Pasukan Rusia Tetap Beroperasi di Pangkalan Udara Khmeimim Suriah
Pasukan Rusia mengurangi kekuatannya di Suriah.
REPUBLIKA.CO.ID, KHMEIMIM -- Pasukan Rusia yang ditempatkan di Pangkalan Udara Khmeimim di Provinsi Latakia, Suriah, tetap melanjutkan aktivitas mereka pada Minggu (15/12), meskipun rezim Bashar Assad telah jatuh.
Setelah runtuhnya rezim Baath, Rusia terus memindahkan pasukannya dari Damaskus, Homs, dan kota-kota lain di Suriah ke pangkalan tersebut.
Kendaraan militer Rusia terlihat memasuki pangkalan, sementara pesawat kargo mendarat di sana. Di sisi lain, balon pengintai digunakan untuk mengumpulkan informasi, dan helikopter terlihat berpatroli.
Pangkalan Khmeimim dilengkapi dengan landasan pacu, sistem pertahanan udara, dan peralatan militer penting lainnya yang masih berfungsi. Kementerian Luar Negeri Rusia pada Minggu juga mengumumkan bahwa sebagian staf diplomatiknya telah dievakuasi dari Suriah menggunakan penerbangan khusus Angkatan Udara Rusia dari Pangkalan Udara Khmeimim.
Penerbangan tersebut membawa sejumlah diplomat Rusia dari Damaskus, serta diplomat dari Belarus dan Korea Utara.
Dalam pernyataannya, kementerian menambahkan bahwa Kedutaan Besar Rusia di Damaskus tetap beroperasi meskipun terjadi kondisi keamanan yang memburuk. Suriah telah terjebak dalam perang saudara sejak awal 2011, ketika rezim Assad menanggapi aksi protes pro-demokrasi dengan kekerasan yang tidak terduga. Sejak itu, lebih dari 5 juta warga sipil telah mengungsi akibat konflik tersebut.
Assad, yang memimpin Suriah dengan tangan besi selama hampir 25 tahun, melarikan diri ke Rusia pada 8 Desember setelah kelompok anti-rezim berhasil menguasai Damaskus. Pengambilalihan ini terjadi setelah para pejuang Hayat Tahrir al-Sham (HTS) dengan cepat merebut kota-kota penting di seluruh negeri dalam serangan yang berlangsung kurang dari dua pekan.
Operasi kemanusiaan
Komisi Eropa mengumumkan peluncuran operasi Jembatan Udara Kemanusiaan (Humanitarian Air Bridge) baru, untuk mengirimkan bantuan kesehatan penting dan pasokan mendesak kepada mereka yang paling membutuhkan di Suriah.
Inisiatif ini bersamaan dengan peningkatan pendanaan kemanusiaan dari Uni Eropa, yang menegaskan komitmen mereka untuk menangani situasi yang tidak stabil dan penuh tantangan di lapangan.
Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyoroti pentingnya dukungan itu dalam konteks perubahan politik baru-baru ini, dengan menyatakan: "Runtuhnya rezim Assad membawa harapan baru bagi rakyat Suriah. Namun, momen perubahan ini juga membawa risiko dan kesulitan". "Dengan situasi di lapangan yang begitu tidak stabil, bantuan kami untuk rakyat Suriah menjadi semakin penting," ujar von der Leyen.
Untuk memperkuat responsnya, Komisi Eropa menyatakan telah meningkatkan pendanaan kemanusiaannya untuk tahun 2024 menjadi lebih dari 160 juta euro (sekitar Rp2,7 triliun).
Bantuan tambahan itu bertujuan untuk memberikan dukungan cepat melalui mitra kemanusiaan Uni Eropa yang sudah beroperasi di Suriah, dengan fokus pada sektor kesehatan, tempat tinggal, dan pasokan makanan.
Penerbangan bantuan yang didanai Uni Eropa itu akan mengangkut 50 ton pasokan kesehatan dari gudang Uni Eropa di Dubai ke Adana, Turki. Dari sana, pasokan akan didistribusikan melintasi perbatasan ke Suriah.
"Kami juga meluncurkan jembatan udara kemanusiaan yang membawa pasokan vital, seperti makanan, obat-obatan, dan perlengkapan tempat tinggal," katanya pula. "Saya akan membahas lebih lanjut pengiriman bantuan kemanusiaan ini dalam pertemuan saya dengan Presiden Erdogan pada Selasa. Kami berdiri bersama rakyat Suriah," ujar von der Leyen.
Sebanyak 46 ton tambahan berupa pasokan kesehatan, pendidikan, dan tempat tinggal, yang berasal dari cadangan Uni Eropa di Denmark, juga akan dikirim ke Adana melalui jalur darat. Pasokan ini akan didistribusikan oleh UNICEF dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kepada komunitas di Suriah.
Di antara pasokan penting tersebut terdapat kit trauma, material tempat tinggal darurat, dukungan sanitasi, dan paket makanan, yang ditujukan untuk membantu 61.500 orang di Suriah utara.
Bashar al-Assad, pemimpin Suriah selama hampir 25 tahun, menerima tawaran suaka dari Rusia, setelah kelompok anti-rezim menguasai Damaskus pada Minggu (8/12) pagi. Kepergian Assad dan keluarga ke Rusia menandai berakhirnya rezim Partai Baath yang telah berkuasa di Suriah sejak 1963.