Koruptor Masuk Daftar Program Pemberian Amnesti dan Abolisi, Ini Syaratnya Menurut Yusril
Presiden akan memberikan amnesti dan abolisi terhadap 44 ribu narapidana.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto akan memberikan amnesti dan abolisi terhadap 44 ribu narapidana, termasuk di antaranya adalah untuk para terpidana kasus-kasus korupsi.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan pemasrayakatan Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan para terpidana kasus-kasus korupsi tersebut dapat diampuni kejahatannya, dan juga dapat dihapuskan pemidanaannya dengan sejumlah persyaratan.
“Kementerian Koordinator Kumham Imipas sejak sebulan yang lalu, telah mengoordinasikan rencana pemberian amnesti dan abolisi, termasuk terhadap kasus-kasus korupsi,” kata Yusril dalam siaran pers yang diterima wartawan di Jakarta, Jumat (20/12/2024).
“Langkah tersebut, merupakan bagian dari rencana pemberian amnesti dan abolisi kepada total 44 ribu narapidana yang sebagian besarnya merupakan narapidana khusus narkoba,” kata Yusril menambahkan.
Yusril mengatakan beberapa syarat yang sedang dibahas dalam pemberian amnesti dan abolisi untuk para koruptor tersebut di antaranya terkait dengan pengembalian total kerugian negara hasil dari perbuatan para terpidana korupsi tersebut.
“Hal-hal yang sedang dikoordinasikan itu, diantaranya terkait dengan perhitungan berapa besar pengembalian kerugian negara yang telah terbukti korupsi, termasuk pula pengaturan teknis pelaksanaan dalam pemberian amnesti dan abolisi tersebut,” kata Yusril.
Presiden Prabowo, pekan lalu melalui Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyampaikan akan memberikan amnesti, dan abolisi terhadap 44 ribu para narapidana di seluruh Indonesia. Pemberian pengampunan, dan penghapusan pidana itu dikatakan untuk mengurangi sekitar 30 persen populasi penjara yang sudah melebihi kapasitas.
Menteri HAM Natalius Pigay beberapa hari lalu juga menyampaikan, prioritas pemberian amnesti dan abolisi tersebut terhadap para narapidana pengguna narkotika. Pun juga terhadap narapidana politik, serta para terpidana terkait kasus-kasus ITE yang selama ini dikatakan melakukan penghinaan terhadap kepala negara.
Pigay mengatakan, amnesti dan abolisi juga akan diberikan kepada para narapidana terkait kasus-kasus di Papua. Akan tetapi, pada Rabu (18/12/2024) dalam pidatonya di Kampus Universitas al-Azhar di Kairo, Mesir, Presiden Prabowo menyampaikan juga akan memberikan maaf, atau pengampunan terhadap para koruptor.
“Saya dalam minggu-minggu ini, bulan-bulan ini, saya dalam rangka memberi kesempatan, memberi kesempatan untuk taubat. Hei para koruptor, atau yang pernah merasa mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kita maafkan. Tapi kembalikan dong,” kata Prabowo.
Presiden Prabowo mengatakan, pemerintahannya saat ini akan memberikan kesempatan bagi para koruptor agar mengembalikan uang-uang hasil korupsinya ke negara agar terhindar dari hukuman, maupun kejaran jerat hukum. “Nanti kita beri kesempatan. Cara mengembalikannya bisa diam-diam, supaya tidak ketahuan. Mengembalikan loh, ya, tapi kembalikan,” kata Prabowo.
Tetapi Prabowo menegaskan, akan menggunakan seluruh kewenangannya untuk penegakan hukum bagi para koruptor yang tetap nekat. Termasuk kata Prabowo akan ‘melibas’ semua para beking-beking dari aparat keamanan yang melindungi para koruptor.
Strategi pemberantasan korupsi
Menko Yusril menjelaskan, pernyataan Presiden Prabowo tersebut sebetulnya bagian dari strategi pemerintahan saat ini dalam membangun sistem pemberantasan tindak pidana korupsi yang lebih efektif.
Menurut Yusril, konsep dan strategi dalam pemberantasan korupsi saat ini, sudah tak lagi harus memprioritaskan pada pola penghukuman badan. Namun kata Yusril lebih mengutamakan tentang pengembalian kerugian negara, untuk pemulihan kerugian negara.
Yusril mengatakan, sistem tersebut, sejalan dengan misi dari konvensi Perserikatan Banga Bangsa untuk Pemberantasan Korupsi atau UNCAC yang sudah diratifikasi oleh Indonesia melalui Undang-undang (UU) 7/2006.
“Apa yang dikemukakan Presiden itu, sejalan dengan UNCAC yang sudah kita ratifikasi. Sebenarnya setahun sejak ratifikasi, kita berkewajiban untuk menyesuaikan UU Tipikor kita dengan konvensi tersebut. Dan kita sangat terlambat melakukan kewajiban itu (menyesuaikan) dan baru sekarang ingin melakukannya,” ujar Yusril.
Yusril menjelaskan inti dari konvensi tersebut, yaitu soal penetrasi maksimal dalam pemberantasan korupsi adalah melalui pencegahan yang efektif, dan melalui pemulihan kerugian negara atau asset recovery.
Menjelaskan pernyataan Presiden Prabowo, Yusil mengatakan, pemberian pengampunan dan penghapusan pidana terhadap para koruptor, ataupun pelaku korupsi yang sedang menjalani proses hukum dapat dilakukan.
Namun dengan memastikan adanya pengembalian kerugian negara dari akibat perbuatan yang dilakukan oleh koruptor, atau pelaku korupsi yang sedang dalam proses hukum tersebut.
Yusril menilai model penghukuman badan terhadap para koruptor yang berbasis pada pembalasan sebagai pemberi dampak kejeraan, sudah tak lagi ampuh dan strategis. Pun kata Yusril, sistem pengembalian kerugian negara itu, sesuai dengan tujuan dari pemberlakuan KUH Pidana Indonesia yang baru yang akan mulai diterapkan pada 2026 mendatang.
“Penghukuman bukan lagi menekankan balas dendam, dan efek jera kepada pelaku. Tetapi menekankan pada keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif,” begitu ujar Yusril. Mengacu hal tersebut, kata Yusril, dalam misi pemberantasan korupsi haruslah memberikan manfaat, dan menghasilkan untuk perbaikan perekonomian negara.
“Kalau hanya pelakunya dipenjarakan, tetapi aset korupsinya tetap mereka kuasai, atau disimpan di luar negeri tanpa dikembalikan kepada negara, maka penegakan hukum yang seperti itu tidak banyak manfaatnya bagi pembangunan ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan rakyat,” kata Yusril.
Sebaliknya dikatakan Yusril, jika koruptor sadar diri, dan bersedia untuk mengembalikan uang hasil korupsinya itu, pelakunya dapat dimaafkan, ataupun dihapuskan pemidanaannya. “Dan uang dari hasil korupsinya itu masuk ke APBN untuk mensejahterakan rakyat,” ujar Yusril.
Pun sistem pemberantasan korupsi melalui cara-cara tersebut, lebih bermanfaat bagi dunia usaha. Karena dikatakan Yusril, para koruptor yang juga kebanyakan memutar uang haramnya dari hasil korupsi melalui praktik-praktik perusahaan, dapat tetap melanjutkan kegiatan usahanya.
“Dengan demikian usahanya tidak tutup, atau bangkrut. Dan negara tetap dapat pajak, dan tenaga kerja tidak menganggur, pabrik-pabrik tetap beroperasional, dan seterusnya. Dan seharusnya penegakan hukum dalam menangani korupsi, harus dikaitkan dengan pembangunan ekonomi, juga peningkatan kesejahteraan rakyat, bukan hanya bertujuan untuk memenjarakan pelakunya,” kata Yusril.