PDIP Kini Dukung PPN 12 Persen Usai Gelombang Serangan dari Para Elite Parpol Lain

Dengan menolak kenaikan PPN 12 persen, PDIP dinilai 'lempar batu sembunyi tangan'.

Republika/Prayogi
Sejumlah orang melakukan aksi demonstrasi di seberang Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (19/12/2024). Dalam aksinya mereka menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen pada 2025. Menurut mereka kenaikan PPN tersebut akan tetap memberatkan masyarakat karena berpengaruh terhadap kenaikan harga.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dian Fath Risalah, Bayu Adji P, Rizky Suryarandika, Antara 

Baca Juga


Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) akhirnya mendukung penuh pelaksanaan APBN 2025 yang diprioritaskan untuk kepentingan rakyat, termasuk kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen. Ketua DPP PDIP Said Abdullah menyampaikan, kebijakan kenaikan PPN bukanlah keputusan tiba-tiba, melainkan sudah melalui proses panjang dan diatur dalam Undang-Undang No 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

"Kenaikan PPN yang berlaku mulai 1 Januari 2025 adalah amanat dari UU HPP yang disepakati oleh pemerintah dan DPR pada tahun 2021, dan telah dimasukkan dalam asumsi pendapatan negara pada APBN 2025. Proses ini sudah melalui pembahasan yang matang dan legal,” ujar Said Abdullah dalam keterangan dikutip Rabu (25/12/2024).

Said Abdullah menambahkan, kenaikan PPN ini tidak berlaku untuk semua barang dan jasa. Terdapat sejumlah pengecualian yang diatur dalam UU HPP, seperti barang kebutuhan pokok, pengadaan vaksin, serta proyek-proyek strategis nasional yang didanai hibah atau pinjaman luar negeri.

Menurut Said Abdullah, kenaikan PPN yang diproyeksikan dapat memberikan tambahan pendapatan negara untuk mendukung berbagai program strategis, seperti program kesehatan, pendidikan, dan pembangunan infrastruktur yang sangat dibutuhkan oleh rakyat. Beberapa program yang akan didanai oleh APBN 2025 termasuk makanan bergizi gratis, pemeriksaan kesehatan gratis, pembangunan rumah sakit di daerah, dan renovasi sekolah.

“PDI Perjuangan berkomitmen untuk mengawal program-program strategis ini yang sejalan dengan visi partai untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan mendorong kesehatan yang inklusif. Pemberlakuan PPN 12 persen adalah bagian dari upaya pemerintah untuk mewujudkan program-program tersebut,” tegasnya.

Meski mendukung kenaikan PPN, PDIP juga menekankan pentingnya mitigasi dampak kenaikan ini terhadap masyarakat, khususnya rumah tangga miskin dan kelas menengah. Dalam hal ini, PDIP mengusulkan sejumlah kebijakan untuk mengurangi beban, termasuk penambahan anggaran untuk perlindungan sosial, subsidi BBM dan transportasi umum, serta perluasan bantuan untuk pendidikan dan beasiswa.

Said Abdullah juga menekankan pentingnya dukungan terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta program pemberdayaan ekonomi untuk kelas menengah yang terdampak. “Kami berkomitmen untuk memastikan APBN 2025 sepenuhnya didedikasikan untuk rakyat, dengan memastikan distribusi bantuan yang tepat sasaran dan efektif,” tambahnya.

Kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen akan berlaku pada 1 Januari 2025. Menurut Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Dwi Astuti, kenaikan PNN dapat meningkatkan penerimaan negara secara signifikan.

Berdasarkan estimasi, potensi penerimaan PPN yang dihasilkan dari perubahan tarif ini diperkirakan mencapai Rp75,29 triliun pada tahun 2025. Peningkatan ini diharapkan akan mendukung keberlanjutan pembangunan nasional dan pembiayaan berbagai program strategis pemerintah.

“Penerimaan PPN yang meningkat ini akan mendukung keberlanjutan pembangunan, termasuk pembiayaan sektor-sektor penting seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial,” ujar Dwi Astuti.

Barang Mewah yang Kena PPN 12 Persen - (Infografis Republika)

 

Keterangan resmi dari Ketua DPP PDIP Said Abdullah yang menegaskan dukungan terhadap kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen kontradiktif dengan pernyataan-pernyataan beberapa elitenya belakangan yang menyatakan penolakannya. PDIP bahkan sempat dinilai bak 'lempar batu sembunyi tangan' lantaran saat UU HPP masih dibahas di DPR pada 2021 silam, wakil dari PDIP-lah yang menjadi ketua Panitia Kerja-nya.

"Sebagai catatan, di dalam pembahasan di Panitia Kerja (Panja) RUU HPP itu dipimpin oleh Dolfie Othniel Frederic Palit, yang juga sebagai Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari fraksi PDIP," kata Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi melalui keterangannya, Ahad (22/12/2024) lalu.

Karena itu, Viva mengaku heran dengan sikap PDIP belakang yang menolak kenaikan PPN. Padahal, PDIP memiliki peran dalam membuat kebijakan tersebut.

"Jika sekarang sikap PDI-P menolak kenaikan PPN 12 persen dan seakan-seakan bertindak seperti hero. Hal itu akan seperti lempar batu sembunyi tangan," ujar Viva.

Viva menilai, sebagian masyarakat tentu akan beranggapam bahwa perubahan sikap PDIP dikaitkan dengan posisinya yang berada di luar pemerintahan. Karena argumentasi ditentukan oleh posisi.

"Dulu setuju bahkan berada di garis terdepan, sekarang menolak, juga di garis terdepan," kata dia.

Partai Nasional Demokrat (Nasdem) juga menyoroti sikap inkonsistensi PDIP terkait penolakan terhadap kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen yang akan berlaku pada 1 Januari 2025. Wakil Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi NasDem Fauzi Amro mengatakan kebijakan tersebut merupakan amanat dari UU HPP, yang sebelumnya telah disepakati oleh Pemerintah dan DPR, termasuk oleh Fraksi PDIP.

"Penolakan PDIP terhadap kebijakan ini bertentangan dengan keputusan yang telah diambil sebelumnya," kata Fauzi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin.

Dia menjelaskan UU HPP merupakan hasil kesepakatan bersama yang disahkan melalui Rapat Paripurna DPR pada 7 Oktober 2021. Dalam pembahasannya, Panja RUU HPP dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP Dolfie Othniel Frederic Palit.

Untuk itu, Fauzi menilai langkah PDIP mencerminkan sikap yang tidak konsisten karena telah mengkhianati atau mengingkari kesepakatan yang dibuat bersama antara Pemerintah dan DPR, termasuk Fraksi PDIP yang sebelumnya menyetujui kebijakan tersebut.

"Sikap ini seperti lempar batu sembunyi tangan dan berpotensi mempolitisasi isu untuk meraih simpati publik," tuturnya.

Adapun, Wakil Ketua Umum DPP PKB Riza menantang PDIP agar menggugat pemberlakuan PPN 12 persen ke Mahkamah Konstitusi (MK). Faisol mempersilakan PDIP menggugat UU HPP jika tetap menentang kebijakan kenaikan PPN 12 persen.

"Kalau memang keberatan dengan pemberlakuan PPN 12 persen sesuai dengan UU HPP, masyarakat sebaiknya menguji melalui Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi," kata Riza kepada wartawan, Senin.

Menurut Riza, pemerintah sebaiknya diberi kesempatan untuk menjalankan UU HPP. Hal ini guna menjaga kebijakan fiskal nasional dan keberlangsungan berbagai jenis subsidi untuk rakyat.

"Berilah kesempatan pemerintah untuk menjalankannya. Toh, kalau pajak kembalinya juga tetap kepada rakyat melalui belanja pemerintah seperti bansos atau subsidi listrik, elpiji dan BBM. Masa PDIP sekarang lebih setuju pencabutan subsidi untuk rakyat?" ujar Riza.

 

 

Direktur Eksekutif Nalar Bangsa Institute Farhan A. Dalimunthe pun mengungkit penyebab kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen merupakan andil dari PDIP. Farhan mengingatkan PDIP agar sadar diri bahwa kenaikan itu terjadi karena ulah PDIP itu sendiri.

“PDI Perjuangan yang harus bertanggung jawab atas kenaikan PPN 12 persen ini, karena dari yang menginisiasi sampai yang menetapkan kebijakan ini di tahun 2021 lalu kan PDI Perjuangan. Jadi jangan seolah-olah hari ini menolak dan menyalahkan pemerintahan yang baru menjabat,” kata Farhan kepada wartawan, Ahad (22/12/2024).

Farhan menerangkan kebijakan kenaikan PPN 12 persen tertuang dalam Pasal 7 Ayat 1 UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) merupakan produk kebijakan di era PDIP sebagai 'partai penguasa'.

“Pada saat itu pemerintahannya dipimpin oleh Presiden yang diusung dan juga merupakan kader PDI Perjuangan, Ketua DPR RI nya adalah mbak Puan Maharani dari PDI Perjuangan, Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undangnya juga Dolfie Othnieal Frederic Palit dari Fraksi PDI Perjuangan,” ujar Farhan.

Farhan juga mengimbau PDIP sebagai Partai Politik mestinya memberikan teladan dan keberpihakan yang konsisten kepada masyarakat. Menurutnya, intrik-intrik politik akan membuat masyarakat semakin menjauh dan tidak simpatik terhadap Partai Politik.

“Kita semua tahu masyarakat sudah cerdas, jejak digital bisa diakses dengan mudah. Daripada menyalahkan orang lain atas kebijakan yang mereka buat sendiri, lebih baik PDIP meminta maaf kepada masyarakat karena telah keliru memutuskan kebijakan yang menyengsarakan rakyat,” ujar Farhan.

Komik Si Calus : Makan Siang - (Daan Yahya/Republika)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler