Kata Pakar Universitas Indonesia Soal Kunci Stabilitas di Suriah dan Timur Tengah
Suriah harus fokus pada stabilitas pemerintahan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Timur Tengah dari Universitas Indonesia Yon Machmudi memandang penting terwujudnya pemerintahan inklusif di Suriah demi memastikan perdamaian yang berkelanjutan di negara tersebut usai jatuhnya rezim Bashar Al-Assad.
“Karena kalau kemudian tidak tercapai kesepakatan untuk membentuk pemerintahan bersama yang inklusif, proses transisi dikhawatirkan akan semakin panjang dan gejolaknya akan semakin besar,” ucap Yon saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan, meski disatukan dengan tujuan menaklukkan rezim Assad, kelompok oposisi bersenjata utama Suriah memiliki latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda.
Di antara kelompok tersebut adalah Hayat Tahrir Al-Sham (HTS) yang merupakan kelompok Islamis pecahan Al-Qaida yang kemudian menolak berdirinya ISIS, Tentara Nasional Suriah (SNA) yang disokong Turki, dan Angkatan Demokrasi Suriah (SDF) yang memiliki kepentingan bagi kelompok masyarakat Kurdi dan didukung AS, ucap dia.
Apabila kesepakatan bersama untuk membentuk pemerintahan yang inklusif dan menguntungkan semua pihak gagal bertahan, Yon menyebut bahwa situasi keamanan di Suriah dapat menjadi tak terkendali, sehingga bernasib sama dengan Libya dan Sudan yang kembali jatuh ke perang saudara karena gagalnya pemerintahan transisi.
Ia juga mengatakan, kegagalan mempertahankan pemerintahan inklusif juga berpotensi membuat negara tersebut senasib dengan pemerintahan baru Afghanistan yang hingga saat ini tak diakui komunitas internasional karena rezim Taliban menolak memerintah secara inklusif.
Selain itu, kelompok oposisi Suriah yang berhasil merebut kekuasaan juga harus mempertahankan persatuan demi mewaspadai Israel yang memanfaatkan situasi di Suriah dengan menghancurkan fasilitas angkatan udara dan angkatan laut Suriah yang ditinggalkan militer rezim Assad.
“Pertahanan Suriah sedang diperlemah oleh Israel yang mengharapkan supaya Suriah yang baru tak menjadi ancaman bagi Israel,” kata Yon.
Pandangan terkait pentingnya pemerintahan inklusif dan konsensus politik di Suriah juga sempat dilontarkan Wakil Menteri Luar Negeri Anis Matta, sebagaimana pernyataan tertulis Kementerian Luar Negeri RI pada Selasa (10/12).
“Konsensus politik nasional, transisi demokratis yang damai, serta rekonstruksi atau pemulihan ekonomi dan pembangunan harus jadi prioritas Suriah di tahap selanjutnya,” kata Anis.
Anis pun berharap perubahan rezim di Suriah menjadi momentum bagi rakyat negara itu untuk mewujudkan hidup yang lebih baik. Ia juga menyerukan kepada semua pihak di Suriah agar senantiasa mengutamakan keamanan dan keselamatan rakyat.