke dunia politik seperti Trump, menambahkan bahwa presiden terpilih AS tersebut adalah "seorang pria yang pragmatis."

Ia memuji Abraham Accords, perjanjian yang dimediasi AS selama masa jabatan pertama Trump, yang memungkinkan terjalinnya hubungan diplomatik antara Israel dan Uni Emirat Arab (UAE), Bahrain, serta Maroko.

“Perjanjian tidak akan berhasil tanpa solusi yang adil dan berkelanjutan untuk konflik Palestina. Sudah waktunya hal itu terjadi. Kita membutuhkan sosok seperti Presiden Trump untuk mewujudkannya,” kata Mikati.

PM Lebanon itu juga menyampaikan optimisme tentang konferensi perdamaian internasional mengenai Palestina yang direncanakan akan digelar pada Juni mendatang.

“Seperti yang dikatakan Saudi, solusi ini akan dipaksakan, terlepas dari siapa yang setuju atau tidak setuju. Israel harus menyadari bahwa jika ingin hidup damai dengan tetangganya, mereka perlu menciptakan lingkungan yang damai,” katanya pula.

 

Mikati mengatakan Pemerintah Lebanon telah menjalin kontak dengan Massad Boulos, pilihan Trump sebagai penasihat Timur Tengah.

Boulos, seorang pengusaha berdarah Lebanon-Amerika, adalah ayah mertua Tiffany Trump, putri Donald Trump.

Mikati menyambut baik penunjukan tersebut, mengatakan bahwa Boulos “memahami kawasan ini dengan baik dan pernah tinggal di Lebanon.”

“Kami percaya dia akan mendorong stabilitas jangka panjang untuk negara ini,” katanya lagi.

Mikati juga membahas kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Lebanon, mengungkapkan keyakinannya bahwa kesepakatan tersebut akan bertahan lebih lama karena sebuah komite teknis, yang dibentuk oleh AS, telah bertemu pada Senin lalu.

Ia menambahkan bahwa untuk mencapai perdamaian yang berkelanjutan di Lebanon, militer negara itu membutuhkan lebih banyak sumber daya.

“Dalam empat atau lima tahun terakhir, kami menghadapi empat krisis berbeda, dan sumber daya kami sangat terbatas. Oleh karena itu, kami meminta komunitas internasional untuk berkomitmen mendukung angkatan bersenjata kami,” kata Mikati.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler